Padahal Sarwo dikenal sebagai tentara yang mencintai profesinya. Bahkan ia sangat tidak tertarik dengan politik plus tidak paham apa-apa tentang politik. Ia hanya mampu menjalankan perintah komandannya.
Kisah disingkirkannya Sarwo Edhie dari militer oleh Soeharto memerlukan penjelasan lain. Kabarnya Soeharto mulai mencurigai Sarwo Edhie pada hari kedua pasca pembantaian para jenderal oleh Gestapu.
Kecurigaan itu bermula saat Sarwo Edhie usai menyelesaikan pendudukan di pangkalan udara Halim Perdanakusuma dan berencana segera melapor ke Soeharto.
Laksamana muda udara Herlambang meyakinkan Sarwo bahwa Soeharto ada di Bogor. Sehingga ia menawarkan sang kolonel untuk ikut terbang bersamanya dengan helikopter yang akan membawa keduanya ke istana Bogor. Sarwo akhirnya ikut terbang bersama perwira tinggi angkatan udara itu.
Setibanya di sana, ternyata Soeharto masih di perjalanan. Sebaliknya, Sarwo malah sempat berjumpa dengan Soekarno.
Mengetahui pertemuan itu, Soeharto beranggapan Sarwo telah melaporkan keberhasilan pendudukan pangkalan udara kepada Soekarno sebelum kepada Panglima Kostrad Soeharto. Pertemuan Sarwo dengan Bung Besar itu membuat Soeharto mencurigai Sarwo sebagai bawahan yang punya rencana lain selain kebijakan darinya.
Kemarahan Soeharto berakhir fatal pada karir Sarwo Edhie di militer. Sarwo dilempar ke berbagai tempat hingga berakhir sama dengan Kemal, yaitu menjadi Duta Besar di luar negeri.
Karena sudah dilempar ke berbagai negara terpencil untuk menjadi Duta Besar, hal itu membuat kecewa Sarwo karena jauh dari profesinya sebagai militer. Namun ia tetap menjalankan sebaik mungkin perintah yang dibebankan kepadanya.
Baca juga : Soeharto dan Zaman Kematian Filsafat
Ani Yudhoyono, salah seorang putri Sarwo Edhie dalam bukunya menyebutkan, ayahnya itu sangat sedih dan sempat merasa kecewa dengan keputusan presiden Soeharto. Sebab sang ayah terlahir sebagai orang yang sangat mencintai dunia militer.
Ia masih memiliki hasrat berkobar untuk meneruskan semangat Sarwo Edhie seperti yang telah ditunjukkan saat peperangan kemerdekaan Agresi Militer Belanda ke-2, masa memimpin RPKAD, dan era pemberantasan PKI.
"Pak Harto marah kepada Bapak karena ke Bogor itu. Bapak dicurigai sebagai orang ambisius oleh Soeharto," tutur Ibu Sunarti Sarwo Edhie, istri jenderal Sarwo Edhie.