Mohon tunggu...
Arini Saadah
Arini Saadah Mohon Tunggu... Penulis - Suka nulis, tapi tidak tahu apa yang hendak ditulis.

Pernah menjadi mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi di Ponorogo.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Tragis 3 Jenderal yang Dibuang oleh Soeharto

30 September 2020   05:13 Diperbarui: 24 Mei 2021   16:19 11294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bapak Soehartoketika masa kepemimpinannya (kompas.com)

Loyalitas tanpa batas. Kisah tentang militer seringkali membosankan. Namun di balik ketegasan dan kepatuhan pada perintah komandan, ternyata ada cerita tragis yang menyelimuti kehidupan mereka.

Kisah ini salah satunya datang dari masa pemerintahan Orde Baru (ah, orba lagi, bosen sebenarnya bahas orba).

Rezim Soeharto yang berkuasa selama 30 tahun lamanya itu telah menempuh berbagai cara untuk mempertahankan kelanggengan kursi kekuasaan. Ia akan menyingkirkan apapun yang dianggap membahayakan dirinya. Meskipun harus membereskan para pendukungnya sendiri.

Pada zaman akhir-akhir revolusi, ada tiga 'King Maker' yang berusaha keras membantu Soeharto untuk mendapatkan posisi presiden menggantikan Soekarno. Ketiganya itu merupakan tentara yang yang berpengaruh, yakni Letnan Jenderal TNI Ahmad Kemal Idris, H.R Dharsono, dan Sarwo Edhie (bapak mertua Susilo Bambang Yudhoyono).

Baca juga : Jenderal Moersjid yang Hilang di Tengah Arus Deras Soekarno-Soeharto

Kisah tragis King Maker itu saya mulai dari cerita hidup Ahmad Kemal Idris. Sejarah mencatat ia memiliki peran penting dalam politik militer Indonesia. Pada era kepemimpinan Pemimpin Besar Revolusi, Kemal yang saat itu memimpin Kostrad berhasil menyingkirkan Soekarno dari kursi kepemimpinan.

Alasan Kemal tentu perlu dilihat dari sejarah yang panjang, sejak ia menjadi bawahan AH Nasution dalam percobaan mendesak Soekarno membubarkan parlemen hingga kebencian Soekarno terhadap Kemal karena kegagalan rencana Nasution tersebut.

Setelah membantu Nasution, justru Kemal juga membantu para perwira Siliwangi untuk menurunkan Nasution dari jabatan KSAD. Namun rencana itu gagal dan membuat Kemal bernasib semakain buruk, ia juga dimusuhi Nasution.

Akhirnya Kemal tidak mempunyai posisi dan kegiatan lagi di militer. Tetapi saat pimpinan Angkatan Darat dipimpin oleh Ahmad Yani yang menggantikan Nasution, Kemal pun ditarik lagi masuk ke militer.

Nah berselang waktu, Kemal menemukan dirinya menjadi perwira yang ditempatkan dalam jajaran kostrad pimpinan Mayjen TNI Soeharto. Pertemuan dengan Soeharto itulah yang membuat Kemal menjadi orang pilihan yang tepat, bagi Soeharto tentunya.

Kemal dikenal sebagai orang yang pemberani, anti-komunis, dan musuh bebuyutan Soekarno, tentu menjadi orang yang tepat untuk membantu Soeharto dalam operasi pemberantasan kekuatan Komunis dan penyingkiran Soekarno.

Akhirnya Kemal berhadapan kembali dengan dua musuh lamanya, yakni PKI yang pernah ia perangi di Madiun dan Soekarno yang selama ini menghambat karir militernya .

Ternyata Soeharto merupakan orang yang cerdik dan licik. Setelah berhasil menyingkirkan rakyat yang berhaluan kiri, para simpatisan Soekarno diberangus, kemudian para pendukungnya juga ikut disingkirkan.

Soeharto tahu riwayat hidup Kemal yang merupakan pejuang pemberang dan tidak kenal kompromi ini akan membahayakan kekuasaannya. Akhirnya Kemal pun 'dibereskan' oleh Soeharto atas dasar kalkulasi tersebut.

Ia dipaksa melepaskan posisi Panglima Kostrad, dan dikirim ke berbagai posisi yang jauh dari luar Jawa hingga dilempar menjadi Duta Besar luar negeri dan berakhir menjadi pengusaha di bidang persampahan hingga ia dijuluki 'Jenderal Sampah'.

Tapi pembaca perlu tahu, nasib Kemal itu masih mending daripada nasib Dharsono dan Sarwo Edhie. Bagaimana tidak, H.R. Dharsono malah sempat dijebloskan ke penjara karena dituduh terlibat peristiwa pembantaian di Tanjung Priok.

Padahal saat itu Dharsono hanyalah memprotes keras terhadap tindakan keji pembantaian rakyat di wilayah Tanjung Priok oleh pasukan ABRI. Atas aksinya itu ia mendekam di penjara selama sekian tahun dan seluruh tanda jasanya dicabut. 

Sehingga pada hari wafatnya, ia dikuburkan di pemakaman umum tanpa upacara militer. Hal inilah yang membuat Kemal menggerutu tentang perlakuan pemakaman teman seperjuangannya itu, "seperti menguburkan kucing saja."

Nah berbeda dari keduanya, ternyata nasib Sarwo Edhie lebih tidak jelas lagi. Tidak pernah jelas apa yang menjadi kesalahan Sawro Edhie hingga secara perlahan ia ditendang Soeharto dari karir militernya.

Beredar isu simpang siur yang akhirnya berujung fitnah terhadap diri Sarwo Edhie. Ia diisukan akan menggulingkan kekuasaan Soeharto. Mengetahui rekam jejak Sarwo yang wataknya bertolak belakang dengan Kemal yang pemberang dan Dharsono yang suka berpolitik, sebenarnya Soeharto tidak percaya dengan isu tersebut.

Baca juga : Karakteristik Politik Luar Negeri ala Soekarno dan Soeharto Bila Menangani Pandemi Covid-19

Namun hasutan Ali Murtopo yang saat itu ada di lingkarang Soeharto sepertinya berhasil membuat Soeharto memercayainya. Tapi tetap saja keputusan akhirnya akan diambil sang presiden dengan hitungan untung rugi bagi kelanggengan kekuasaannya sendiri.

Padahal Sarwo dikenal sebagai tentara yang mencintai profesinya. Bahkan ia sangat tidak tertarik dengan politik plus tidak paham apa-apa tentang politik. Ia hanya mampu menjalankan perintah komandannya.

Kisah disingkirkannya Sarwo Edhie dari militer oleh Soeharto memerlukan penjelasan lain. Kabarnya Soeharto mulai mencurigai Sarwo Edhie pada hari kedua pasca pembantaian para jenderal oleh Gestapu.

Kecurigaan itu bermula saat Sarwo Edhie usai menyelesaikan pendudukan di pangkalan udara Halim Perdanakusuma dan berencana segera melapor ke Soeharto.

Laksamana muda udara Herlambang meyakinkan Sarwo bahwa Soeharto ada di Bogor. Sehingga ia menawarkan sang kolonel untuk ikut terbang bersamanya dengan helikopter yang akan membawa keduanya ke istana Bogor. Sarwo akhirnya ikut terbang bersama perwira tinggi angkatan udara itu.

Setibanya di sana, ternyata Soeharto masih di perjalanan. Sebaliknya, Sarwo malah sempat berjumpa dengan Soekarno.

Mengetahui pertemuan itu, Soeharto beranggapan Sarwo telah melaporkan keberhasilan pendudukan pangkalan udara kepada Soekarno sebelum kepada Panglima Kostrad Soeharto. Pertemuan Sarwo dengan Bung Besar itu membuat Soeharto mencurigai Sarwo sebagai bawahan yang punya rencana lain selain kebijakan darinya.

Kemarahan Soeharto berakhir fatal pada karir Sarwo Edhie di militer. Sarwo dilempar ke berbagai tempat hingga berakhir sama dengan Kemal, yaitu menjadi Duta Besar di luar negeri.
Karena sudah dilempar ke berbagai negara terpencil untuk menjadi Duta Besar, hal itu membuat kecewa Sarwo karena jauh dari profesinya sebagai militer. Namun ia tetap menjalankan sebaik mungkin perintah yang dibebankan kepadanya.

Baca juga : Soeharto dan Zaman Kematian Filsafat

Ani Yudhoyono, salah seorang putri Sarwo Edhie dalam bukunya menyebutkan, ayahnya itu sangat sedih dan sempat merasa kecewa dengan keputusan presiden Soeharto. Sebab sang ayah terlahir sebagai orang yang sangat mencintai dunia militer.

Ia masih memiliki hasrat berkobar untuk meneruskan semangat Sarwo Edhie seperti yang telah ditunjukkan saat peperangan kemerdekaan Agresi Militer Belanda ke-2, masa memimpin RPKAD, dan era pemberantasan PKI.

"Pak Harto marah kepada Bapak karena ke Bogor itu. Bapak dicurigai sebagai orang ambisius oleh Soeharto," tutur Ibu Sunarti Sarwo Edhie, istri jenderal Sarwo Edhie.

Melihat cerita yang memprihatinkan dari ketiga mantan anak buah Soeharto itu mengingatkan kita pada peribahasa Indonesia yang menyatakan 'air susu dibalas air tuba'.

Persis, orang-orang yang sebelumnya membantu menduduki kepemimpinannya, harus menerima balasan yang menyedihkan dalam hidupnya.

Referensi:
Salim Said, "Kisah Tragis Tiga King Maker, 'Dari Gestapu ke Reformasi: Serangkaian Kesaksian.'"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun