Mohon tunggu...
Arini Saadah
Arini Saadah Mohon Tunggu... Penulis - Suka nulis, tapi tidak tahu apa yang hendak ditulis.

Pernah menjadi mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi di Ponorogo.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membaca Hakikat Kopi dan "Kemasan" Kopi dari Jejak Kapitalisme Negeri Ini

1 Februari 2020   06:20 Diperbarui: 1 Februari 2020   06:26 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akan tetapi, dimana ngopi telah berubah alat sebagai ajang gengsi bagi orang-orang yang tidak mengetahui hakekat ngopi itu sendiri. Kopi itu ada dua hal yang harus diketahui, kopi untuk dinikmati atau kopi untuk ajang gengsi.

Gengsi itulah yang menciptakan budaya ngopi menjadi ada kelas-kelasnya. Ada istilah ngopinya kelas atas alias kaum borjuasi sama ngopinya kelas bawah alias proletariat. Dari sini dapat dilihat bahwa ternyata segala sesuatu bisa dikapitalisasi. Salah satunya yang manjur dikapitalisasi adalah sikap konsumtif masyarakat.

Bagi para pecinta kopi, mungkin hal semacam itu bukanlah persoalan besar. Tapi menurut saya, justru kopi kehilangan ruh-nya apabila menciptakan kelas sosial. Kopi dipercaya sebagai barang konsumsi yang merakyat, telah kehilangan jati dirinya, karena ia nyata menunjukkan keberpihakannya pada kapital. Kopi telah menciptakan stratifikasi sosial di antara kita, Sayang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun