Mohon tunggu...
Arin
Arin Mohon Tunggu... Lainnya - amateur

🍉

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Pelarian-Pelarian [Part 3]

4 Januari 2025   15:20 Diperbarui: 4 Januari 2025   15:20 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah di tengah hutan yang berebut (pexels.com/@fidan-nazim-qizi)

"Syukurlah. O iya, Ayah ke mana, Ma?"  

"Bilangnya sih mau cari Kakek misterius itu."

Aku terperanjat. "Sudah berapa lama, Ma?" tubuhku yang tadinya lesu seketika menegang.

"Kurang lebih setengah jam, Mama dari tadi nungguin dia, kok belum pulang, ya?" Mama berdecak cemas, ia mendekati jendela.

Aku baru-baru turun dari kursi kayu dan bergegas keluar. Aku mondar-mandir sambil menerawang ke sekitar. Aku takut sesuatu terjadi pada Ayah, buat apa juga ia mencari Kakek itu, bukankah ia tidak menganggap serius peringatannya? Duh, Ayah. Saat hendak menuruni beranda, terdengar langkah seseorang dari samping rumah. Aku bernapas lega begitu melihat orangnya adalah Ayah.

Sebagai satu-satunya jalan setapak yang terdekat dari rumah, Aya pasti mencari si Kakek ke arah yang kemarin aku susuri. Jalan kendaraan pun hanya sampai sini setelah itu tidak ada jalan lain lagi. Aku cepat-cepat menghampiri Ayah lalu disusul Mama dari dalam.

"Ketemu, Yah?" tanyaku tak sabar.

"Nggak ada, bisa-bisanya kalau dicari nggak menampakkan batang hidung. Ayah mencarinya hanya ingin bilang jangan menemui kami lagi terutama kalian. Jangan sampai menakuti-nakuti kami, itu saja!"

Kupikir Ayah penasaran dan ingin meminta penjelasan dari si Kakek, ternyata hanya ingin memarahinya. Ayah-ayah, aku menggeleng tak habis pikir. Tahu Ayah kelelahan, Mama cepat mengajaknya ke dalam, sementara aku tetap di luar. Aku membuang napas yang terasa begitu berat, kulihat kabut tipis mulai turun waktu terasa lebih singkat hanya karena siangnya kuhabiskan dengan tidur sebagai ganti terjaga semalaman.

Kalau dipikir-pikir lebih enak tidur saat siang, sebab setiap malam ada saja gangguannya. Berat rasanya setiap menghadapi malam, aku takut setakut-takutnya. Bagaimana caranya cepat keluar dari sini? Aku tidak tahan lagi. Merasa udara semakin mengigit aku berniat kembali ke dalam, tetapi niatku harus tertunda ketika tiba-tiba terdengar erangan dari samping rumah.

Tanpa banyak berpikir aku bergegas melihatnya, sontak saja aku melongo saat mengetahui erangan itu berasal dari dua ekor kucing hutan yang berebut mangsa buruan. Seketika aku takjub bisa melihat spesies kucing yang dilindungi itu. Saking senangnya saat mereka terbirit-birit kabur, kuikuti mereka tanpa memedulikan kaki yang tak beralas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun