Mohon tunggu...
Rinrin
Rinrin Mohon Tunggu... Lainnya - amateur

🍉

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Irma dan Tabir Kepalsuan

20 Desember 2023   13:48 Diperbarui: 21 Januari 2024   12:37 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sebuah topeng (sumber gambar /unsplash.com/@theonlynoonan)

"Kita kecolongan, Irma!"

"Lho, kecolongan? Apa yang dicuri, Bu?" tanya Irma polos dan merasa tak mengerti masa iya Leona mencuri.

"Leona membuka praktek aborsi ilegal di kontrakan saya! Ya Allah, itu maksud saya kecolongan, Irma. Yang saya tangkap informasi dari para polisi tadi, si Leona membuka praktek di jam lewat tengah malam."

Lagi-lagi Irma dibuat melongo dan tertegun, ia nyaris tak percaya. Yang benar saja? Padahal Leona tak pernah memperlihatkan gelagat mencurigakan. Selain cantik, ia juga terlihat seperti gadis baik-baik. Keheranan yang dulu sempat mencuat terjawab sudah, alasan itulah yang membuat Leona mengontrak di sini. Ia pun mendadak mengingat sesuatu, rintihan perempuan misterius yang kerap didengarnya. Apa itu ada hubungannya dengan kasus Leona? Astaga, Irma mendadak lemas dan yakin itu bukanlah gangguan tidur, bukan pula mimpi. 

"Tahu tidak? Tanpa orang sini sadari ternyata ada seorang intel mengintai keseharian Leona di sini, dari sekitar dua minggu ke belakang."

"Intel?"

Ibu kontrakan mengangguk, wajahnya masam sekali. Keterkejutan Irma berbaur dengan rasa kasihan pada si ibu karena satu pintu kontraknya dibatasi oleh garis polisi. Sakit kepalanya mendadak muncul lagi, ia sangat-sangat tak habis pikir dengan tabir kepalsuan ini. Tapi ada satu lagi teka-teki yang belum terpecahkan. Siapa intel kepolisian itu? Beberapa hari setelah penggerebekan kontrakan yang ditempati Leona, Irma menyadari keberadaan si tukang cobek yang sering dilihatnya secara misterius tak terlihat lagi. "Apa dia intelnya?" gumamnya sembari memandangi cobek. Dia merenung, ternyata ada orang berwajah malaikat tapi menyembunyikan perilaku bejat, ada pula wajah-wajah susah dan memelas tapi barangkali itu hanya akting belaka.

Irma menghela napas berat. Tangannya memijat kepala yang makin sering terasa sakit. Ia menyeletuk, "Emang boleh ya hidup sebercanda ini?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun