Mohon tunggu...
Rinrin
Rinrin Mohon Tunggu... Lainnya - amateur

🍉

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Irma dan Tabir Kepalsuan

20 Desember 2023   13:48 Diperbarui: 21 Januari 2024   12:37 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sebuah topeng (sumber gambar /unsplash.com/@theonlynoonan)

Irma terdiam sejenak menatapnya iba, perasaannya memelas mendorong sesak di dada menjadi genangan tipis di mata sayunya. Ketika cobek yang dibelinya sudah dibebaskan dari beban cobek-cebek lebih kecil di atasnya ia segera meraih dompet kempesnya dari tote bag yang dikempit tangan dan menyodorkan uang sebesar tiga puluh ribu. Si penjual menggaruk tengkuk, bingung bagaimana kembaliannya, Irma pun sebenarnya tidak ada uang pecahan lima ribu. 

"Nggak apa-apa, Pak. Kembaliannya buat Bapak saja," kata Irma pada akhirnya.

Si penjual awalnya berkeras menolak dan hendak menukarkan uang sepuluh ribu ke Kang Iwan agar jadi dua, lima ribuan. Tapi Irma melarang, bersikukuh memberikan uang kembalian karena memang ikhlas.

Irma yang tadinya merunduk lesu, otot-otot tangannya terpaksa mengencang kembali memboyong beban cobek yang beratnya lumayan. 

"Lho, buat apa beli cobek sebesar itu, Irma?" tanya Kang Iwan, tangannya yang sedang mencongkel bandros matang dari citakan terhenti sejenak.

"Buat bikin seblak Rafael," kekeh Irma.

Gadis dua puluh tahun itu pun menghilang ditelan remang-remang jalan gang. Irma mendengus, ia begitu muak dengan bau pesing yang selalu menguar di sekitar sana. "Kelakuan manusia-manusia primitif, buang air sembarangan," rutuk Irma di keheningan gang sepanjang sepuluh meter dan lebar tak lebih dari satu meter itu.

Beberapa langkah sebelum sampai di ujung gang, seorang gadis modis yang hendak pergi malam mingguan muncul dari arah berlawanan. Netra beningnya melirik singkat cobek jumbo yang dibawa Irma, tatapannya datar. Lalu mereka berpapasan, berlalu begitu saja, saling menyapa hanya dengan senyuman tipis, setipis interaksi keduanya meskipun bertetangga. Embusan yang ditinggalkan tubuh semampai tetangganya membaurkan harum jasmine tea yang amat manis hingga mampu menindih bau pesing yang memualkan. 

Leona, si tetangga, yang berpenampilan menarik dan mempesona, burung beo pak RT pun sampai terpincut, centil, sering membeo menggodanya bila mendapati Leona pulang. Ia berpendidikan dan cantik, sulit rasanya menemukan walaupun hanya setitik kekurangan darinya. Hal itu pula yang membuat para penghuni pintu kontrakan, merasa heran ada seorang mahasiswi kedokteran semenarik itu mengontrak di pemukiman sempit seperti ini. Entah demi menghemat atau apa, tetapi semua tahu Leona berasal dari keluarga berada. 

Irma masih ingat betul dengan perkataan ibu kontrakan yang mencoba mematahkan keheranan mereka, "Mau tinggal di mana saja orang kaya kan bebas!" Demikian katanya di hari pertama Leona mengontrak, dua bulan yang lalu. Irma yang saat itu hanya diam, dalam hatinya ikut membenarkan. 

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun