Mohon tunggu...
Arin
Arin Mohon Tunggu... Lainnya - amateur

🍉

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelayu yang Dinanti-nanti

6 November 2023   17:21 Diperbarui: 13 November 2023   14:23 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ah, nggih. Aku dan Mas Eka menuruti. Kami pergi tanpa menanyakan siapa yang datang.

***

Esoknya, rumah kembali sepi Bapak dan Mas Eka sudah berangkat kerja. Satu-satunya tempat agar aku tak kesepian adalah nongkrong di rooftop, di sana tanpa harus keluar dan berinteraksi sosial, aku tetap bisa merasakan kehidupan. Di dalam terlalu lengang membuatku banyak mengingat momen yang telah lalu. Wajah seseorang membayangiku dari semalam, aku tak sanggup mengingatnya lagi tetapi kematian Ki Ozi ikut membangunkan kenangan pahit yang seakan baru terjadi kemarin. Demi Tuhan, sekarang aku menyadarinya betapa bersyukurnya aku dengan kematian tragis lelaki keji itu. Dalam benakku, saat ini dipenuhi tentang sahabatku, Iyam. Ia anak perempuan dari tamu Bapak kemarin malam yaitu Pak Jainal, sahabat karib Bapak yang dikenal sebagai tuan tanah. Seperti halnya orang tua kami, aku dan Iyam pun bersahabat lama. Kami berdua tumbuh besar bersama tetapi sayang ketika dewasa nasib dan takdir kami berbanding terbalik, bermula saat Iyam merayakan ulang tahun ke-24 tepatnya empat bulan yang lalu, ia kedatangan seorang lelaki dari desa tetangga yang berniat meminangnya. Namun, ia menolak secara halus dikarenakan sudah akan bertunangan dengan pria pilihannya yang merupakan teman SMA kami, bernama Halim.

Tanpa diduga penolakannya menyeretnya ke jurang kemalangan. Seminggu setelah kedatangan lelaki itu, Iyam diserang penyakit aneh, sekujur tubuhnya gatal-gatal, gatal yang digaruk menyebabkan borok, borok-borok bernanah berbau busuk kian tak terkendali menyebar nyaris di setiap inci kulitnya. Iyam bilang, rasanya seperti digigit kalajengking, barangkali rasanya memang seperti itu karena sangat perih, sakit dan panas. Seiring tambah parah borok-boroknya, perut Iyam membengkak berwarna keunguan seperti akan meledak. Setiap waktu Iyam meraung kesakitan, tersiksa setengah mati, menderita tanpa ampun. Sementara itu keluarganya dan juga Bapak ikut mengusahakan kesembuhan Iyam dari mulai berobat ke rumah sakit hingga mendatangkan banyak ustadz dan orang pintar. Namun, semuanya tak ada yang berhasil. Kala itu seorang ustadz memberitahu, ilmu hitam yang dikirim pada Iyam terlalu sakti. Usut punya usut lelaki yang ditolak Iyam menaruh rasa tak suka dan dendam, ia menyantet Iyam dengan perantara Ki Ozi. Pada akhirnya di minggu ke-tiga Iyam menyerah, ia meninggal, keadaannya sangat memprihatinkan. Borok di sekujur tubuhnya berubah jadi gosong, wajah cantiknya tak berwujud dan perutnya membengkak sangat keras, sekeras balok kayu. Duka kami saat itu tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, kami hancur sehancur-hancurnya. Bahkan saat ini, aku terisak lagi, dada ini tersayat kembali, sangat perih. Itu adalah salah satu momen paling memilukan yang memberi trauma berkepanjangan.

Aku sangat menyesalkan sikap lelaki yang tak bisa menerima kenyataan, ini sebuah fenomena klise "cinta ditolak dukun bertindak" sungguh tindakan pengecut. Tidak gentle, perlunya membesarkan hati agar mudah menerima dan berdamai dengan kenyataan bahwa tidak semua hal bisa didapatkan dan tidak semua yang diinginkan bisa dimiliki. Perempuan sering kali jadi korban semena-mena para lelaki. Mereka tak mampu bercermin melihat hakikat dirinya yang terlahir dari seorang perempuan. Ketika mereka menyakiti perempuan sama saja mereka melukai, menjatuhkan dan mencederai harkat martabat ibunya sendiri.

Selain apa yang menimpa Iyam, masih banyak kasus terjadi pada warga lain yang tak kalah mengerikan. Namun, aku tak bisa menceritakan semuanya, penderitaan Iyam sudah cukup memberi gambaran bagaimana kebiadaban Ki Ozi dalam menjalankan praktek santetnya. Dari motif cinta, persaingan bisnis hingga iri hati, santet dilayangkan Ki Ozi sesuai request para klien yang digelapkan nafsu dunia yang fana.

Duh, Gusti! Sesaknya dada ini. Mengingatnya membuatku sakit nggak ketulungan, mengapa sahabatku harus jadi korban santet? Wajah ayunya hancur, tersiksa hingga meregang nyawa. Aku hendak menyeka air mata di pipi ketika sebuah sapaan lembut nan samar-samar masuk dengan sopan ke telinga. "Yayu!" Aku menelan ludah. Hanya satu orang yang biasa memanggilku dengan nama itu, Iyam. Sontak aku menoleh ke jendela, tetapi di dalam tidak ada siapa-siapa.

***

Hari kelima kemajuan kasus kematian dukun santet itu tak ada hasil yang signifikan. Terlebih secara tiba-tiba keluarganya kemarin memutuskan untuk membungkus kasus ini. Aku menatap Bapak agak lama, lalu memberanikan diri menanyakan soal kedatangan Pak Jainal kemarin yang kedua kalinya. Tetapi Bapak sekadar menjawab, "Hanya ada keperluan saja," tuturnya dengan amat tenang.

Beberapa waktu lalu Bapak bilang yang melakukan pembunuhan itu pasti bukan orang sembarangan. Pak Jainal termasuk bukan orang kaleng-kaleng, kaya raya apa saja bisa ia lakukan dengan uangnya. Aku tahu ini berlebihan bahkan terkesan jahat sampai mencurigai orang tua sahabatku sendiri.

Namun, aku hanya takut Bapak menutupi sesuatu yang ada kaitannya dengan pembunuhan. Aku ini anak tunggal selain Mas Eka, juga hanya memiliki Bapak seorang, ibuku sudah lama meninggal ketika aku masih duduk di sekolah menengah atas. Wajar jika aku mengkhawatirkannya terlibat tindakan melawan hukum. Seketika tubuhku lemas, kecurigaanku tentu saja sangat menguras pikiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun