Mohon tunggu...
Arimbi Haryas Prabawanti
Arimbi Haryas Prabawanti Mohon Tunggu... Jurnalis - Behind Arimbihp Photo and Craft

Half Photographer, half a Journalist Tempo.co

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Artikel Utama

Persimpangan Jalan dan Kampung Halaman

1 Maret 2023   14:22 Diperbarui: 21 April 2023   08:34 1868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mudik menggunakan bus. Sumber: Antara Foto/Galih Pradipta via kompas.com

Jangankan buah tangan, untuk sampai ke desanya saja, ia tak bisa. Jangankan uang pesangon, gaji bulanan terkahirnya saja harus ia minta sambil memohon-mohon.

Namun pada kacamata lain, Ngatmi dipandang sebagai pahlawan, yang kedatangannya seolah menyelamatkan peliknya keadaan. Maka, mudik ngatmi kali ini tak perlu lagi menunggu lebaran.

Dalam kekalutannya Ngatmi menceritakan, dulunya, 10 tahun ia merantau, tak pernah sekalipun ia melewatkan mudik lebaran.

Tas jinjing yang ia bawa biasanya penuh pakaian baru dan makanan ringan, oleh-oleh untuk ayah dan ibu yang sudah tak sabar menunggu di depan pintu.

Para tetangga juga sibuk berkunjung untuk sekadar menengok sejauh mana ia mencari uang dan ilmu.

Mirisnya, tak satupun yang bertanya, bahagia kah Ngatmi di ibu kota? berapa waktu yang ia habiskan untuk mencari sesuap nasi untuk keluarga? Rindu kah ia pada suara ayam berkokok yang membangunkannya pagi-pagi buta? Siapa yang mendekapnya dalam setiap lara yang ia terima?

Ngatmi sendiri menuturkan, harusnya ia tak begitu terkejut dengan fenomena itu. Biasa, katanya.

Lalu hari ini, ia harus menerima kenyataan, pulang tanpa sambutan, tanpa harapan.

Mudik dalam bayangan Ngatmi selalu jadi persimpangan jalan, tentang kompensasi kebahagiaan, atau angan tanpa ingin yang hanya jadi angin.

Selesai mendengar keluh kesah Ngatmi, tanpa memberi dia solusi, saya beranjak ke Warung Soto di ujung terminal. Asapnya mengepul membawa aroma rempah yang dipadu kaldu ayam.

Saya memesan dua es teh dan satu soto mengingat hawa siang itu luar biasa panasnya. Denting suara mengaduk gelas ditutup dengan deru mobil yang berhenti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun