Pendidikan. Setiap individu harus berkembang. Dengan pendidikan setiap individu dapat mengasah kemampuan intelektual, emosional, sosial dan fisik. Karenanya setiap bentuk pendidikan selalu mengembangkan setiap individu menjadi berkarakter dan beretika.Â
Ketika setiap manusia dituntut untuk berkembang, pendidikan menyediakan sebuah arena yang begitu luas bagi proses pendidikan. Peran sekolah tidak dominan, peran keluarga bukan tidak penting. Pendidikan menuntut sebuah kolaborasi sekolah dan keluarga. Melibatkan masyarakat dalam membentuk karakter setiap anak menjadi penting, karena pada akhirnya anak-anak akan hidup di tengah masyarakat.Â
Ketika pendidikan berkembang seiring perkambangan zaman dan teknologi, wujud nyata kurikulum tentunya dituntut untuk mampu menjadi sarana mengolah kompetensi setiap siswa. Melaksanakan kurikulum yang bermutu tentu saja akan menghasilkan generasi berkualias.Â
Namun, terkadang begitu terbelenggunya kurikulum dengan materi-materi ajar yang begitu banyak terkadang justru membebani siswa, bahkan membuat siswa tertekan dalam sekolah. Justru kurikulum dianggap tidak menjanjikan pengembangan karakter dan kompetensi setiap anak. Dalam kondisi inilah, kurikulum merdeka dianggap lebih menjanjikan untuk membentuk setiap siswa berkembang sesuai martabatnya.Â
Ketika penghargaan terhadap diri peserta didik sungguh menjadi bagian penting dari pendidikan, ternyata kurikulum dalam beragam bentuk yang diterapkan di Indonesia belum menjadikan membangun pribadi yang tangguh berkarakter.Â
Misalnya saja dalam hal pendidikan seksualitas, kurikulum kita tidak begitu mempunyai arah yang padu dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Pendidikan seksualitas tidak menjadi fokus sebagai elemen penting dalam pendidikan. Akibatnya, pendidikan seksualitas hanya ditempatkan sebagai materi tambahan pada bidang studi tertentu.Â
Padahal ketika kita menilik beragam peristiwa di masyarakat, banyak sekali kasus-kasus berhubungan dengan seksualitas bermula dari ketidakpahaman dan kedangkalan pendidikan seksual. Akibatnya beragam masalah muncul baik dalam bentuk kekerasan, pelecehan, pencabulan, pemerkosaan, perundungan dan penghilangan martabat manusia. Â
Kasus kekerasan seksual
Setidaknya 21 anak mengaku menjadi korban pencabulan yang dilakukan seorang guru rebana berinisial M di Batang, Jawa Tengah, selama beberapa tahun terakhir. Namun diduga ada banyak korban yang belum terungkap dan belum melapor.Tersangka yang berusia 28 tahun dikenal sebagai sosok "religius", anak tokoh agama setempat yang kerap mengajar rebana dan sesekali mengajar ngaji pada anak-anak sekitar. (1)
Kasus kekerasan berbasis gender di media sosial disebut semakin membahayakan seiring kecanggihan teknologi dan kian terbukanya orang-orang mempertontonkan diri di sosial media.Â
Data Komnas Perempuan pada 2022 menyebutkan kasus yang dilaporkan sebanyak 1.721 atau naik 83% dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebanyak 940 kasus. Komnas Perempuan mencatat kasus yang paling sering terjadi di antaranya penyebaran konten porno, peretasan dan pemalsuan akun, hingga pendekatan untuk memperdayai (grooming). (2)
Sebanyak 41 santri jadi korban pencabulan di ponpes daerah Sakra Timur, Lombok Timur, NTB. Modus yang digunakan pelaku dengan membuka kelas pengajian khusus santri yang diincar. Â Usia korban rata-rata masih 15-16 tahun dan duduk di kelas 3 MTs/SMP. Seluruh korban dijanjikan mendapatkan wajah berseri dan berkah masuk surga oleh pelaku. (3)
Dalam beragam peristiwa yang berkaitand dengan kekerasan seksual, anak-anak dan remaja selalu ditemaptkan sebagai korban. Masalah pelik remaja karena tidak cukupnya pengetahuan dan ketrampilan dalam menjaga diri tetap sehat dan tidak berperilaku beresiko terkadang begitu menghantui kehidupan remaja saat ini sehingga masalah kehamilan tidak diinginkan, penyakit menular seksual dan juga pernikahan dini seakan menjadi penyebab hancurnya masa depan remaja.Â
Media SosialÂ
Beragam informasi di media sosial yang terkadang menyesatkan membuat pemahaman akan seksualitas begitu sempit. Seksualitas dipahami hanya sebatas hubungan fisik. Apalagi pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi msyarakat kita sangat rendah dan kontrol orangtua akan akses media sosial berkaitan informasi seksualitas juga sangat minim mengakibatkan banyak remaja mempunyai perilaku seksual berisiko, bahkan cenderung menyimpang.Â
Akses terhadap informasi yang tinggi dengan semakin berkembangnya internet, tanpa dibarengi dengan pengetahuan dan informasi relevan dan bertanggung jawab tentunya akan semakin membuat remaja hidup dalam perilaku beresiko. Menghadirkan kembali sebuah dunia yang penuh dengan informasi aktual, relevan, dan menarik tentunya menjadi harapan besar orang tua agar setiap anak mampu menaham gempuran dan serangan infomasi tidak benar dan membabi buta di media sosial.Â
Situasi anak muda yang terancam karena informasi yang tidak benar yang berkembang di media sosial turur didukung oleh adanya pengetahuan atau literasi kesehatan yang semakin terbatas atau minim di kalangan remaja kita. Â Padahal, akses terhadap informasi sangat tinggi. Maka, perlu media untuk setiap remaja mendapatkan informasi dengan benar. Kurikulum seksualitas remaja mungkin salah satu yang bisa dihadirkan di sekolah-sekolah.Â
Kurikulum pendidikan seksualitas
Gempuran informasi berkaitan dengan seksualitas diberbagai media sosial memang sangat masif. Kecenderungan menghadirkan seksualiats hanya sebatas relasi fisik lebih dominan dibandingkan memahami, menghargai dan menghormati tubuh sebagai anugerah terindah Sang Pencipta. Seksualitas hanya dipandang sebagai hubungan intim yang melibatkan lawan jenis.Â
Oleh karena itulah, sebenarnya pendidikan seksualitas perlu dihadirkan kembali dalam kurikulum. Karena dalam pendidikan seksualitas, setiap manusia akan diarahkan untuk  memahami, mengetahui dan mempunyai sikap  positif terkait anatomi reproduksi, perkembangan seksual, hubungan antarpribadi, identitas gender, orientasi seksual, kehidupan seksual, dan isu-isu lain terkait seksualitas.
Pendidikan seksualitas juga dipandang akan mampu memberikan pemahaman, penghargaan, penghormatan atas tubuh manusia baik sendiri dan orang lain. Maka, pendidikan seksualitas harus menjadi bagian penting dalam proses pendidikan pada tingkat pra-sekolah hingga pendidikan formal di sekolah.Â
Pengetahuan berkaitan dengan reproduksi manusia, kontrasepsi, infeksi menular seksual, kekerasan seksual, persetubuhan yang aman, kesadaran diri, kesehatan reproduksi, hak asasi seksual, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan seksualitas selayaknya menjadi bagian penting dalam kurikulum.
Pendidikan seksualitas tidak hanya diarahkan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan organ seksual semata. Namun, pendidikan seksualitas harus memperdalam pemahaman setiap anak terhadap kepemilikan dan kenyamanan tubuh.
Peran SekolahÂ
Menerapkan kurikulum merdeka selayaknya bukan hanya membebaskan siswa untuk memerdekakan pilihan belajar. Kurikulum harus menjadikan keburuhan setiap individu terlayani dengan baik, salah satunya adakah kebutuhan untuk mendapatkan informasi yang benar terhadap seksualitas. Kurikulum merdeka selayaknya tidak hanya  menyisipkan pendidikan seksualitas hanya sebagai tambahan dalam bidang studi tertentu atau memasukkan dalam kegiatan yang sifatnya tidak berkelanjutan.Â
Sekolah perlu mengembangkan materi seksualitas dalam beragam bentuk, terutama keterampilan komunikasi yang efektif, negosiasi, pengambilan keputusan yang informasional, serta kemampuan untuk menetapkan batasan pribadi dan berinteraksi secara sehat dalam hubungan antarpribadi.
Pendidikan seksualitas perlu diarahkan untuk memberikan informasi yang diperlukan untuk mencegah risiko seksual yang tidak diinginkan, termasuk kehamilan remaja, penyebaran infeksi menular seksual, dan kekerasan seksual.Â
Setiap pribadi harus didorong mempunyai relasi sehat berdasarkan rasa saling menghormati, kepercayaan, komunikasi terbuka, dan persetujuan bersama agar setiap individu dapat memberdayakan dan  membuat keputusan yang bertanggung jawab tentang kesehatan seksual dan reproduksi mereka sendiri.Â
Maka, pendidikan seksualitas harus membantu setiap individu mengidentifikasi, mencegah, dan melaporkan kekerasan seksual dan pelecehan yang dialami. Sekolah harus menjadi tempat strategis untuk menegakkan martabat manusia, memerdekakan setiap manusia dari segalam bentuk kekerasan seksual dan pelecehan seksual. Â Sekolah adalah tempat setiap anak merasakan kemerdekaan untuk menggapai masa depan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H