Peradaban buku yang telah dibangun puluhan tahun itu tinggal sebait sejarah. Membaca bukan lagi menjadi gaya hidup yang menghasilkan manusia-manusia cerdas dan pintar. Kebiasaan itu tenggelam dalam rangkaian perjalanan panjang toko-toko buku di Indonesia.Â
Perjalanan menuju keemasan perbukuan Indonesia dimulai menjelang tahun 1950. Saat itu IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) mempunyai hampir 13 anggota penerbitan.Â
Buku mulai diproduksi, toko buku pun mulai hiruk-pikuk dalam bisnis. Apalagi pada tahun 1955, pemerintah Republik Indonesia mulai mengambil alih industri penerbitan buku milik Belanda.Â
Perjalanan sejarah perbukuan Indonesia semakin memuncak. Pada tahun 2015, Indonesia sudah mempunyai 1.328 anggota penerbitan Ikapi dan 109 anggota penerbitan non-Ikapi.Â
Meski produksi buku tidak begitu besar, tetapi penerbit-penerbit yang aktif untuk menerbitkan buku ternyata hanya 700 unit pertahun dengan jumlah terbitan hanya sekitas 3000 eksemplar.Â
Dalam kondisi seperti ini, penerbitan buku harus berjuang keras untuk menebus ongkos produksi yang semakin besar. Begitu pun dengan toko-toko buku.Â
Ketika setiap tahun jumlah buku dicetak semakin berkurang, jumlah cetak semakin menurun, dan distribusi semakin membebani biaya, banyak toko buku yang tak sanggup lagi menyediakan keragaman.Â
Akibatnya, konsumen tidak lagi melirik, karena buku begitu mudah diperoleh secara online. Buku-buku tanpa pajak yang begitu mudah diperoleh melalui media online telah memupus kisah romantisme toko buku.Â
Toko BukuÂ
Kisah tutupnya beberapa gerai toko buku adalah sebuah bukti semakin terkalahkannya bisnis buku dengan perkembangan teknologi terutama telepon pintar. Toko buku tidak lagi menjanjikan keuntungan, tidak lagi menjanjikan masa depan bukan hanya untuk sang pemegang sahan, tetapi juga untuk konsumen mendapatkan pengetahuan.Â
Sejarah panjang toko buku Togamas berakhir. Sebuah toko buku lokal di Solo tersebut resmi berhenti beroperasi sejak Juli 2022. Begitu juga dengan toko buku Periplus yang salah sartu gerainya di Malioboro Plaza, Yogyakarta juga melakukan menutup permanen gerainya.Â