Bila kutinggal subur hudupmu
Betapa riang buah hatiku
Bila kutinggal kau jadi layu
Pilu nian buah hatiku
Dentuman meriam peluru mendesing
Sambil kunantikan takdir
Apa kemudian yang akan berakhir
Air mataku mengalir
Pesanku kepada buah hati
Piaralah ini pandan wangi
Menjadi peringatanmu nanti
Bila ku pergi tak Kembali
Sambil mendengarkan lagu itu, kuarahkan pada sekumpulan rumpun pandanwangi di pojok taman itu. Â Rumpun itu tumbuh subur dan menghijau. Â Di dekatnya ada kolam buatan dengan air yang mengalir bergemericik, menggantikan sumur yang sudah ditutup di dekatnya.
Tanaman itu akhirnya tetap dipertahankan, bahkan kini diubah menjadi taman kecil yang indah.  Setelah mendengar cerita Ibu tentang pandan wangi itu, aku mengajukan usul kepada Ibu untuk membujuk Pakde Broto agar bersedia menjual tanah tempat pandan wangi tumbuh.  Aku bersedia membayar dengan harga tinggi sesuai dengan permintaan Pakde Broto lalu kuminta  tukang untuk membuat taman di lokasi itu.
Aku tersenyum bahagia. Aku yakin nenek juga tersenyum bahagia di alam sana, seperti senyumnya dulu beberapa waktu sebelum beliau meninggal dunia. Â Pandanwangi kenangan perjuangan dari kakek buyut masih bertahan hingga kini. Â Dari pandan wangi itu aku mengenang perjuangan kakek buyutku dan pengorbanan nenek buyut dan nenek yang ditinggal gugur kakek buyut.Â
Nanti, jika aku bertemu jodohku, akan kuceritakan kisah pandanwangi ini kepadanya, agar dia mendukungku merawatnya sampai akhir hidup kami. Â Sampai keturunan kami.
Tangerang Selatan, 10 November 2020
Catatan:Â
- Cerita diilhami oleh lagu Pandan Wangi yang merupakan lagu bergenre keroncong  ciptaan Gesang dan dipopulerkan oleh Gesang dan WaljinahÂ
- Tautan lagu silahkan: Â di siniÂ