Kisah anak-anak down syndrome berprestasi selalu saja menarik perhatian. Banyak dari mereka berprestasi di bidang seni. Mereka memang pada umumnya memiliki kekuatan otak kanan yang lebih dominan dari pada anak-anak lain. Otak kanan manusia adalah yang berkaitan dengan hal-hal non-eksakta.
Diego Luister Berel adalah salah-satunya. Pemuda berusia 22 tahun ini adalah pelukis yang punya prestasi bukan kaleng-kaleng (tak main-main)\. Berbagai penghargaan lokal dan internasional dalam berbagai bentuk telah mengisi rak di ruang tamu rumahnya.
Lukisannya yang berjudul Balinese Penjor pada Maret lalu berhasil meraih juara 1 di Galeri Seni Independen The Holy Art Gallery (@theholy.art) yang berbasis di London.
Dengan kemenangan yang diraih oleh lukisan Balinese Penjor yang menggambarkan kibasan umbul-umbul Penjor itu, Diego berhak melakukan pameran tunggal baik secara luring (offline) maupun virtual di Holy Art Gallery. Di galeri virtual tersebut selain Balinese Penjor ada 4 lukisan karya Diego lainnya yang terpampang pada Februari – Maret 2022.
Lukisan Balinese Penjor ini bersama belasan lukisan Diego lainnya, belum lama ini dipamerkan dalam acara pameran lukisan tunggal bertema “Pulasan Warna Rupa Jiwa” di Hotel Artotel Thamrin. Dalam waktu hampir bersamaan Diego menjadi salah-satu pelukis yang turut berpartisipasi dalam Pameran The Asia Art Show bersama100 pelukis Asia di Kualalumpur, Malaysia.
Karya-karya Diego selintas mungkin tak berbeda dengan karya pelukis lain. Namun, mengingat anak pasangan Edhi Rianto dan Sandra ini berkebutuhan khusus rasanya nyaris tak percaya bahwa itu adalah karyanya.
Pada Balinese Penjor terlihat jelas gaya abstrak tapi masih bisa beraturan yang menggambarkan gerak umbul-umbul Penjor. Sehingga lukisan Diego ini bisa dibilang beraliran abstrak surealis. Tak heran kalau Balinese Penjor diganjar penghargaan pertama di platform seni HolyArt Gallery London.
Mengamati karya-karya Diego kebanyakan menggunakan cat acrylic. Ada juga beberapa karyanya yang menggunakan cat minyak. Di website resminya, www.diegoberel.com, bisa dilihat karya-karya Diego di berbagai media seperti kaus, gitar elektrik, koper, tote bag, tumbler, cushion, vas porselen, lampshade, dan lainnya. Menurut Edhi, “Kami sebagai orangtua memberikan kebebasan pada Diego untuk melukis medium apa pun.”
Karya Diego paling fenomenal adalah yang berjudul Under the Sea yang berhasil dilelang di Sotheby’s dan dikuratori oleh Christie’s (badan kurator global) pada acara Peduli Anak Indonesia di 2016 lalu. Kenapa fenomenal? Karena hasil dari lelang tersebut disumbangkan untuk beberapa sekolah dasar di Kupang, NTT.
Jadi bukanya hanya karena ada nama Sotheby’s dan Christie’s – yang memang tersohor di dunia seni dan pelelangan – tapi karena Diego dengan keterbatasannya justru bisa ‘berbuat’ banyak untuk anak-anak yang tinggal jauh dari tempat tinggalnya, bahkan Kupang adalah tanah kelahiran ibunya.
Jadi, kisah hasil lelang lukisan yang disumbangkan ke sekolah-seklah di NTT itu saat menjadi story telling yang sungguh memiliki makna luar biasa tidak hanya untuk Dieog dan orangtuanya tapi juga untuk dunia anak-anak berkebutuhan khusus.
Sehingga tak heran perjalanan Diego dengan lukisan-lukisannya dari tahun ke tahun menjadi perhatian beberapa pengamat seni dan beberapa media. Kita berharap ada Diego-diego lain di negeri ini yang memiliki prestasi dan punya arti untuk anak-anak lain secara khusus dan untuk kemanusiaan secara umum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H