“Sekilas kalian cocok buat berpacaran.”, cletuk Pak Min saat mengantar es teh dihadapan kita.
“Pak Min, biar waktu yang menjawab!”, balasku, sekenanya.
Kutatap engkau. Seperti biasa, senyuman ringan mengembang tipis.
“Kan sekilas...”
“Tanggal lahirmu kapan, cah ayu?”, tanya Pak Min menatap wajahmu.
“Jangan Nis, jangan beri tahu!”
“Kenapa?”
“Alah. Pak Min itu PPT. Para Pencari Togel. Tanggal lahir kita bisa jadi prediksi nomor yang bakal dipasang nanti siang!”
“Tenang Ngger. Ada persenan!”
Dari penawaran kontroversi itu, kita digirng ke kantor BP. Ternyata seorang siswi bermulut ember membuat persaksian jika kita ikut menolong memberi nomor Pak Min. Yaa, kala itu sekolah sedang gempar dengan adanya beberapa murid yang terciduk dalam patroli polisi karena diduga memasang togel. Habislah kita berdua. Seorang saolin hadir ditengah-tengah sekolah kampung, dan wanita bermuka coreng-moreng penuh lukisan angus batok kepala. itu, kita berdua.
Kau menangis. Seperti biasa kau kuantar pulang. Ayahmu terlanjur mendengar kabar dari pihak yang keliru. Kepalaku bakal terisi peluru bedil jika masih saja dekat denganmu. Dari kecil aku paling takut dengan hal yang berhubungan dengan angkatan. Selama sebulan, aku tak berani menyambangimu. Melihatmu saja aku segan.