“Iya kan!”, lanjutmu.
“Enggak!”
“Lalu? Kenapa kamu nggak mau mengantarku sampai rumah?”
“Gimana mau sampai rumah, masak aku harus mengantar bidadari ke khayangan!”
“GOMBALLLLL!”
“Anis kira Enggar beda dengan cowok sekolah lainnya. Sama aja!”
Kita tertawa bersama. Namun, segera kau tutup dengan tangan kananmu. Aku merasa menang telak, misiku berhasil tanpa cacat, dia tak marah, bahkan menemaniku tertawa.
Mulai dari itu kita kian akrab. Sehingga aku tahu keadaan keluargamu. Ayahmu seorang angkatan TNI yang sering pindah tempat. Dan kontrak di desa ini hanyalah empat bulan. Cukup singkat untuk menjabarkan cintaku yang abstrak dan absurd ini.
3
Dan sudah dua belas purnama aku habiskan. Aku sudah lulus SMA, Nis. Bagaimana denganmu. Sebenarnya kau ingin kususul, tapi terlalu bodoh aku untuk menjawab balasan batinku, memangnya siapa yang tahu tempat tinggalmu sekarang. Di desakah, atau di kota. Atau jangan-jangan desa seberang yang hanya berbatas bentangan Waduk Gajah Mungkur. Entahlah.
Seperti biasa, di sekolah kau hanya mengenal aku dan Pak Sarmin, pemilik kantin paling ujung dekat kelas kita.