Mohon tunggu...
Arif Rahman
Arif Rahman Mohon Tunggu... Wiraswasta - instagram : @studywithariffamily

Bekerja untuk program Educational Life. Penelitian saya selama beberapa tahun terakhir berpusat pada teknologi dan bisnis skala kecil. Creator Inc (Bentang Pustaka) dan Make Your Story Matter (Gramedia Pustaka) adalah buku yang mengupas soal marketing dan karir di era sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Konsep Panduan Pengajar untuk Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)

22 Agustus 2020   15:23 Diperbarui: 27 Agustus 2020   10:24 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ditujukan untuk tenaga pengajar (Guru/Instruktur/Dosen atau Kementrian terkait)

Sejak diumumkannya tanggap darurat Covid-19 di Indonesia Maret lalu, hampir semua sistem pembelajaran di sekolah dan kampus berpindah format, dari yang awalnya tatap muka di sekolah atau kampus secara langsung, menjadi online dari rumah masing-masing pelajar. Namun batapapun membutuhkan penyesuaian yang tidak mudah, namun dimaklumi karena alasan darurat. Apalagi ketika itu, proses pembelajaran baik disekolah maupun perkuliahan, menjelang akhir semester.

Berbagai konsep kurikulum dadakan pun dibuat secara mandiri oleh berbagai lembaga pendidikan, dan dimaklumi -lagi-lagi, karena alasan keterdesakan itu.

Namun setelah libur panjang dan memasuki tahun ajaran baru bulan Juli lalu, ternyata tidak banyak perubahan berarti dalam hal kebijakan maupun panduan dari pemerintah terkait ini. Maka yang kemudian terjadi, lembaga pendidikan baik sekolah maupun kampus-kampus, melanjutkan kurikulum pembelajaran dengan versi masing-masing lembaga. Ada yang memberikan toleransi pembelajaran "yang mahal ini" dengan berbagai kelonggaran, adapula yang masih tetap mencoba konsep pertemuan offline layaknya belum ada pendemi, namun dalam format online. Semua tergantung lembaga pendidikannya. Sekolah tempat anak saya belajar, bahkan tetap mempertahankan program extrakurikuler, orientasi siswa baru ataupun upacara bendara yang berdurasi berjam-jam lewat online.

Bagi sekolah diperkotaan dengan rata-rata siswa dari keluarga ekonomi mampu, relatif tak banyak terdengar komplain mengenai ini. Namun sebaliknya, terlebih masyarakat yang berada jauh dari perkotaan. Maka format pembejalaran versi sekolah, bisa jadi tak sesuai dengan kemampuan siswa atau orang tua dalam meresponnya. Dan di Indonesia, hanya sedikit kelas masyakat yang masuk dalam kategori mampu dan siap menjalani konsep belajar dengan versi apapun.

Sebagai akademisi, di kampus AKUBANK yang saya pimpin, juga melakukan hal sama, mendesain konsep pembelajaran online versi kita sendiri, namun kami berupaya semaksimal mungkin agar tidak memberatkan dosen maupun mahasiswa, namun transfer ilmu masih bisa berjalan semaksimal yang diharapkan. Mahasiswa kami yang pulang kampung, harus bisa mendapatkan ilmu sebagaimana teman-temannya yang ada di kota. Berbagai inisiatif kami dorong agar tercipta konsep pembelajaran yang mengakomodasi berbagai kebutuhan. Namun sekali lagi, ini berdasarkan versi kita sendiri.

Pertanyaan besarnya, kenapa pemerintah tidak memberikan panduan kurikulum yang efektif, sebagai dasar setiap lembaga pendidikan mengambil keputusan terkait pembejalaran online? Padahal, berbagai lembaga baik lokal maupun internasional sudah memprediksi bahwa kondisi pandemi akan berlangsung lama. Sehingga lembaga pendidikan, memiliki pegangan formal dari pemerintah terkait desain pembelajaran yang diterapkan.

Dengan mewajibkan proses belajar mengajar berjalan, namun tanpa ada panduan, maka setiap lembaga merancang konsep pembelajaran jarak jauh versi masing-masing, yang bukan tidak mungkin menjadi muara dari berbagai persoalan. Lembaga pendidikan, bisa-bisa saja secara bebas memaksakan sistem pembelajaran yang mereka anggap benar. Padahal, konsep belajar jarak jauh itu ada tekniknya, ada teorinya, ada padanannya agar berjalan efektif dan benar.

Dalam wawancara Mendikbud Nadiem Makarim di program Mata Najwa, ia menyampaikan hal ini sedang digarap, dan akan segera diluncurkan. Yang menurut saya sangat terlambat. Nadiem juga bersikeras bahwa pendidikan harus tetap berjalan, agar tidak bodoh satu generasi, ujarnya juga disejumlah kesempatan lain. Kita semua yakin, tetap belajar sekalipun di rumah adalah keniscayaan, tapi konsep belajar seperti apa? Itulah yang jadi pertanyaan.

Melalui artikel ini, saya coba membuat draft proposal untuk rekan-rekan guru, instruktur atau dosen, soal desain pembelajaran jarak jauh mengacu pada sistem pembelajaran yang berkembang di Finlandia. Ketika OEDC (Organisazion for Economic Cooperation and Development) mempublikasikan studi internasional mereka soal anak-anak berusia 15 tahun dalam hal kemampuan Keterampilan Membaca, Matematika dan Ilmiah yang mereka peroleh di dalam atau luar sekolah, (dikenal dengan nama PISA, Programme for International Student Assessment), menunjukkan bahwa Finalandia berada di urutan pertama pada tahun 2001. Bahkan di tahun-tahun berikutnya, semakin baik prestasi mereka dalam studi ini. Sistem pembelajaran yang mereka terapkan, sangat memungkinkan menjadi landasan pembelajaran jarak jauh, tanpa harus mengurangi kualitas belajar mengajar, bahkan bisa jadi, ini lebih baik. Beberapa hal yang bisa kita tinjau adalah kebijakan-kebijakan sebagai berikut :

Kecerdasan Alam

Tahun 2008, Richard Louv memuji bangsa Nordic karena mendorong penyelenggaraan pendidikan berbasis lingkungan. Proses ini dilakukan, dengan memindahkan pengalaman belajar di ruang kelas yang substansial ke alam atau komunitas sekitar. Louv bahkan punya teori nature deficit disorder (kurangnya bersentuhan dengan alam), karena adanya kesenjangan antara anak-anak dengan alam.

Bahkan di sebuah taman kanak-kanak hutan di sebuah kota di Finlandia, sekelompok anak berusia 5-6 tahun menghabiskan waktunya sekitar 4 jam di luar ruangan setiap hari (rata-rata). Menurut Louv, "penelitian menegaskan bahwa alam dapat sangat membantu anak belajar membangun kepercayaan diri mereka, mengurangi gejala gangguan hiperaktif akibat kurangnya perhatian, menenangkan anak, serta membantu mereka untuk fokus."

Dalam referensi yang berbeda, juga menyebutkan bahwa Alam bisa mengurangi bullying, penangkal obesitas serta memberi manfaat psikologis dan kesehatan fisik lainnya.

Louv juga menyampaikan, bahwa meningkatnya fungsi kognitif erat kaitannya dengan pembelajaran berbasis lingkungan. Namun waktu yang dihabiskan di alam untuk setiap siswa tentu saja berbeda-beda. Alam bisa sangat membantu, terutama bagi anak-anak yang tertekan oleh situasi yang ada di luar kendali mereka.

Lebih jauh lagi, John Dewey dalam bukunya yang berjudul The School and Sociey memiliki pandangan serupa. "Pengalaman (di luar sekolah) memiliki aspek geografis, artistik dan linguistik, ilmiah dan historis. Semua ilmu muncul dari berbagai aspek dari bumi yang satu dan kehidupan yang ada di atasnya." Ini diperkuat oleh Howard Gardner, profesor pendidikan di Universitas Harvard yang mengembangkan teori Multiple Intelligences, bahwa adanya kecerdasan jenis lain yakni Kecerdasan Alam.

Kesempatan belajar di luar sekolah saat ini, tidak melulu perlambatan kualitas belajar, justru bisa jadi, ini adalah titik tolak buat siswa belajar dengan maksimal. Tentu, harus disesuaikan dengan faktor lain, kondisi belajar di rumah yang nyaman, atau mengombinasikannya dengan belajar di lingkungan sekiranya yang menunjang, atau belajar dari taman di rumah jika tersedia, dan berbagai inisiatif lain yang sekiranya bisa menciptakan proses belajar yang baik. Bahkan dibeberapa daerah yang dinyatakan area hijau, bisa jadi satu atau dua siswa (belajar kelompok) secara bersama, belajar di taman kota. Tentu dengan protokol kesehatan, dan dengan panduan belajar yang sudah diberikan oleh guru.

Cara belajarnya bisa beragam, misal, meminta siswa untuk berkebun, menanam sayur di halaman rumah, atau menggunakan pot. Bisa juga dengan memelihara kecebong untuk dilihat siklus hidup katak, membuat rumah burung atau tempat makan untuk burung liar, atau hewan lain yang bisa diperoleh dengan mudah, untuk dilakukan observasi. Ini bisa menjadi proyek jangka panjang yang mungkin bisa dijalankan selama setengah semester misalnya.

Jumlah jam mengajar

Ketika kebijakan Sekolah dari rumah ditetapkan, masih ada sekolah yang menerapkan cara belajar jarak jauh, dengan jam belajar yang sama ketika tatap muka secara langsung. Di Finlandia, guru SD bekerja tidak lebih dari 6 jam setiap harinya. Jam 2 sore, mereka sudah pulang tanpa harus membawa pekerjaan dari sekolah untuk dikerjakan lembur di rumah. Proses belajar tatap mukanya pun, ada jeda istirahat 15 menit setiap 1 jam pelajaran. Sistem dengan jam belajar ini, membuat guru dan siswa sama-sama belajar mengajar dengan gembira, tidak ada tekanan dan justru menghasilkan transfer ilmu yang optimal.

Dalam wawancara detikcom dengan Prof Erno August Lehtinen dari Finlandia tahun 2016 lalu, mengabarkan bahwa sistem pembelajaran di negaranya paradoks dengan umumnya negara-negara lain. "Secara umum kalau sudah sekolah, waktunya tak terlalu lama. Kami harus memperhatikan kualitas pengajaran, bukan panjangnya jam belajar. Ada keseimbangan yang bagus adanya PR dan kegiatan anak muda dan pendidikan menengah atas, untuk menghasilkan tekanan dan stres yang lebih sedikit dan lebih kuat motivasi dan pengembangan belajarnya," ujarnya ketika menjawab pertanyaan soal anak-anak di Finlandia yang tak diizinkan sekolah sebelum berusia 7 tahun, jam pelajaran SD hanya 3-4 jam sehari, waktu istirahat mencapai 75 menit, jarang ada PR, tidak ada PR hingga tak ada UN sama sekali untuk 9 tahun pertama sekolah.

Konsep ini sebenarnya sudah sangat layak untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar secara offline, namun ketika dipindah ke online pun, sebenarnya relevan. Namun di Indonesia, secara offline, siswa bisa belajar 1-3 jam per mata pelajaran secara langsung, baru kemudian mendapat istirahat sebentar, untuk melanjutkan mata pelajaran berikutnya dengan durasi yang sama. Dalam sehari, siswa bisa belajar 3-5 mata pelajaran dengan durasi yang panjang. Bahkan ada sekolah yang menerapkan full day school, ini tentu saja semakin menyiksa. Ketika konsep pembelajaran yang panjang ini kemudian dipindah mentah-mentah ke online, maka semakin stres siswa maupun guru-gurunya. Wong belajar dalam durasi panjang secara offline saja sudah mumet, sekarang dengan durasi yang sama, dilakukan via online.

Ini sebabnya, penting bagi guru atau dosen, untuk mempertimbangkan hal ini. Saya pribadi, menetapkan agar dosen hanya mengajar 25 menit per sks untuk siswa secara online, yang semestinya dilakukan 45 menit per SKS. Tujuannya untuk memberikan ruang bagi siswa untuk menyerap ilmu seoptimal mungkin, sekalipun dengan durasi yang lebih sedikit, namun terserap secara maksimal, daripada semua ilmu yang disampaikan justru jadi 'angin lalu' karena lelah dengan durasi belajar yang panjang.

Dalam wawancara untuk sebuah blog pendidikan Mindshift, Daniel Levitin, profesor psikologi behavioral neuroscience (ilmu saraf tentang kebiasaan) percaya bahwa  memberikan otak waktu untuk beristirahat, melalui jeda yang teratur, akan mengarah pada produktifitas dan kreatifitas yang lebih besar. "Anak-anak (dalam hal ini siswa) seharusnya memiliki waktu untuk mengembangkan  spontanitas dan kreativitas. Bahkan otak dapat beristirahat secara alami melalui lamunan, yang dapat menyegarkan dan mengendurkan sirkuit saraf yang saling terikat manakala berkonsentrasi.

Berorientasi pada materi ajar utama

Finlandia melakukan perubahan di mana konsep pembelajaran yang cenderung teori dan hafalan (rote memorization) ke orientasi keterampilan yang lebih tinggi (high order thinking skills) -yang belakangan populer dengan istilah 21st century skills. Konsep yang dikedepankan Finlandia adalah "sedikit mengajar, belajar lebih banyak, tidak ada PR berlebihan, sedikit ujian dan siswa tidak ada yang tinggal kelas (karena konsep drill --mengulang-ulang pelajaran- ternyata tidak relevan dengan kualitas lulusan), dan pada akhirnya, berujung pada tidak adanya lagi program les tambahan di Finlandia. Di Indonesia, banyak yang berlomba-lomba memberikan les tambahan ke siswa, sekalipun sudah belajar full day di sekolahnya.

Di Finlandia, hanya 7% siswa yang cemas dengan sekolah, berbanding 52-53% di sejumlah negara maju, yang saya yakini di Indonesia, angkanya bisa lebih tinggi lagi.

Dengan adanya belajar dari rumah, adalah kesempatan untuk memperbaiki ini, di mana lembaga pendidikan hanya fokus berpusat pada pemberian materi ajar yang dinilai sesuai dengan pengembangan siswa atau tujuan karirnya. Pemberian materi ajar yang sifatnya penunjang, dapat dihentikan tanpa harus khawatir kualitas siswa mengalami penurunan, karena toh di Finlandia, terbukti sebaliknya. Pemberian tugas-tugas yang berlebihan tanpa interaksi yang memadai menjadi pemicu stresnya siswa yang belajar secara online. Hanya dengan pemberian materi ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa, adalah cara cepat untuk belajar dari rumah yang tetap fokus pada pengembangan keilmuan, pun keterampilan siswa dengan efektif.

Buku sekolah bukan pegangan, tapi salah satu sumber pembelajaran. 

Di Indonesia, sejak lama kita bergantung dengan buku pelajaran, bahkan terkadang, kita bertemu dengan guru atau dosen yang mewajibkan hanya 1 buku agar memudahkan proses pembelajaran. Di Finlandia, hal ini tidak berlaku, mereka bahkan membebaskan siswa mencari bahan ajar di internet. Kebijakan yang sudah berjalan lebih dari 20 tahun lalu ini, terbukti membawa siswa mereka justru semakin baik secara kualitas.

Kondisi pandemi yang memukul daya beli beli masyarakat kita, dan keharusan untuk belajar jarak jauh, adalah momen tepat untuk memindahkan sumber pembelajaran kita yang tergantung pada buku, ke banyak referensi yang sesuai dengan mata pelajaran. Guru atau dosen, bisa memberikan panduan referensi mana dan dari mana bisa memperolehnya, dan membiarkan siswa melakukan eksplorasi mandiri untuk keilmuannya.

School on the move

Ini adalah program untuk memicu siswa besikap aktif. Program ini relatif belum lama diterapkan di Finlandia, yakni pengembangan sistematis untuk meningkatkan kegiatan fisik siswa belajar. Di sekolah Helsinki, waktu istrirahat 15 menit yang pendek, diperpanjang menjadi 30 menit per hari. Perubahan ini agar siswa memiliki kegiatan fisik, bisa berupa yogalates, hoki lantai ataupun senam. Bahkan bisa juga, dengan memberikan tugas ke siswa yang harus dikerjakan sambil berdiri, atau mengganti kursi dengan bola-bola senam agar siswa terus bergerak. Mereka bisa merancang apa saja selama tetap membuat mereka semangat. Cara ini, justru membuat siswa kemudian aktif selama pelajaran. Hal ini juga ada akhirnya mendorong pengajar untuk mencari cara kreatif agar siswa dapat bergerak.

Konsep ini, sangat mungkin dilakukan oleh siswa selama belajar di rumah, mereka tinggal mendapatkan panduan bergerak yang sesuai arahan, dan dipraktekkan tanpa harus memberatkan mereka. Kegiatan ini bisa dilakukan setiap hari tanpa harus memakan kuota internet dalam jumlah besar. Siswa bisa belajar dengan panduan dari guru soal kegiatan fisik mereka, dan melaporkannya secara berkala melalui tabel kegiatan kerja misalnya, atau bentuk lainnya untuk mengukur apa yang sudah mereka kerjakan.

Rancang kurikulum bersama siswa

Di Indonesia dan kebanyakan negara, kurikulum belajar disusun oleh 1 pihak, yakni pengajar. Di Finlandia, konsep ini bisa didiskusikan dengan bersama siswa. Salah satu panduannya, bisa menggunakan strategi instruksional yang disebut dengan bagan TMT, dikembangkan oleh Donna Ogle tahun 1980. Konsep TMT secara sederhana berupa bagan 3 kolom, yang memberikan tampilan sebagai berikut :

  • Hal-hal yang saya tahu
  • Hal-hal yang mau saya ketahui
  • Hal-hal yang saya pelajari

Konsep ini membangun latar belakang pengetahuan dan membantu siswa melihat bagaimana mereka telah semakin dewasa secara pengetahuan. Jadi pengajar bisa membawa konsep materi ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa, dan membuat rancangan besar yang bisa ditranfer kepada semua siswa.

Guru sebagai pelatih

Ini alasan poin di atas, untuk menjadikan pengajar agar berperan layaknya pelatih, mereka tidak lagi mengajar semata sesuai dengan instruksi pembelajaran, namun memandau pembelajaran. Sebagaimana disampaikan pendidik oleh Connie Moss dan Susan Brookhart, "target pembelajaran berbeda dengan tujuan instruksional baik dalam rancangan maupun tujuan. Tujuan instruksional memandu instruksi dan kita menulisnya dari sudut pandang guru, tujuannya untuk menyatukan hasil dari serangkaian pelajaran yang terkait atau seluruh unit. Sementara tujuan pembelajaran, sesuai dengan namanya, memandu pembelajaran. Ini menjelaskan, dalam bahasa yang dipahami siswa, sekelumit informasi, keterampilan dan proses penalaran yang digunakan siswa untuk mencari pengetahun secara lebih mendalam. Kita menulis target pembelajaran dari sudut pandang siswa dan menyampaikannya dalam pelajaran yang bisa digunakan mereka untuk memandu pembelajaran mereka sendiri."

Ujian dan mendiskusikan nilai

Yang terakhir adalah ujian, didesain dengan penilian (sumatif) akhir dari suatu unit pembelajaran sebagai pembuktian siswa akan proses pembelajaran mereka. Yang menarik, konsep evaluasi sumatif dirancang agar siswa kritis dan bisa mendemonstrasikan tingkat pengertian dan pengetahuan mereka dalam suatu tes. Berikut adalah contoh tes yang bisa ditiru untuk pengajar di Indonesia :

  • Fisika, jelaskan prinsip "energi potensial". Dalam penjelasanmu, gunakan istilah Gerak Lurus Beraturan (GLB). Tulis kalimat dan buat diagram dengan mendukung penjelasanmu.
  • Geografi, apa perbedaan iklim di negara Asia dan Eropa? Jelaskan dengan detil, dan berikan data pendukung jika diperlukan.
  • Sejarah. Mengapa Bung Karno diculik ke Rengas Dengklok, berikan pendapatmu soal penculikan ini, dan jika tidak setuju, apa yang semestinya dilakukan pemuda ketika itu?
  • Kimia. Apakah pasta gigi masuk asam atau basa, jelaskan soal keduanya, dan seandainya kamu ilmuan, inovasi apa yang bisa kamu lakukan dari informasi ini?

Bukan hanya rancangan kurikulum yang bisa didiskusikan, nilai pun sama. Siswa bisa diberikan kesempatan untuk menilai diri mereka sendiri. Di sekolah menengah Vantaa Martinlaakso misalnya, menerapkan konsep ini. Setiap 6-7 minggu sekali (periode penilaian sekolah di Finlandia secara umum), siswanya akan bertemu dengan pengajar secara individual dalam satu konfrensi singkat selama 5-10 menit, di mana mereka menyepakati nilai akhir bersama. Metode tradisional yang dulunya hanya menjadi prerogatif pengajar, kini bisa didiskusikan dengan siswa, di mana mereka diminta mengajukan nilai sendiri, baru kemudian didiskusikan.

Cara ini, tidak hanya mengkomunikasikan nilai siswa secara transparan dan mempererat hubungan antar guru dan murid, namun juga mengajak siswa merefleksikan pembelajaran mereka sendiri.

Lalu apa yang bisa kita pelajari dari ini?

Materi pembelajaran difokuskan pada mata pelajaran atau mata kuliah utama, yang fokus pada pengembangan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dengan jenjang dan jurusan siswa. Pembelajaran setiap hari, dapat dikombinasikan antara antara kegiatan fisik dan pembelajaran yang sesuai kurikulum yang sudah didesain oleh pengajar dan siswa. Durasi belajar setiap hari, tidak lebih dari 6 jam, bahkan 4 jam maksimal sudah lebih dari cukup. Tatap muka online bisa diminimalisir dengan pertemuan singkat selama awal dan akhir minggu saja, di mana pada awal minggu pengajar memberikan instruksinya, di akhir minggu mengevaluasi secara periodik. Hal-hal yang tidak terjawab, barulah dibahas dalam kelas tatap muka online, yang itupun, tidak harus dilakukan dalam durasi panjang.

Kegiatan sekolah setiap harinya, bisa dilakukan dengan kombinasi kegiatan fisik, riset-riset kecil yang bisa mereka lakukan sesuai instruksi pengajar, serta pemberian modul-modul pembelajaran untuk di eksplorasi. Sumber pembelajaran bisa dari berbagai referensi, tidak harus buku sekolah. Kegiatan extrakurikuler ataupun OSIS, bisa ditinjau seberapa pentingnya untuk diadakan, karena sejumlah kegiatan yang di rancang, bisa saja dikombinasikan satu sama lain dengan mata pelajaran yang ada.

Tentu artikel ini terlalu sederhana sebagai rujukan, namun penulis mengharapkan, tulisan ini bisa jadi draft awal untuk dikembangkan lebih lanjut, dan menjadi acuan bagi guru, instruktur atau dosen dalam merancang program pembelajaran kepada siswa-siswinya. Jika dilakukan dengan tepat, saya cukup percaya, bahwa sistem pembelajaran jarak jauh pun, dapat menjadi media transfer ilmu yang tak kalah hebatnya dengan tatap muka secara langsung.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun