Terucap Lalu Terlupa, Siapa Kira
Padahal semilirnya suara masih kentara
Belum hilang
Ingatan masih terjaga
Pergantian hari pun belum
Tiba-tiba saja
Terucap sangat
Diulang-ulang biar ingat
Seperti jumlah rakaat, kadang tiga kadang empat
Tepuk tangan dari bilik sebelah
Tabir kain tak pernah basah
Menyadarkan lamunan
Ragu-ragu pada hitungan
Saat ditanya, "Kau tadi sedang mengucapkan apa?"
Tentu saja jawabnya pasti persis sama
Namanya juga baru saja
Tapi mengapa lupa?
Di hati tak mengena
Di rasa tak memberi warna
Pertahanan jebol disengaja
Kemudian berbisik lirih dalam dada, "Sebaiknya dilupa. Sungguh tak berguna. Atau cari yang lain, siapa tau lebih bisa."
"Mengapa aku dilupakan?" kata seorang teman. "Padahal dahulu kita sudah sepakat. Bekerjasama dalam paket lengkap."
Ia sebenarnya telah lupa pada siapa pertanyaan itu disampaikan, ia juga telah lupa pada siapa ia berkawan.
Tak peduli semilir lagi. Tak peduli hari berganti. Kadang setelah menganga mulut memberi aba-aba, bisa saja ia tak ingat kata-kata yang meluncur dari mulutnya.
Sebabnya adalah pembicara dan pendengarnya sama-sama lebih menyukai lupa pada janji manisnya.
Dari paras, bentuk badan, demikian juga kelakuan. Tak ada beda, penghianat, setia, atau orang yang paling suka melupakan jasa-jasa.
Siapa kira....
Tb, 17 Maret 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H