"Oh kaki seribu itu mainanku sejak kecil," katanya. Â "Sungguh tai berbahaya. Gampang mengusirnya. Ambil bilah. ia akan melingkar, siap dipegang dan dilempar."
Begitukah?
Dan benar! Kaki seribu datang di antara dua kakinya. Saat jongkok, begitu dekat dengan bokong dan kemaluannya. Bergerak-gerak mendekat. Ia berteriak, bulu kuduknya beranjak.
Mau pipis, mau berak!
Bagaimana bisa? Katanya sudah terbiasa, tapi ini benar-benar gila.
Kaki seribunya sebesar jempol orang dewasa. Bagaimana coba?
Pejalan tau, kaki seribu yang ini akan menyakiti. Pipisnya membuat nyeri berhari-hari. Bengkaknya bertahan lama. Meriang! Tentu saja.
Tak cukup sampai di situ. Waktu sedang melakukan pembuktian. Hutan masih penasaran. Pejalan mula bimbang, kembali atau diteruskan.
Ia orang yang pertama kali masuk hutan. Sudah mula ketakutan. Kini berjalan di tengah-tengah. Di antara pejalan lainnya. Sebentar menoleh ke belakang, sebentar menoleh ke depan.
Saat istirahat, pejalan mengambil botol air mineral. Ia mengambil parang, menebas akar berjuntai untuk dijadikan minuman. Pengamatan dari tontonan.
Sudah diperingatkan, ia tidak pedulikan. Hutan marah lewat akar dengaj air berlimpah. Seteguk, dua teguk, segar!
Dan kepala mulai pusing, keracunan. Muntah-muntah! Tak membuatnya menyerah. Setelah diberi penawar, sehat kembali. Kejadian ini tidak dipelajari.