Pejalan meminta perhatian. Tetap tidak dihiraukan. Dasar kemalan teori ya begini, gerutu pejalan.
Kali ini benar-benar dibiarkan!
Semakin lama ia sekain lelah, tenaga terkuras. Hutan masih jauh dari tujuan. Pejalan sudah jadi kebiasaan. Berkeringat pun bukan karena kelelahan.
Satu langkah, dua langkah, akhirnya seratus langkah. Ia tertinggal. Jauh di belakang. Kebingungan! Ingin melanjutkan tenaga tinggal denyutan. Ingin bertahan kalau-kalau ada ular menghadang.
Apa yang harus ia lalukan? Penyesalan telah menganggap tahu hutan. Ia belum pernah memasukinya, apalagi belantara. Hanya berbekal gawai, sudah berani memberi aba-aba. Berlagak bisa. Seolah palinh tau segala. Dan akibatnya?
Hutan sedang marah kepadanya....
Kau dan aku. Kita sedang berada di dalam belantara. Kadang lebatnya hutan hanya indah dari kejauhan. Tak sadar sekian banyak binatang buasa siap menerkam. Memberikan ketakutan. Siap menyesatkan. Dengan segala penderitaan.
Ia yang pertama kali masuk hutan. Kita yang pertama kali merasa memiliki pengetahuan. Seolah semua ada di dalam kepala. Seolah semua terbukti manjur mengobati. Rempah-rempah dibelangah. Disuguhkan seperti kopi. Dengan embel-embel ini maha teruji!
Benarkah?
Bukankah dari balik mata kepercayaan, ternyata lebih sebar kekhawatiran?
Jika terjadi pada diri sendiri
Jika masalah itu menimpa diri
Sanggupkah kita menasihati,
Untuk diri sendiri?