Malam itu kami benar-benar panen ikan lele. Begitu umpan dilempar tak menunggu lama segera di sambar ikan. Mau tidak mau senter yang ada di kepala sering dinyalakan untuk melepaskan ikan dari pancing.
Pada saat pertama kali datang ke spot itu memang kondisi sekitar sudah kami periksa dengan teliti. Siapa tau ada ular melingkar di antara dahan dan ranting. Nyatanya aman, tidak ada tanda ular di sekitaran kami.
Mungkin karena terlalu seringnya senter menyala, ular yang berada agak jauh dari tempat kami mendekat.
Senter yang menempel di dahi otomatis akan bergerak ke mana saja mata memandang. Kadang ke atas, kadang ke bawah, yang jelas ke segala arah.
Waktu itu tidak ada gemerisik gerakan ular. Bisa jadi karena tertutup oleh derasnya suara arus sungai, suara ular mendekat tak terdengar.
Saat asyik-asyiknya memasang umpan dan menarik ikan, tiba-tiba ada sekelebatan hitam lewat di depan wajahku.
Tentu saja aku terperanjat dan berdiri. Begitu aku berdiri, ponakanku bertanya, "Kita pindahkah?" Sambil dia yang masih jongkok menyalakan senter di kepalanya.
Tiba-tiba, aku belihat sangat jelas ada ular yang melintas di depan wajahnya. Terang saja aku berteriak, "Ular! Ada ular!" Sambil melangkah mundur.
Ponakanku paham, jika ada ular berarti itu ular weling. Tanpa dikomando, segera senter dimatikan. Dia pun berdiri. Minimal menjauhi jangkauan ular jika ia ingin menyambar.
Karena senter dimatikan, pasti suasana menjadi gelap gulita. Dengan suara pelan ponokanku bertanya, "Gimana?" Kami benar-benar mematung, tak berani melakukan gerakan. Takut kalau bergerak malah dianggap mengancam keselamatan ular. Akhirnya ular akan menggigit apa pun yang terlihat bergerak.
Suasana saat itu benar-benar mencekam. Ponakanku yang lain berada agak jauh dari kami berdua. Mendengar suara ribut-ribut, ia pun mendelat. Sama persis, senter juga di kepalanya.