Pada saat jonggkok berbenah, pada saat itu posisi saya sedang menghadap sungai. Secara tidak sengaja mata saya melirik ke sebelah kanan saya.
Kaget dan penasaran mengapa ada akar besar di dekat kaki saya. Jika akar itu sudah ada sejak semula, harusnya tadi sempat terduduki oleh saya. Hitam legam, mengkilat!
Tidak ada akar hitam mengkilat, pikir saya. Pelan-pelan saya perhatikan ke mana ujung akar itu. Ternyata akarnya naik ke dahan kayu di belakang saya bagian atas.
Bulu kuduk saat itu sudah berdiri. Ini pasti ular! Keyakinan itu memuncak begitu saya berdiri dan membalikkan badan. Begitu saya berdiri, ular itu pun berdiri tepat di hadapan wajah saya.
Di belakang saya sungai. Di depan ada ular berdiri tetap di depan wajah. Lidahnya menjulur-julur. Lidah bercabang dua, merah tua. Kepalanya mekar. Ini pasti king kobra!
"Waduh, mati aku," pikirku.
Badan dan ekornya tepat di dahan di atas kepala. Jadi tinggal ayunkan kepala saja sudah pasti bisa menjangkau wajah saya, bahkan lebih tentu saja.
Kepala ular melebar selebar piring makan. Badannya sebesar kira-kira sebotol air mineral 1 literan. Benar-benar besar! Di lehernya ada tanda hitam di bagian kiri dan kanannya. Matanya tajam menatap tak bergeming ke arah saya. Sementara lidahnya keluar masuk dari mulutnya.
Dalam keadaan tertegun dan kagum saya tak bergerak sama sekali. Kami saling tatap beberapa saat. Pada saat genting begitu, tidak ada lagi rasa takut. Yang ada hanya tertegun dan tak tau berbuat apa.
Beberapa saat setelah saya menyadari bahaya mengancam maka refleks dengan suara mulut mengusirnya.
"Husssssst!" kata saya.