Berpindah dari satu lapak ke lapak lainnya tetap saja ditolak memberikan komentar dan arahan. Saya diminta untuk nonton main domino saja. Kan lucu!
Di tempat domino tak boleh main. Di tempat catur dilarang mendekat. Kemana lagi coba?!
Karena mangkel akhirnya mau tidak mau, empat papan carut saya ambil. Semuanya saya suruh main dengan saya. Jadi saya menghadapi empat meja, sementara mereka yang bisa main catur saya persilakan berkelompok untuk melawan saya. Deal!
Permainan pun di mulai. Pendek cerita, saya berpindah dari satu meja ke meja catur lainnya. Tanpa butuh waktu lama, satu persatu permainan terkalahkan. Setelah semua kalah, saya minta permainan dilanjutkan ke babak berikutnya. Semuanya keok. Dan papan catur pun ditutup. Tak seorang pun mau main lagi.
Kan, akhirnya saya merasa bersalah, coba tidak ada saya pasti semalam suntuk permainan catur bisa mereka mainkan. Dan keseruan pasti mereka nikmati.
Setelah satu persatu dari mereka berpindah mengerubungi pemain domino, maka saya buat pengumuman, "Silakan main catur seperti sebelum saya datang tadi. Tenang saja, saya tak akan ganggu."
Tampak berseri wajah mereka, bisa main catur lagi dengan lawannya masing-masing. Saya pun akhirnya duduk di atas kursi sambil nonton tv. Ya gimana lagi coba? Main domino nggak boleh, main catur gak boleh. Tamatlah riwayat saya!!
Sambil nonton tv saya mikir, apakah seperti ini ya politik di negeri ini? Harusnya yang hebat bisa menang jika boleh bermain. Sayangnya peraturan tak mengizinkan. Akhirnya tetap jadi penonton seperti saya. Kalau jadi penonton kapan bisa menangnya.
Biar pun saya hebat dan terhebat di kampung ini, kalau gak boleh main, sama aja boong dong. Hiks hiks hiks....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H