Sampai suatu ketika, anak perempuan guru selalu sakit bila malam tiba. Panas tubuhnya naik. Sering kejang-kejang. Pada saat petugas puksesmas datang dan diperiksa, katanya kena demam flu. Maka diberikanlah obat flu sirup.
Lucunya begitu dokter puskesmas datang anak itu diam dan seperti sakit biasa. Namun pada saat dokternya pulang, kejang-kejang dan meranyaunya kumat. Kami semua tak menyangka kalau anak itu kerasukan.
Biar pun awam soal mahluk halus, saya termasuk mampu membedakan mana anak yang kerasukan dan yang sakit betulan.
Jari kaki orang yang kerasukan biasanya 'mungker' dan kaku. Jika tidak berarti jika pun dianggap kerasukan maka kerasukannya pura-pura, hanya untuk menarik perhatian saja.
Maka dikisahkan anak perempuan guru tersebut apabila mandi sore hari selalu melihat kakek-kakek duduk di atas menara tong air. Kata si anak, kakek itu selalu melambai-lambaikan tangan dan tersenyum ke arahnya.
Kata orangtuanya, jika sehabis bercerita begitu maka malam harinya pasti anak tersebut kejang-kejang.
Beberapa orang pinter pernah dimintai air untuk diminum dan dimandikan ke anak itu. Tak satu pun yang berhasil.
Kejadian ini berlangsung bertahun-tahun, kata orangtuanya. Lucunya tak ada siswa yang ikut menginap di sekolah itu melihat kakek tersebut. Orangtua mereka juga tak pernah melihat.
Pada suatu ketika, karena lembur menyelesaikan stensilan soal ulangan semesteran guru dan TU bekerja di ruang kantor. Saat itu cetak dan fotokopi belum ada. Hanya mesin stensil manual perlembar. Jadi agar tepat waktu ulangannya terpaksa dilembur cetak setensilannya.
Menjelang pagi, katanya sekitar pukul tiga dini hari tiga orang yang tersisa dalam ruang kantor itu mendengar suara kursi terbanting. Maklum, karena hanya menggunakan lampu minyak. Sekeliling kantor gelap. Hanya ruang yang digunakan rada terang.
Mereka saling pandang. Jangan-jangan ada kucing hutan. Saat itu hampir tidak pernah terlihat ada kucing liar (kampung) berkeliaran. Maka saling tunjuk untuk memeriksa. Rupa-rupanya masing-masing merasa takut.