Ternyata kecurigaanku benar, dan masuk akal sekarang. Ada orang lain yang begitu ia kagumi. Dan orang itu telah menggantikanku.
Tak mengapa memang jika sudah bosan. Ada kalanya tertarik, suka , senang, lalu cinta karena sebuah karya. Tak ada yang abadi di dunia ini.
Di atas langit masih ada langit. Beruntunglah dirinya telah mengenal langit yang lebih tinggi dan tertarik serta kagum dengannya. Apalah aku! Hanya seonggok awan hitam. Pasti akan lenyap begitu hujan datang.
Biarlah aku berkaca lagi, mungkin benar aku hanyalah dermaga tempat singgah sementara. Dipuja dalam waktu diperlukan saja. Dan akan ditinggalkan dengan sampah berserakan untuk berlabuh ke dermaga lainnya.
Dalam hati kecil, aku akan terus berusaha memperbaiki diri. Belajar dan belajar lagi. Bukan karena ia telah meninggalkanku. Tapi karena memang aku harus update pengetahuan dan keterampilan berpuisiku.
Tak ada dendam sama sekali. Walau sakit tetap membasahi hati seperti hujan dan petir menyambar-nyambar, padam lampu setelahnya. Tanpa ia memang gelap gulita.
Namun aku yakin suatu saat akan ada orang yang tertarik dengan perubahan yang aku lakukan. Ia atau siapa saja. Aku tak berharap ada yang memuja kemudian dengan terus terang mengatakan, "Ia telah membuat kekagumanku tak ada habis-habisnya...."
Biarkan perbaikan ini demi diriku sendiri. Demi kelangsungan karya puisi yang aku sukai. Hidup dengan puisi seperti sambel dalam nikmatnya makan siang hari ini. Apa pun yang aku makan, karena memang aku menyukainya.
Dan sakitnya itu di sini. Air mata pun menetes tak terasa. Begitu hinakah aku karena puisiku tak menarik lagi, atau karena memang ia telah bosan. Sehingga sebaik dan semenarik apa pum karya puisiku hanyalah angin lalu. Angin baru telah menggantikannya. Hiks hiks hiks....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H