5. Periode pertama Presiden Jokowi dari tahun 2015--2019 kemiskinan turun 1,80 % atau rata-rata 0,36 per tahun.
Data 20 tahun terakhir dari tahun 2000 sampai dengan 2019 persentase kemiskinan dari 19,14 % menjadi 9,42 % artinya selama 20 tahun kemiskinan turun 9,72 %, sehingga rata-rata penurunan kemiskinan tiap tahunnya hanya 0,49 %.
Implementasi UU Nomor 23 Tahun 2011 untuk Mengentaskan Kemiskinan hingga kini masih belum optimal. Dalam Pasal 1 ayat (1) UU tersebut mendefinisikan kemiskinan. Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.
Pasal 1 ayat (2) Perintah Pemenuhan Kebutuhan Dasar, Penanganan fakir miskin adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, dan ayat (2) menjelaskan kebutuhan dasar adalah kebutuhan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan/atau pelayanan sosial.
Pasal 6 Sasaran Penanganan Fakir Miskin adalah, perorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat.
buruh yang mestinya merupakan sasaran penanganan fakir miskin ironisnya justru kurang atau sama sekali tidak tersentuh program pengentasan kemiskinan dan program jaring pengaman sosial lainnya.
Nasib buruh sejak berstatus lajang dengan masa kerja nol tahun hingga kepalanya dipenuhi dengan uban tetap saja terpuruk dan menjadi tumbal pertumbuhan ekonomi.
Sederet dusta pembangunan sudah sangat akrab di mata dan telinga buruh. Berbagai program pembangunan yang bersifat populis bahkan jarang sekali menyentuh kehidupan kaum buruh. Seperti program beras miskin atau raskin. Begitu juga dengan program populis lainnya seperti program keluarga harapan (PKM) dan program kredit usaha rakyat (KUR).
Selain itu juga program-program seperti transportasi massal dan program lain yang didanai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK).Mestinya pemerintah pusat dan daerah tidak lagi memunculkan dusta pembangunan terhadap kaum buruh. Pemerintah harusnya berpikir keras untuk meringankan beban kaum buruh agar upah buruh tidak semakin tergerus habis untuk kebutuhan kesehatan, transportasi, biaya perumahan dan biaya pendidikan.
Selama ini ada dana alokasi khusus sektor perhubungan kepada pemerintah daerah. Namun hal itu peruntukannya tidak efektif dan salah sasaran. Sebaiknya alokasi semacam itu diberikan untuk pelayanan transportasi kaum buruh. Oleh karena itu pelayanan angkutan buruh perlu segera dipadukan dengan menyempurnakan pelayanan transportasi massal. Hal ini sesuai dengan amanah pasal 158 ayat 1 UU 22/2009 bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menyelenggarakan angkutan massal berbasis jalan.
Untuk mewujudkan stimulus transportasi buruh adalah mengalihkan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk transportasi perkotaan dalam konteks sistem transit untuk membantu melayani kaum buruh secara gratis. Selama ini kaum buruh cukup menderita karena tinggal berdesak-desakan dalam kamar kontrakan yang kumuh selepas mereka bekerja keras. Hingga kini mereka sulit mendapatkan akses untuk mendapatkan rumah yang layak huni.
Melihat kondisi ini perlu pengadaan rumah bagi para pekerja dalam jumlah yang cukup dengan skema pembiayaan yang bisa digapai. Harapan para pekerja berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah harus segera diwujudkan dalam waktu yang tidak terlalu lama.