[caption id="attachment_368262" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi: Masih ada anggapan 'belum membawa uang jika membawa kartu', masyarakat tetap membawa uang tunai meskipun berbagai alat pembayaran non tunai sudah memenuhi dompetnya (koleksi pribadi)"]
Bank Indonesia, for one, has adopted the “less-cash” mantra in its publications as the central bank of Indonesia. With almost 250 million people and a card penetration rate of less than 15%, even small movements to electronic payments will benefit Indonesia in terms of efficiency and cost reductions in supporting the payment infrastructure.
(dikutip sebagaimana aslinya dalam The Evolution of Cash, an Investigative Study, Juli 2014)
Potret menarik tentang pelaksanaan LCS bisa kita lihat di Swedia. Di negara yang pernah diklaim sebagai negara yang paling non-tunai sedunia ini, empat dari lima transaksi dilakukan secara elektronik. Tony Prasentiantono (Ekonom UGM) dalam analisis ekonominya yang pernah dimuat di Harian Kompas (23/2/2015) menyebutkan bahwa rata-rata penduduk negara di Skandinavia tersebut melakukan 260 transaksi elektronik per orang per tahun. Hampir setiap transaksi, mulai dari membeli majalah, naik bus, parkir kendaraan, hingga menyumbang ke tempat ibadah bisa dilakukan secara non tunai. Sehingga diprediksikan pada 2030 Swedia akan tuntas menerapkan less cash society.
Sementara itu, menurut beberapa sumber yang lain, sampai dengan 2014 Belgia menjadi juara dalam penerapan transaksi non tunai. Di negara yang terkenal dengan coklatnya tersebut, 93 persen transaksi sudah dilakukan secara non tunai (atau hanya 7 persen transaksi yang dilakukan secara tunai!). Rasio pengguna kartu debet sudah 86 persen dibanding seluruh populasinya, meskipun penduduknya hanya 11,2 juta jiwa. [caption id="attachment_368264" align="aligncenter" width="505" caption="Negara dengan transaksi non tunai tertinggi (katadata.co.id)"]
Di Indonesia sendiri meskipun dari masa ke masa volume dan nilai transaksi non tunai terus meningkat, perkembangannya dianggap masih rendah. Bahkan di antara beberapa negara ASEAN lainnya, persentase transaksi ritel Indonesia masih ‘sangat tunai’ dibanding Thailand, Malaysia, apalagi Singapura.
[caption id="attachment_368267" align="aligncenter" width="560" caption="Persentase transaksi ritel tunai di beberapa negara ASEAN (sumber: McKinsey & Company, Asia Pacific Payments Trend, Global Payment Summit 2013, dikutip dari paparan BI tentang Less Cash Society)"]
Peluang meningkatkan transaksi non-tunai
Belajar dari negara-negara yang telah sukses menerapkan LCS, mereka juga tidak sebentar dalam menjalani proses penerapannya. Tak sedikit pula mereka telah melalui berbagai pasang surut dan menghadapi tantangan yang bervariasi. Perlu diketahui bahwa Belgia sudah sejak 1990-an telah mulai aktif dalam menerapkan transaksi non tunai (berdasarkan cerita Prof. Dr. Leo van Hove dari Vrije Universiteit Brussel dalam seminar internasional yang diselenggarakan BI pada Juni 2006). Swedia selama bertahun-tahun bekerja ekstra keras dengan mengembangkan beragam instrumen pembayaran non tunai dan layanan perbankan untuk ponsel pintar (smartphone).
Kembali tentang transaksi non tunai di Indonesia, sebenarnya dari data yang dirangkum oleh BI, transaksi non-tunai yang terjadi di Indonesia mengalami kenaikan, baik secara volume maupun nominalnya. Kenaikan tersebut terutama dari kontribusi penggunaan kartu ATM yang juga berfungsi sebagai kartu debet. Sampai dengan akhir 2014, volume transaksi yang menggunakan kartu ATM+debet telah menembus angka 4 miliar transaksi dengan nominal sekitar Rp 4.445 triliun! Jauh meninggalkan volume transaksi kartu kredit yang baru mencapai 254,32 juta transaksi dengan nominal Rp 255 triliun.