Mohon tunggu...
Arif L Hakim
Arif L Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - digital media dan manusia

digital media dan manusia

Selanjutnya

Tutup

Money

Berani dan Mantapkan Diri Menerapkan Less Cash Society

29 Mei 2015   08:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:29 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_368262" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi: Masih ada anggapan 'belum membawa uang jika membawa kartu', masyarakat tetap membawa uang tunai meskipun berbagai alat pembayaran non tunai sudah memenuhi dompetnya (koleksi pribadi)"]

14328620471237092749
14328620471237092749
[/caption] Melihat fenomena tersebut, Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas pengatur dan pengawas sistem pembayaran di Indonesia bukan hanya diam saja selama ini. BI berkali-kali mencoba melakukan berbagai pendekatan agar masyarakat semakin aktif menggunakan beragam instrumen pembayaran non tunai. Pembuktiannya di antaranya melalui kerjasama dengan beberapa instansi pemerintah dalam melaksanakan kebijakannya untuk masyarakat, seperti dengan Kementerian Sosial untuk bantuan BSM dan PKH, hingga Pemerintah Provinsi DKI untuk tiket Transjakarta dan retribusi parkir. Program-program tersebut dilakukan setelah BI memantapkan pencanangan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)  yang ditandai dengan penandatanganan MoU dan deklarasi GNNT pada 14 Agustus 2014. Meskipun belum terasa menggema kencang, sounding yang dilakukan BI tentang LCS pernah terselip dalam publikasi Australian Payments Clearing Association setahun yang lalu;

 

Bank Indonesia, for one, has adopted the “less-cash” mantra in its publications as the central bank of Indonesia. With almost 250 million people and a card penetration rate of less than 15%, even small movements to electronic payments will benefit Indonesia in terms of efficiency and cost reductions in supporting the payment infrastructure.
(dikutip sebagaimana aslinya dalam The Evolution of Cash, an Investigative Study, Juli 2014)

Potret menarik tentang pelaksanaan LCS bisa kita lihat di Swedia. Di negara yang pernah diklaim sebagai negara yang paling non-tunai sedunia ini, empat dari lima transaksi dilakukan secara elektronik. Tony Prasentiantono (Ekonom UGM) dalam analisis ekonominya yang pernah dimuat di Harian Kompas (23/2/2015) menyebutkan bahwa rata-rata penduduk negara di Skandinavia tersebut melakukan 260 transaksi elektronik per orang per tahun. Hampir setiap transaksi, mulai dari membeli majalah, naik bus, parkir kendaraan, hingga menyumbang ke tempat ibadah bisa dilakukan secara non tunai. Sehingga diprediksikan pada 2030 Swedia akan tuntas menerapkan less cash society.

Sementara itu, menurut beberapa sumber yang lain, sampai dengan 2014 Belgia menjadi juara dalam penerapan transaksi non tunai. Di negara yang terkenal dengan coklatnya tersebut, 93 persen transaksi sudah dilakukan secara non tunai (atau hanya 7 persen transaksi yang dilakukan secara tunai!). Rasio pengguna kartu debet sudah 86 persen dibanding seluruh populasinya, meskipun penduduknya hanya 11,2 juta jiwa. [caption id="attachment_368264" align="aligncenter" width="505" caption="Negara dengan transaksi non tunai tertinggi (katadata.co.id)"]

14328622721060024422
14328622721060024422
[/caption]

 

Di Indonesia sendiri meskipun dari masa ke masa volume dan nilai transaksi non tunai terus meningkat, perkembangannya dianggap masih rendah. Bahkan di antara beberapa negara ASEAN lainnya, persentase transaksi ritel Indonesia masih ‘sangat tunai’ dibanding Thailand, Malaysia, apalagi Singapura.

 

[caption id="attachment_368267" align="aligncenter" width="560" caption="Persentase transaksi ritel tunai di beberapa negara ASEAN (sumber: McKinsey & Company, Asia Pacific Payments Trend, Global Payment Summit 2013, dikutip dari paparan BI tentang Less Cash Society)"]

1432862388621769530
1432862388621769530
[/caption] Mengapa transaksi non tunai relatif masih kurang digemari? Selain beberapa alasan yang sudah saya kemukakan di paragraf-paragraf awal tulisan ini, kita bisa kembali menengok negara yang sukses menerapkan LCS, di Swedia pun beberapa tantangan tak luput untuk dihadapi. Sebuah artikel di The Guardian menyebutkan bahwa di balik kesuksesan Swedia dalam menerapkan kebijakan LCS, masih ada kelompok yang masih belum bisa sepenuhnya bertransaksi secara non tunai. Mereka diantaranya adalah para lansia dan orang-orang yang masih khawatir atas terjadinya fraud sistem keuangan. Bahkan ada beberapa kalangan yang dengan lantang menyebut bahwa memegang uang tunai adalah bagian dari hak asasi manusia, serta merupakan wujud kebanggaan terhadap negaranya, karena mata uang yang tertera di uang tunai merupakan identitas yang tidak ditemukan di negara lain.

Peluang meningkatkan transaksi non-tunai

Belajar dari negara-negara yang telah sukses menerapkan LCS, mereka juga tidak sebentar dalam menjalani proses penerapannya. Tak sedikit pula mereka telah melalui berbagai pasang surut dan menghadapi tantangan yang bervariasi. Perlu diketahui bahwa Belgia sudah sejak 1990-an telah mulai aktif dalam menerapkan transaksi non tunai (berdasarkan cerita Prof. Dr. Leo van Hove dari Vrije Universiteit Brussel dalam seminar internasional yang diselenggarakan BI pada Juni 2006). Swedia selama bertahun-tahun bekerja ekstra keras dengan mengembangkan beragam instrumen pembayaran non tunai dan layanan perbankan untuk ponsel pintar (smartphone).

Kembali tentang transaksi non tunai di Indonesia, sebenarnya dari data yang dirangkum oleh BI, transaksi non-tunai yang terjadi di Indonesia mengalami kenaikan, baik secara volume maupun nominalnya. Kenaikan tersebut terutama dari kontribusi penggunaan kartu ATM yang juga berfungsi sebagai kartu debet. Sampai dengan akhir 2014, volume transaksi yang menggunakan kartu ATM+debet telah menembus angka 4 miliar transaksi dengan nominal sekitar Rp 4.445 triliun! Jauh meninggalkan volume transaksi kartu kredit yang baru mencapai 254,32 juta transaksi dengan nominal Rp 255 triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun