Salah satu bukti kongkrit itu adalah setiap tempat tinggal mereka harus menjadi tempat yang ramah untuk dijadikan anak-anak kecil maupun remaja untuk membaca buku. Tempat yang ramah untuk berdiskusi dan bermusyawarah. Meminimalkan mereka untuk bermain game dari HP dan hal-hal yang tidak berguna entah bagaimana caranya. Sebagai santri, dalam hal ini penulis mendirikan Gubuk Santri yang siapapun bisa membaca buku maupun bermusyawarah di tempat tersebut.
Aksi nyata dalam bentuk yang kongkrit lagi adalah dengan menjadi pribadi-pribadi yang dermawan di tengah masyarakat. Jika sudah mengikuti kegiatan yang membahas empat pilar namun dia tetap medit alias pelit dengan tetangga kanan, kiri, depan dan belakang maka sesungguhnya dia tidak memahami isinya terlebih sila yang ke lima dalam Pancasila yakni Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hehe...
Contoh kecil sebagai blogger, netizen ataupun apa istilahnya yang sering review makanan sehingga bisa makan gratis di sebuah restoran, jika dia orang yang Pancasialis tentu tidak sekedar pamer makanan di sosial media, namun juga berusaha membeli dan membungkus minimal untuk satu tetangga terdekatnya. Itulah kampanye di masyarakat yang sesungguhnya.
Ya. Karena satu aksi nyata itu lebih itu lebih dahsyat dampaknya daripada seribu kata-kata.
Sebagai penutup, mari kita simak sebuah catatan kecil penulis sebagai bahan renungan kita hari ini;
Jika sosialisasi hanya sekedar basa-basi...
Maka hasilnya juga akan basi...
Mari awali dari diri sendiri...
Betapa banyak sosialisasi yang menggunakan uang rakyat...
Namun hasilnya tidak merakyat...