Mohon tunggu...
Arif Khunaifi
Arif Khunaifi Mohon Tunggu... Administrasi - santri abadi

Manusia biasa dari bumi Indonesia .:. Ingin terus belajar agar bermanfaat bagi alam semesta... .:. IG & Twitter: @arifkhunaifi .:. Facebook: Arif Khunaifi .:.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Peran Besar Santri dan Netizen untuk Indonesia Baru

5 November 2017   06:55 Diperbarui: 5 November 2017   08:57 1118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jauh-jauh hari sebelum empat pilar kebangsaan didengungkan dan dikampanyekan, KH. Maimoen Zubair; Pimpinan Pondok Pesantren al-Anwar Sarang, Rembang Jawa Tengah sudah sering menyampaikan nilai-nilai ini pada hampir pada tiap pengajian umumnya. Hanya saja bahasa yang beliau angkat lebih mudah diingat oleh banyak orang yakni PBNU(Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UUD 1945).

Dalam sejarahnya, memang pesantren merupakan salah satu garda terdepan dalam mencetuskan dan mengamalkan empat pilar kebangsaan. Mulai pembentukan Pancasila dan penyusunan undang undang dasar negara, BPUPKI selalu intens berkomunikasi dengan para kiai. Tidak heran jika kemudian sampai saat ini slogan NKRI harga mati selalu menggaung di bumi santri dengan kesadaran bahwa menjaga persatuan dan kerukunan negeri ini adalah jihad tersendiri.

Surabaya sebagai Kota Pahlawan menjadi saksi bahwa para kiai dan santri adalah tonggak lahirnya perjuangan melawan Belanda dan para sekutu dengan lahirnya Resolusi Jihad, sehingga peristiwa itu mengurat syaraf pada setiap santri apalagi kemudian lahirlah hari santri di era Presiden Joko Widodo pada tanggal 22 Oktober 2015 sebagai bukti tanda adanya perjuangan itu.

Apa yang terjadi saat ini dengan munculnya pesantren dengan gaya berbeda dengan para pendahulu merupakan tantangan tersendiri. Bagaimana tidak mereka mengaku santri namun kebencian terhadap ideologi negara begitu luar biasa hebatnya, bahkan sampai derajat mengharamkan hormat terhadap bendera sang saka merah putih.

Bahkan tidak sedikit yang marah-marah dan mengatakan bahwa Pancasila adalah thoghut alias berhala. Mengenai apa-apa yang menjadi faktornya, penulis pernah mengulasnya di Kompasiana dengan judul "Jihad Amalkan Pancasila untuk Benar-benar Merdeka" pada tanggal 17 Agustus 2017 lalu yang telah dibaca oleh 12 ribu lebih pembaca.

Sedikit bocoran saja, salah satu faktor yang menjadikan generasi kini mudah marah-marah adalah minimnya kesadaran membaca. Maka tidak salah apa yang dikatakan oleh Sekjen MPR, Ma'ruf Cahyono dalam pertemuan "Ngobrol Bareng" dengan para Netizen Surabaya (04/10/2017),

"Kalau mereka suka marah, jangan-jangan mereka tidak membaca."

Netizen Surabaya Ngobrol Bareng MPR
Netizen Surabaya Ngobrol Bareng MPR

Agar Sosialiasi tidak Basi

Kampanye secara masif atas empat pilar kebangsaan yang dilakukan oleh MPR dan menyusur hampir seluruh lapisan masyarakat sudah berada dijalur yang benar dan harus ditingkatkan terutama di kalangan anak-anak muda. Karena merekalah generasi penerus bangsa. Di tangan mereka wajah Indonesia akan terlihat di mata dunia.

Maka, mereka yang ikut serta dalam kampanye sosialisasi ini seharusnya mempunyai kesadaran tinggi secara pribadi untuk benar-benar mandalami materi serta bertanggung jawab moral untuk menyebarkannya ke masyarakat sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun