Bisakah kita menganti harapan yang terwujud seperti di atas pertengkaran, perkelahian, masalah utang piutang yang berujung pelaporan polisi, terbaring lemah di rumah sakit, dengan wujud sebaliknya menciptakan perdamaian, kerukunan, harmonis, keselamatan dalam berlalu lintas di jalan atau bahkan sedang dalam keadaan sehat seperti pembaca yang budiman saat ini.
Kita harus menghitung detik demi detik resiko atas keburukan yang kita perbuat dan terus menerus melanjutkan nilai nilai kebaikan yang kita perbuat walau hanya sebutir kebaikan, misalnya memberikan segelas minum pada mereka yang kehausan, memberikan senyuman pada mereka yang melintas, atau sekedar sapaan melintas di depan mata.
Semua berangkat dari hati yang akan membisikan, menulis harapan dan tindakan untuk mewujudkan semua baik dan buruknya di masa datang, apakah sebaik-baik dari harapan atau sejelek-jelek yang ditunggu terwujud.
Richard Goldberg, seorang ahli dalam tumor neuroendokrin dari University of North Caroline-Chapel Hill mengatakan bahwa "jika hati mulai gagal, kondisi pasien bisa menurun drastis, dan bahkan menemukan jalan buntu" (Republik, oktober 2011)
Bukankah secara tidak sadar beliau mengutip kalimat indah seperti berikut: Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)" (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599)
Belajar dari Steve Jobs
Steve Jobs adalah seorang pendiri, ketua dan CEO dari perusahaan Apple. Inc, penulis pernah berkunjung ke salah satu storenya di Amerika yang selalu ramai dikunjungi pengunjung bahkan produk keluaran terbaru Apple sudah pada antri untuk inden.
Sebuah wujud kesadaran yang telah dinanti dalam harapan yang tak terharap, terucap oleh seorang Steve Jobs yang diterjemahkan bebas oleh Majalah Last Word yang pada hakikatnya adalah kerinduan beliau pada bisikan dan kemuliaan iman ke pada Tuhannya.
"Dalam dunia bisnis, aku adalah simbol dari kesuksesan, seakan-akan harta dan diriku tidak terpisahkan, karene selain kerja, hobiku tak banyak.
"Saat ini aku berbaring di rumah sakit, merenung jalan kehidupanku, kekayaan, nama dan kedudukan, semuanya itu tidak ada artinya lagi".
"Malam yang hening, cahaya dan suara mesin di sekitar ranjangku, bagaikan nafasnya maut kematian yang mendekat pada diriku".