Nah dari sini "Jordan Peterson" memberi pembacaan dan analisis kritis terhadap Manifesto Komunis. Dia menegaskan bahwa memandang sejarah hanya melalui kacamata perjuangan kelas adalah keliru.
Baginya tak ada proletariat yang "baik" dan borjuis yang "buruk" secara mutlak. Politik identitas seperti itu punya kecenderungan manipulasi otoritarian. Peterson menyatakan bahwa meskipun kapitalisme menghasilkan ketidaksetaraan, ia tidaklah seperti sistem lain, karena ia juga menghasilkan kesejahteraan bagi banyak orang. Itu terlihat dalam data statistik tentang pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di seluruh dunia, dan itu memberi peluang lebih besar untuk mencapai kebahagiaan.
Dari sini Slavoj iek pun kerap membeberkan banyak isu, mulai dari liberalisme budaya, Nazisme, Bernie Sanders, Donald Trump, Fyodor Dostoevsky, dan xenophobia. iek setuju dengan analisis pembukaan Peterson. Namun, dia menyerukan regulasi dan pembatasan pasar kapitalisme untuk mengurangi risiko bencana alam dan sosial.Â
Sesungguhnya iek juga kritis terhadap kaum liberal multikulturalis yang mewujudkan kebohongan politik identitas dan bahwa negara-negara Barat lebih baik memperbaiki situasi di negara asal imigran daripada menerima mereka.
Keterbukaan sikap Peterson dan iek dalam debat tersebut menjadi satu hal yang menarik. Identitas politik keduanya lebur ketika mereka sama-sama bicara soal kebahagiaan---harapan terbesar umat manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H