Mohon tunggu...
Arifin Biramasi
Arifin Biramasi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Pegiat Sosial, Politik, Hukum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Happiness Capitalism vs Comunism (Membaca Ulangi Zizek)

1 Juli 2024   01:19 Diperbarui: 1 Juli 2024   01:31 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 Risalah terkenal Adam Smith, yaitu The Wealth of Nations (1776), diakui sebagai tonggak utama kapitalisme klasik yang mengekspresikan gagasan "laissez faire" dalam ekonomi. Bertentangan sekali dengan merkantilisme yaitu adanya intervensi pemerintah dalam urusan negara. Smith berpendapat bahwa jalan yang terbaik untuk memperoleh kemakmuran adalah dengan membiarkan individuindividu mengejar kepentingan-kepentingan mereka sendiri tanpa keterlibatan perusahaan-perusahaan negara (Robert Lerner, 1988).

Awal abad 20 kapitalisme harus menghadapi berbagai tekanan dan ketegangan yang tidak diperkirakan sebelumnya. Munculnya kerajaan-kerajaan industri yang cenderung menjadi birokratis uniform dan terjadinya konsentrasinya pemilikan saham oleh segelintir individu kapitalis memaksa pemerintah (Barat) mengintervensi mekanisme pasar melalui kebijakan-kebijakan seperti undang-undang anti-monopoli, sistem perpajakan, dan jaminan kesejahteraan. Fenomena intervensi negara terhadap sistem pasar dan meningkatnya tanggungjawab pemerintah dalam masalah kesejahteraan sosial dan ekonomi merupakan indikasi terjadinya transformasi kapitalisme. Transformasi ini, menurut Ebenstein, dilakukan agar kapitalisme dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan ekonomi dan sosial. Lahirlah konsep negara kemakmuran (welfare state) yang oleh Ebenstein disebut sebagai "perekonomian campuran" (mixed economy) yang mengkombinasikan inisiatif dan milik swasta dengan tanggungjawab negara untuk kemakmuran sosial.

Habermas memandang transformasi itu sebagai peralihan dari kapitalisme liberal kepada kapitalisme lanjut (late capitalism organized capitalism, advanced capitalism). Dalam Legitimation Crisis (1988). Habermas menyebutkan bahwa state regulated capitalism (nama lain kapitalisme lanjut) mengacu kepada dua fenomena: 

(a) terjadinya proses konsentrasi ekonomi seperti korporasi-korporasi nasional dan internasional yang menciptakan struktur pasar oligopolistik, dan (b) intervensi negara dalam pasar. Untuk melegitimasi intervensi negara yang secara esensial kontradiktif dengan kapitalisme liberal, maka menurut Habermas, dilakukan repolitisasi massa, sebagai kebalikan dari depolitisasi massa dalam masyarakat kapitalis liberal. Upaya ini terwujud dalam sistem demokrasi formal. Nussayyid Santoso Kristeva 2010;13-13.

Happiness Nasionalisme, Communism vs capitalism.

Kaum nasionalis berpendapat bahwa kebahagiaan manusia terletak pada hak politik untuk menentukan nasibnya sendiri. Mereka percaya bahwa individu akan mencapai kebahagiaan tertinggi ketika menjadi bagian dari bangsa yang berdaulat dan memiliki identitas kolektif yang kuat. Menurut nasionalisme, kebebasan politik dan kedaulatan nasional adalah elemen kunci yang memungkinkan warga negara merasa memiliki dan berkontribusi pada sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri.

Nasionalisme menekankan pentingnya persatuan, kesamaan budaya, dan kebanggaan bangsa. Kebahagiaan menurut pandangan ini merupakan hasil dari solidaritas sosial dan jati diri bangsa yang kuat, dimana setiap individu merasa terhubung dan berperan dalam kemajuan bangsanya.

Jordan B. Peterson, seorang psikolog Kanada pengkritik Marxisme kultural, dan Slavoj iek, seorang Komunis dan Hegelian dari Slovenia. Topik debatnya adalah model politik-ekonomi mana yang memberikan peluang besar bagi kebahagiaan manusia: Kapitalisme atau Marxisme?

Disini peterson memberi (pembacaan) dan analisis kritis terhadap Manifesto Komunis. Dia menegaskan bahwa memandang sejarah hanya melalui kacamata perjuangan kelas adalah keliru. Tidak ada proletariat yang baik dan borjuis yang "buruk" secara mutlak.

Politik identitas seperti itu punya kecenderungan manipulasi otoritarian. Ia pun menyatakan bahwa, meskipun kapitalisme menghasilkan ketidaksetaraan, ia tidaklah seperti sistem lain, karena ia juga menghasilkan kesejahteraan bagi banyak orang. Itu terlihat dalam data statistik tentang pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di seluruh dunia, dan itu memberi peluang lebih besar untuk mencapai kebahagiaan.  Disaat yang sama, disini iek pun kerap membeberkan banyak isu, mulai dari liberalisme budaya, Nazisme, Bernie Sanders, Donald Trump, Fyodor Dostoevsky, dan xenophobia. iek setuju dengan analisis pembukaan Peterson. Namun, dia menyerukan regulasi dan pem(batas)an pasar kapitalisme untuk mengurangi risiko bencana alam dan sosial. 

iek juga kritis terhadap kaum liberal multikulturalis yang mewujudkan (kebohong)an politik identitas dan bahwa negara-negara Barat lebih baik memperbaiki situasi di negara asal imigran daripada menerima mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun