Meski UU sudah disahkan secara kilat, namun penolakan terkait kewajiban pembayaran iuran Tapera masih datang dari pengusaha dan buruh. Keduanya menilai, iuran ini akan menjadi beban tambahan. "Sejak munculnya UU No. 4Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, Apindo dengan tegas telah menolak diberlakukannya UU tersebut, telah melakukan sejumlah diskusi, koordinasi, dan mengirimkan surat kepada presiden mengenai Tapera. Menurut dia, serikat buruh/pekerja juga menolak pemberlakuan program Tapera.Â
Di saat yang sama, ia menjelaskan, para pengusaha pada dasarnya mendukung kesejahteraan pekerja dengan adanya ketersediaan perumahan bagi pekerja. Namun, menurut dia, program Tapera dinilai memberatkan beban iuran baik dari sisi pelaku usaha dan pekerja/buruh. Ia menilai PP yang baru disahkan pada 20 Mei 2024 sebenarnya menduplikasi program sebelumnya, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek. "Tambahan beban bagi pekerja 2,5% dan pemberi kerja 0,5% dari gaji tidak diperlukan karena bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan," kata dia.Â
Menurut pandangan Apindo, pemerintah seharusnya dapat lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan. Sesuai aturan, maksimal 30% atau Rp 138 triliun dari total JHT sebesar Rp 460 triliun dapat di gunakan untuk program  perumahan Pekerja. A Apindo menilai aturan Tapera terbaru semakin menambah beban baru, baik untuk pemberi kerja maupun pekerja. Saat ini, menurut dia, beban pungutan yang telah ditanggung pemberi kerja mencapai 18,24-19,74%.  Sementara itu, penolakan dari kalangan buruh antara lain disampaikan Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia atau KASBI dan Serikat Pekerja Nasional atau SPN.Â
Ketua Konfederasi KASBI, Sunarno, mengatakan aturan ini diputuskan secara sepihak tanpa mengajak diskusi kaum buruh. Mereka juga menyebut, iuran Tapera 2,5% yang dibebankan dari gaji buruh menambah banyak potongan penghasilan mereka. (Agustiyanti 19/05/2024) https://katadata.co.id/berita/industri/665676f166f2a/sejarah-uu-tapera-sempat-gagal-disahkan-di-era-sby-gara-gara-iuran.
Kritik Tapera.
Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mendapat banyak protes dan kritikan dari masyarakat. Pada rapat Komisi V DPR RI Bersama Menteri PUPR Basuki Hadimuljono yang digelar pada Kamis (6/6/2024) Tapera menjadi salah satu bahasan menarik.Â
Kritikan Tapera pun dating dari salah satu Legislator asal PDIP, Irene Yusiana Roba yang menyayangkan Menteri Basuki belum memberikan keterangan jelas dan tegas perihal program Tapera ke publik. Bahkan ia pun menyinggung isu subsidi antar warga negara yang dinilai sebagai bukti negara tak bisa mengatasi permasalahan masyarakat.Â
DPR idealnya adalah lembaga perwakilan rakyat di pemerintahan, mereka pandai berargumentasi agar kelihatan memperjuangkan nasib rakyat, tapi final dari argumentasi yang di sampaikan tidak pernah mencapai finish, dan hanya sebagai pemanis agar di puja rakyat yang tertipu, mereka kandas ketika amplop tebal di depan mata, sudahlah ibu dewan santai aj omongannya kita semua sudah tau kalian  mengatasnamakan rakyat tapi tetap membela yang bayar.
Kalau tidak ada kebijakan jaminan betul-betul akan mendapat rumah dari pemerintah bagi penabung, maka hitungan matematisnya memang tidak masuk akal," ujarnya dikutip dari cuitan di akun X pribadinya, Kamis (30/5/2024)._
Mahfud MD mencontohkan, orang dengan gaji Rp 5 juta per bulan bila diwajibkan menabung selama 30 tahun dengan potongan 3 persen per bulannya, maka akan terkumpul sekitar Rp 100 juta. Menurutnya, saat ini membeli rumah seharga Rp 100 juta dinilai tidak bisa mendapatkan rumah, apalagi harus menunggu selama 30 tahun.
Hal yang sama juga Nasional Sarbumusi Kritik Tapera "Kubur Mimpi Buruh" Punya Rumah, Program Rumah Subsidi Lebih Tepat Jum, 31 Mei 2024.