Mohon tunggu...
Arifin Biramasi
Arifin Biramasi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Pegiat Sosial, Politik, Hukum

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Impian Ibu-Bapak yang Tertunda

5 Juni 2024   10:16 Diperbarui: 5 Juni 2024   10:47 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar ilustrasi: Alif.ID

"Tidak ada yang cepat membawahmu sampai kepada ke(ridha)han tuhanmu. Terkecuali, hormat dan baktimu pada kedua Orang tuamu".

Setiap manusia tentunya memiliki sesuatu yang ingin diwujudkannya, namun tidak semua orang berhasil untuk mewujudkannya, alasannya karena berbagai tantangan yang entah dari sisi materi atau apapun itu.

Ya, pagi itu aku sengaja berbicara dengan mereka (ibu Bapakku) setelah menjamu secangkir kopi hangat buatannya diatas meja makan.

Aku berbicara dan meminta restu dukungan pada mereka. 

Dengan maksud  untuk merestui kemauanku.

Ketika sebelum aku berangkat jauh meninggalkan tanah kelahiranku, lalu memilih minggat ke tanah Jawa Ada banyak pertimbangan sebenarnya. Entah pertimbangan bukan karena faktor ekonomi semata.  Melainkan ada lain hal yang sungguh telah mereka niatkan selama ini.

Disaat yang sama, setelah ku berhasil menyandang gelar sarjana. Aku berfikir bahwa, aku adalah anak lelaki terakhir dalam keluarga.  Itulah sebabnya, aku mengurungkan niatku untuk melanjutkan hijrah ke jenjang pendidikan selanjutnya.

Sebenarnya, Ibu dan /Bapakku juga tentunya memiliki keinginan atau cita-cita yang dipendamnya selama ini. Karena didesak rasa penasaran, akupun memberanikan diri untuk bertanya mengenai impian  yang selama ini mereka niatkan.

Ibu Dan Bapak, apa sebenarnya cita-cita yang kalian impian selama ini ? Apakah hanya mengimpikan aku untuk dapat menyandang gelar sarjana.. ? 

Ataukah hal itu belum cukup ? Jika demikian aku memilih hijrah, untuk itu, Sampaikanlah kepadaku,"pintaku.

Bertanya akan impian dan cita-cita yang selama ini di niatkan itu. 

Sejenak mereka pun termenung, yang (mungkin) tidak akan menyangka bahwa, dengan melontarkan pertanyaan itu pada mereka, kiranya dapat menemukan jawabannya secara utuh. 

Namun dibalik pertanyaan yg ku lontarkan tadi, Seketika itu pula ekspresi raut wajah mereka pun mulai berubah. Binar mata mereka pun berkaca-kaca. 

Mereka berkata, "Tidak. ada yang di cita-citakan oleh ibu dan Bapakmu ucap "ibuku"

Aku terhenyak, karena begitu halus rasa itu merayap dan tiada terasa air mata seakan menetes.

Aku tersadar, bahwa setelah Ibu dan Bapakku  membesarkanku, mendidikku,  menyekolahkanku, hingga saat ini, namun jawabannya hanya sepintas itu ucap "dalam hatiku"

Aku amati mereka dalam-dalam. Namun mereka tak kuasa membendung air matanya. 

Kemudian aku kembali bertanya, "Lalu apa keinginan atau cita-cita ibu dan Bapak selama ini? Apakah ibu Dan Bapak Niat untuk berangkat haji ?

Namun apa kata ibuku. Tidak banyak yang Ibu/bapakmu ini harapkan. Kami hanya mendoakan, Semoga kau sehat slalu di negeri orang dan bisa kembali pulang.  Harapannya agar kelak kau bisa hidup terhormat, dengan status sosial yang kau punya. "Pintahnya". 

Dari niat seorang Ibu yang mendambakan impiannya yang tertunda itu, namun ia lebih mendambakan kehangatan bersama anaknya yang lebih memilih dunianya sendiri. 

Mungkin dalam perjalanan emosional dan menyentuh hatiku. Aku tersadar dan kembali ke pelukan kasih yang menyambutnya dalam berbagai rasa.

Niat mereka itu mengingatkan padaku tentang arti bagaimana Ibu dan Bapakku kembali merangkulku. Mendorongku, dengan penuh pengorbanan dan perjuangan.

Akan bersediih. Tapi aku tak punya kuasa meneteskan air mata didepan mereka. Aku menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan.

Aku tersadar bahwa, ibuku Selain berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan petani kebun hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sekolah kami. Namun ia juga melakukan aktivitas lain dengan cara berjualan hasil kebunnya dipasar ketika pasca azab subuh itu tiba.

Membawakan hasil kebunnya untuk dijual, Itupun Ibu hanya mampu mengumpulkan hasil jualannya selama sehari.

Dari hal tersebut diatas tentunya  kita menyadari bahwa, hampir setiap negara  menasbihkan satu hari dalam satu tahun adalah untuk mengingatkan kepada kita akan jasa dan pengorbanan besar mereka. 

Uniknya, tidak semua negara di dunia ini memiliki tanggal yang sama untuk memperingati hari pemimpin sejati bernama Ibu itu. 

Padahal dalam hadist pun menegaskan "Al Ummu Madrasatul Ula" adalah jelas bahwa, ibu adalah madrasa pertama kita.

Olehnya itu, ketika kau yang telah berhasil  dalam pekerjaan, pendidikan dan sebagainya. Gunakanlah kesempatan dengan sebaik-baiknya untuk membalas jasa mereka, berbakti, dan mewujudkan impian mereka. Sebab, mereka tak membutuhkan pemberian harta dan gaji. Namun mereka hanya membutuhkan bakti dari anak-anak-nya. Agar apa yang mereka impikan dan di niatkan selama ini dapat di tunuaikan dikemudian hari.

Semoga ibuku, ibumu dan semua ibu di dunia ini diberikan nikmat kesehatan, kesempatan dan rezeki dari yang maha memberi hidup. 

Aamiin.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun