Mohon tunggu...
Arifin BeHa
Arifin BeHa Mohon Tunggu... Penulis - Wartawan senior tinggal di Surabaya

Wartawan senior tinggal di Surabaya. Dan penulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang Jati Diri Uki M Kurdi

17 Juni 2021   19:58 Diperbarui: 18 Juni 2021   14:29 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wartawan Senior Uki M Kurdi, paling kiri dalam sebuah resepsi perkawinan di Jakarta bulan Mei 2019(Dok-ABH)

Mas Arifin & Mbak Tiny

Alhamdulillah saya sudah keluar dari RS PON (Rumah Sakit Pusat Otak Nasional) 2 hari yang lalu, meskipun belum sembuh total, tapi alhamdulillah kondisiku perlahan kian membaik

Terima kasih atas ucapan selamat ulang tahunnya buat saya, salam dari saya, Elly & Keluarga untuk Mas Arifin & Mbak Tiny keluarga, semoga sehat selalu.

Tulisan WhatsApp di atas dikirim oleh Uki M Kurdi wartawan senior Harian Surya pada 4 Januari 2021, pukul 20:50 WIB.

Tak lama berselang, Mas Uki -sapaan akrabnya, dan pemilik inisial UMK itu menyempatkan telepon saya. Rupanya dia tak puas hanya sekadar menulis pesan lewat WA.

Percakapan telepon berlangsung setengah jam. Mas Uki cerita terserang vertigo. Bahkan sempat tidak ingat satu persatu keluarganya.

Hari Senin itu usianya masuk tahun ke- 67. Dia bilang sangat senang, saya telah ikut mengucapkan ulang tahunnya. Sebelum mengakhiri pembicaraan, saya selipkan guyonan: "Mas, logat bicara sampeyan (Jawa: Anda) agak cadel."

Eh, mas Uki malah tertawa lepas. Tawa khasnya, ada nada terpingkal-pingkal. 

***

Uki M Kurdi meninggal dunia Kamis (17/6/2021) pukul 02.30 WIB. Beliau, wafat di kediaman Jl. Nangka No 13, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Mas Uki meninggal dunia karena mengidap penyakit liver.

Kalau benar karena liver, berarti ada riwayat penyakit lain. Sebab sebelumnya UMK sering mengalami vertigo. Makanya dirawat di RS PON.

Istri UMK, Mbak Elly Kurdi melalui sambungan telepon, menggambarkan Mas Uki sebagai sosok yang tak mau diam.

Menurut Elly Kurdi, selepas pensiun mengelola beberapa media dibawah payung Kompas-Gramedia, Mas Uki menjadi  tenaga ahli di Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo).

Namun sejalan dengan itu kesehatan UMK mulai menurun. Beberapa kali sempat opname. Pasca Lebaran 2021 kondisi UMK naik-turun, alias kirang stabil.

Hari Rabu kemarin pria lukusan Pesantren Gontor dan jebolan Universitas Indonesia itu mengalami sesak nafas. UMK dibawa ke rumah sakit yang berada tidak jauh dari rumahnya

UMK harus opname. Sebelum opname harus menjalani swab. Selama menunggu hasil swab keluar, dia pulang sebentar. Ternyata sesaknya semakin parah, hingga akhirnya meninggal dunia.

"Sampai meninggal, Mas Uki masih tercatat sebagai staf ahli di Kominfo," tutur Elly Kurdi.

Supel

Harian Surya terbit perdana 10 November 1989. Saham Harian Surya dimikili oleh Kompas-Gramedia dan Harian Pos Kota Grup. Mas Uki termasuk generasi perintis.

Jenjang karir menjadi redaktur olahraga cukup lama, sebelum kemudian menjadi News Editor. Saya mengetahui UMK jadi News Editor secara tak sengaja.

Saat itu -bulan April 1997, saya berada di Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah haji. Saya ikut rombongan PT Linda Jaya, Salah satu jemaah adalah Latief Pudjosakti, anggota DPRD Jawa Timur, mendadak meninggal dunia, Di Mekkah, saat itu pukul 21.00 atau pukul 01.00 di tanah air.

Saya telepon Surabaya. Mas Uki yang terima. "Mas ABH yakin, ya. Klir, ya, Pak Latief meninggal. Saya harus menghentikan mesin cetak, lho."

Meninggalnya Latief Pudjosakti menjadi berita Stop Press. Harian Surya satu-satunya koran yang memberitakan sejak awal Latief jatuh sakit hingga meninggal.

Besoknya, di Hotel Hilton, Mekkah, wartawan pada datang. Maklum waktu itu sedang terjadi dualisme kepengurusan Partai Demorasi Indonesia. Kubu Megawati Soekarnoputri dan Kubu Suryadi. Latief ikut kubu Suryadi yang didukung oleh Orde Baru.

Di tengah kesibukan kantor, Mas Uki dikenal supel. Dial pelopor anjangsana dan siaturahmi antar karyawan redaksi. Mas Uki rajin mengunjungi rekan-rekan Harian Surya.

Nusya Kuswantin, wartawan Harian Kompas dan pernah memperkuat Harian Surya yang rumahnya di Singosari, Malang, sering ditengok. Begitu juga kepada yang lain. Mas Uki pergi-pulang ke rumah kawan-kawan naik bis atau angkot.

Tabloid Bangkit

Setelah "Reformasi 1998" kebebasan pers mulai bergulir. Pak Tahar, Pemimpin Umum Harian Pos Kota mengusulkan agar Harian Surya memiliki anak usaha media.

Bulan Mei 1999 terbitlah Tabloid BANGKIT, dan Mas Uki menjadi Pemimpin Redaksi.

Oplah tabloit BANGKIT tiba-tiba melejit. Itu karena segmen yang dibidik pas dengan selera pembaca saat itu. Masyarakat butuh informasi tentang politik. Tabkoid mingguan ini sanggup memenuhi semua informasi politik. Dengan gaya bahasa yang lugas disertai analisa pakar.

Mas Uki punya jaringan informan dari genk Universitas Indonesia yang waktu itu banyak berada di lingkaran istana.

Oplah tabloid, menurut Manajer Produksi, Yami Wahyono pernah mencapai 500.000 eksemplar.

Salah satu upaya memenuhi target pemasaran, tabloid yang beredar setiap hari Minggu ini diproduksi di dua tempat percetakan. Satu di Surabaya, satu lagi di Jakarta. Cetak Surabaya untuk pemasaran wilayah Indonesia timur. Cetak Jakarta untuk wilayah edar Jawa Barat, dan Jawa Tengah bagian barat.

Inilah model cetak "jarak jauh" yang pertama, sebelum ditemukan teknologi seperti saat ini -yang memanfaat satelit.

Setiap hari Jumat malam ada kurir membawa negatif film ke Jakarta. Naik kereta malam Argo Bromo. Sabtu pagi tiba di percetakan Gramedia di Palmerah Jakarta. Edisi cetak Jakarta ini menjangkau wiayah pemasaran Jakarta-Kawa Barat.

Di kalangan teman-teman percetakan muncul istilah: tabloid BANGKIT masuk era cetak (jarak) jauh sekali.

Di kemudian hari muncul banyak tabloid yang mirip dengan BANGKIT. Sesuai dengan selera pasar yang menurun, Tabloid BANGKIT berakhir pada April 2002.

Setelah itu saya jarang berjumpa dengan Mas Uki. Dia hijrah ke Persda, memperkuat jaringan berberita milik Kompas-Gramedia. Kemudian, saya dengar Mas Uki keliling ke berbagai tempat di belahan Indonesia. Membangun koran di daerah-daerah.  

Uki M Kurdi, kelahiran Brebes, Jawa Tengah telah pergi untuk selamanya. Almarhum meninggalkan seorang istri dengan tiga anak: satu perempuan dan dua laki-laki.

Tawa "khas" yang menggema di telinga saya malam itu, ternyata untuk terakhir kalinya. Selamat jalan UMK...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun