"Nak, sudah saatnya bersiap"
"Bersiaplah semuda mungkin, kamu lihat kan banyak yang berangkat haji di usia senja. Di saat kondisi fisik sudah mulai menurun. Kamu dan aku tidak akan pernah tahu kapan ALLAH memanggil ke alam kubur. Maka sebelum ke sana, siapin deh secara serius menyambut panggilan haji. "kata bapak  sambil memegang dan memandangi gambar Ka'bah yang indah berbingkai frame yang serasi.
Kata-kata itu terlontar serius dari Bapak saat berkunjung ke rumah Arman di Ciputat. Jauh-jauh dari Cirebon, bapak "Cuma" mengantar hiasan dinding foto Masjidil Haram. Gambar yang begitu indah , Ka'bah dikelilingi jama'ah shalat yang sedang sujud dengan rapi. Saat Arman bertanya, "kok repot-repot dari jauh bawa ginian." Spontan kata-kata itu terucap dari lisan bapak.
Arman terkejut. Memang selama ini ia tak pernah pusing untuk menyiapkan berangkat haji. Bukan karena ia tidak kepingin. Kepingin sekali berangkat ke tanah suci. Tapi keadaan ekonomi masih begini. Keperluan keluarga sangat banyak.
"Kamu benahin mindset kamu dulu."kata Bapak sambil beranjak dari tempat duduknya. Bapak berjalan ke dekat dinding dan menoleh ke Arman."Nih nanti pasang di sini. Ganti tuh lukisan pemandangan dengan foto ini. Biar mindset kamu terbuka. Pikiran kamu selalu tertuju ke sana. Jangan dunia terus dipikirin."
Arman kaget. Ingin membantah dan melontarkan alasan-alasannya.
"Bukan gak kepengen pak, tapi.."
Tenggorokan Arman tercekat seperti tak sanggup lagi meneruskan kata-kata. Belum sempat meneruskan kata-katanya, Arman harus mendengarkan kembali kata-kata bapaknya. "Jangan kepikiran gak bisa. Yang penting niat dulu. Kan udah sering dengar orang-orang gak punya duit bisa berangkat haji. Ada yang diberangkatin oleh kantornya, ada yang diberi hadiah, ada ustadz yang menemani jamaah, ada pemulung, tukang becak yang menabung sekian tahun lamanya. Lha, kamu kalau gak siap-siap dari sekarang kapan lagi ?"
Arman tertunduk memandangi lantai. Kok kata-kata bapak seolah bapak tahu isi pikirannya. Dan kembali terdengar kata-kata bapaknya,"Kalau kamu pikir bisa, insyaALLAH bisa. ALLAH itu sesuai prasangka hamba-NYA. Itu yang harus kamu benahi dulu dalam pikiranmu. Katakan dalam hati ini saatnya berhaji, saatnya persiapkan diri. Kamu harus pikir kamu BISA."
"Luruskan niat, insyaALLAH bisa. Jangan kita berniat berangkat haji untuk menyandang titel baru. Jangan hanya karena ingin memasang huruf H di depan namamu. Terlalu kecil itu. Kalau kamu sudah pikir kamu bisa, luruskan niat insyaALLAH ALLAH akan memudahkan jalannya. Tinggal kamu berusaha."
"Nak, ALLAH pasti menilai usaha kita. Kalaupun kita meninggal sebelum tunai haji, usaha untuk menunaikan rukun Islam kelima ini mudah-mudahan menjadi pemberat amal kebaikan kita."
DOAÂ
"Dan jangan lupaaa berdoaa" tiba-tiba ibu setengah teriak datang dari dapur bersama Uswah sang istri. Â Uswah membawakan empat gelas berisikan teh dan kopi di nampan. Arman tersenyum.
"Monggo pak, diminum." Kata Uswah mempersilakan bapak dan juga suaminya."Mas, monggo mas."
 Ibu duduk di sebelah kanan Arman dekat kursi Bapak. Sementara Uswah di sebelah kiri Arman.  Arman berkata,"Bukannya gak kepengen bu, tapi..."
"Ehh .. tapi lagi, tadi ibu dah dengar. Betul kata bapak, mindset dibenahi. Untuk memperkuat itu, bantulah dengan doa. Ibu dan bapak juga tidak lupa mendoakanmu" kali ini kata-kata ibu sepertinya semakin membuat Arman sadar, betapa mindset itu penting. Arman merasa begitu bodohnya karena selama ini ternyata ia sama sekali tidak menyertakan doa agar diberangkatkan haji oleh ALLAH. Bukankah ia punya Yang Maha Kuasa, Yang Maha Memberi Rezeki ?
"Betul bu , pak..selama ini aku lupa, khilaf ..ALLAH Yang Maha Memberi Rezeki. Selama ini pikiran Arman terkunci. Hanya bersandar pada usaha saja, tapi lupa bahwa ALLAH Yang Memberi Rezeki, ALLAH sesuai prasangka hamba-NYA. Dan aku tidak pernah meminta." Kata Arman sambil menahan air matanya. Uswah memandang iba, ia tahu suaminya banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Itupun kadang masih harus berhutang. Mereka baru memiliki satu anak yang sedang sekolah di pesantren. Dan biaya di pesantren tidaklah murah baginya.
DANA
"Dengan mindset saatnya berhaji pikiran kita akan terus ke sana, obrolan dengan Uswah pun akan nyerempet-nyerempet ke sana," kata ibu sambil tersenyum kepada Uswah." Gerak kita insya ALLAH ke sana. Termasuk mindset untuk menyisihkan dana untuk sedekah, juga untuk haji. Â Jadi caranya, masukkan dana sedekah dan dana haji menjadi prioritas utama dalam anggaran kita. Ingat, dana-dana itu bukan expense lho, bukan biaya. Tapi itu investasi. Itu rezeki kita yang sebenarnya."
"ALLAH pasti mudahkan kita. InsyaALLAH biaya-biaya lain dapat kita hemat daripada kita menganggarkan dana sedekah dan haji itu di prioritas terakhir. Janganlah sedekah itu dari dana sisa.." kata ibu lagi.
"Iya juga ya..kayak tetangga aku bu.." Uswah menimpali,"pengeluaran pertama kalinya setiap bulan ya untuk nabung haji "
"Siapa ?" tanya Arman.
"Bu Hasanah mas..", jawab istrinya.
"Di Bank kan ?" tanya ibu.
"iya bu, tabungan rencana haji di Danamon. Katanya sih 600 ribuan per bulan. Itu dua orang."
"Nahh itu murahh" kata Bapak. "Kalau lagi ada rejeki lebih, tambahin deh. Biar lebih cepet nambah tabungannya, insyaALLAH lebih cepet berangkatnya."
"Sambil kamu nyiapin dana, kamu belajar lagi tuhh..ilmu-ilmu tentang shalat. " kata Bapak.
"Lho, kok shalat ? Kan udah biasa." Tanya Arman heran.
"Ya iya..nanti walaupun judulnya perjalanan haji, shalat adalah ibadah yang paling banyak kita lakukan mulai dari perjalanan bagaimana shalat dalam safar sampai ibadah di sana. Pelajari lagi lebih dalam dan detail." Kata Bapak kembali menjelaskan.
"Sholluu kamaa ro-aitumunii-ushollii..shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat, kata Nabi. Evaluasi lagi cara shalatmu juga kekhusyu-annya. "
Arman mengangguk-angguk. Uswah senyum-senyum memandangi suaminya, lalu berkata "udah kok pak..mas Arman lagi mulai ngaji fiqih lagi di masjid. Baru sampai fiqih thaharah, fiqih bersuci. Iya kan mas ?"
"Iya, yang dipelajari fiqih Sunnah Sayyid Sabiq"
"Bagus itu. Di samping itu juga tentu saja fiqih hajinya diperkuat. Khudzuu 'annii manasikakum.., ambillah dariku manasik kalian..Sebelum belajar manasik dari KBIH ( Kelompok Bimbingan Ibadah Haji ), kamu pelajari dulu. Udah lengkap buku Sayyid Sabiq-nya? Pelajari tentang haji. Datangi juga taklim-taklim yang membahas masalah itu. Masa-masa menabung dan masa tunggu yang lama bisa kamu makin ahli tuh masalah haji. Sampai tiba saatnya."
"Sekarang saya denger makin lama ya masa tunggunya. Belasan tahun lamanya." Sela Uswah.
"Iya, dulu ibu mah daftar hari ini, tahun depannya  berangkat.." kata ibu.
"Makanya segera nabung dan daftar. Masa tunggu makin panjang..Keburu tua..!" kata Bapak.
FISIK YANG PRIMA
Malam itu bapak akhirnya menginap setelah dibujuk-bujuk untuk tidak langsung pulang. Setelah shalat subuh di masjid, bapak lari-lari kecil bolak-balik sekitar 100 meter dari rumah. Selesai lari-lari kecil, Arman meminta bapak duduk di kursi beranda. "Pak, bapak kok fisiknya mantep ya pak..udah 60-an umurnya. " kata Arman membuka pembicaraan.
"Alhamdulillaah nak. Bapak suka jogging habis subuh. Sebelum ke toko, ayah kan masih berkebun dulu." Kata bapak. Bapak memang punya toko kelontong yang besar dan ramai di Cirebon. Tokonya tidak kalah bersaing dengan minimarket terkenal.
"Nah..fisik ini sangat penting juga lho saat haji. Haji adalah ibadah yang menguras fisik. Mulai dari perjalanan dari Miqat, Thawaf tujuh kali, Sa-i, sampai perjalanan ke Arafah dan Mina juga melempar jumrah. Jalan kaki dan berdesak-desakan. Makanya dulu bapak bersama kelompok haji, latihan fisik dengan jalan kaki berkilo-kilometer di beberapa tempat di Cirebon."
"Makanya mumpung muda, nabung dan daftar haji..Supaya gak terlalu tua nanti pas berangkat.."
"MasyaALLAH.. jadi kepengen cepet-cepet Pak.." kata Arman dengan mata berbinar-binar. Â
Labbaik Alllaahumma Labbaik..
Bapak dan ibu pamit.
"Nak, ini ada sedikit buat buka tabungan haji. Rejeki dari ALLAH. Ingat ya, saatnya berhaji harus tertanam terus di hati. Assalaamualaikum." Seratus lembar lima puluh ribuan diserahkan ke Arman. Arman tidak kuasa menolak setelah berkali-kali memohon kepada bapak untuk tidak memberikan uang itu. "Terimakasih banyak pak, bu.. "
Sedari kecil sudah merepotkan, dan kini setelah berkeluarga masih mau berepot-repot untuk anaknya. Rasanya malu selalu merepotkan bapak dan ibu. Rabbighfirlii wali wali dayya warhamhumaa kamaa rabbayanii shaghiiraa..
Lima juta rupiah. Uang yang tidak sedikit baginya. Tetapi bapak dan ibu begitu luar biasa memberi support dan  mengingatkan kembali untuk bersiap haji. Kalau sudah begini, tidak ada kata lagi. Saatnya berhaji ! Labbaik Allaahumma Labbaik.. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H