Seorang pengusaha sukses tidak hanya pandai menciptakan peluang, tetapi juga memahami tanggung jawabnya, termasuk pajak. Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana wirausahawan muda seperti Anda dapat mengelola pajak secara cerdas untuk mendukung pertumbuhan bisnis.
Surabaya, 7 November 2024
Dalam Webinar yang digelar oleh Tim Webinar Nasional By Visiku X PajakMania,
Daniel William Legawa, seorang ahli praktisi perpajakan, menyampaikan bahwa pajak merupakan instrumen paling penting bagi kita semua, baik pribadi ataupun yang sedang berbisnis. Ternyata pajak juga mempengaruhi strategi kita dalam mengatur keuangan yang baik dan mengoptimalkan provit, serta menghindari resiko dalam dunia bisnis.
Daniel William Legawa menjelaskan bahwa, hal yang perlu diperhatikan setiap wirausahawan adalah, Memahami Peraturan Pajak yang Berlaku. Cara Menghitung Pajak bagi Wirausaha secara Normal:
Pendapatan - Biaya = Laba / (Rugi) (dilakukan dengan proses pembukuan)
Kalau Laba, dikenakan Pajak Penghasilan Kalau Rugi, tidak dikenakan Pajak Penghasilan
"As simple as that" kata Daniel William Legawa.
Selain itu Daniel William Legawa juga berkata tentang pentingnya “Mengenal PPh Final 0,5% untuk Wirausaha.”
Pemerintah telah memberikan kebijakan mengenai PPh Final 0,5% yang merupakan insentif pajak yang dirancang untuk mendukung pertumbuhan UMKM di Indonesia. PPh Final 0,5% diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018, yang menggantikan PP No. 46 Tahun 2013 yang sebelumnya menetapkan tarif 1% dari omzet. Kini PP 23 tahun 2018 sudah diperbaharui dengan PP 55 Tahun 2022 dengan adanya beberapa update.
Menggunakan prinsip Presumptive Taxation, keuntungan menggunakan PPh Final 0,5% adalah proses administrasi yang lebih sederhana, tarif yang lebih rendah, dan memudahkan pelaku UMKM dalam memenuhi kewajiban pajak.
Hal-Hal Penting tentang PPh 0,5%
1. Berlaku default untuk setiap Wajib Pajak Wirausaha, baik Orang Pribadi maupun Badan Usaha
2. PPh Final 0,5% dikalikan dengan Omset (Peredaran Usaha), sehingga tidak mempedulikan kondisi usaha, baik Laba, maupun Rugi
3. Omset bruto tidak melebihi Rp 4,8 Milyar per tahun
4. Berlaku 7 tahun untuk Orang Pribadi, 4 tahun untuk Koperasi, CV, Firma dan 3 tahun untuk PT (Perseroan Terbatas)
5. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, omset s/d Rp 500 Juta per tahun tidak dikenakan PPh Final 0,5%. Hemat Rp 2.5 Juta Rupiah
6. PPh Final tidak menambahkan penghasilan yang tidak final di akhir tahun. Sudah "selesai" ketika sudah dibayarkan
7. PPh Final 0,5% juga bisa dipotong dan disetorkan oleh Pihak Lain. Ujar Daniel William Legawa.
Daniel William Legawa juga menjelaskan “Pengoptimalan Keuntungan Bisnis”
Dalam mengoptimalkan keuntungan, memilih menggunakan PPh Tarif Normal atau PPh Final 0,5% sangatlah "tergantung" dan silakan disesuaikan dengan kondisi usaha masing-masing Wirausaha. Pertimbangkanlah "Jenis Usaha", "Pengurangan PTKP bagi Orang Pribadi", kondisi "Laba atau Rugi" dan "Net Profit Margin".
Dalam mengoptimalkan keuntungan, bisa saja bentuk usaha "Orang Pribadi" memiliki kelebihan dari sisi pajak penghasilan yang lebih rendah dan lebih mudah (pengerjaannya); namun dalam ekspansi bisnis dan usaha, tentu Wajib Pajak Badan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk berekspansi. Jangan lupa, tarif tertinggi PPh Badan adalah 22%, sedangkan tarif tertinggi PPh Orang Pribadi adalah 35%.
Selanjutnya Daniel William Legawa menyampaikan teori “Menghindari Resiko Pajak”
Penghasilan yang diterima dalam suatu periode (tahun pajak) akan dikenakan pajak.
Penghasilan yang diterima yang tidak digunakan untuk konsumsi akan menjadi harta pada akhir tahun. Penambahan harta (selisih antara harta pada akhir tahun sebelumnya dibandingkan dengan harta pada akhir tahun berjalan) akan mencerminkan jumlah penghasilan yang diterima selama tahun tersebut.
Tidak ada standar acuan yang kaku tentang seberapa banyak jumlah konsumsi yang dapat dikeluarkan oleh suatu subjek pajak. Namun jika diperlukan, subjek pajak dapat dimintai keterangan ataupun pembuktian tentang aktivitas pengeluaran yang digunakan untuk konsumsi. Tidak dimungkinkan ada suatu pertambahan harta yang tidak bersumber dari adanya penghasilan, kecuali harta tersebut diperoleh dari utang.
Jika terdapat penambahan harta yang berasal dari penghasilan yang belum dipajaki dan dilaporkan dalam SPT Tahunan, maka dimungkinkan akan menjadi tambahan objek pengenaan PPh.
Jadi PPh tetap dikenakan atas jumlah penghasilan dan bukan terhadap jumlah harta, hanya saja jumlah harta dapat menjadi indikator untuk menguji kewajaran pada jumlah penghasilan yang dilaporkan. Selalu "make sure" bahwa semua penghasilan yang menjadi harta sudah dipajaki, kecuali penghasilan yang bukan objek pajak (contoh: hibah/waris).
Ungkap Daniel William Legawa dengan jelas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H