PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB) PADA MASA KEPEMIMPINAN MOHAMMAD NOER DI JAWA TIMUR TAHUN 1970-1976.
Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua Negara dibelahan dunia. Sejak pertengahan abad ke-20 ini, dunia telah mengalami ledakan penduduk yang mencemaskan. Tahun 1830, penduduk dunia telah bertambah sampai mencapai 1 milyar, kemudian dalam jangka waktu 100 tahun, jumlah penduduk telah mencapai 2 milyar pada tahun 1930, sesudah itu hanya dalam waktu 30 tahun telah mencapai 3 milyar pada tahu 1960 dan dalam waktu 15 tahun, yaitu pada tahun 1975 telah mencapai 4 milyar. (Nani Soedono, 1982:1)
Indonesia merupakan kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar-kecil, dengan luas tanah kira-kira 2 juta km2 dan jumlah penduduk kelima terpadat di Dunia, yaitu setela Republik Rakyat Cina, India, Soviet Rusia, dan Amerika Serikat.
Dalam jangka waktu kira-kra 50 tahun terakir ini, peningkatan jumlahh Penduduk di Indonesia pesat sekali, dari tahun 1930 sampai tahun 1961, angka pertumbuhan penduduk adalah 1,5 persen, antara tahun 1961-1971, adalah 2,1 persen dan 1971-1980 menjadi 2,32 persen setahun. Tahun 1961-1970 terjadi peledakan bayi (baby-boom), sedangkan Pemerintah terlambat berusaha mengendalika dengan jalan Keluarga Berencana. Sejak tahun 1950, tingkat kematian umum menunjukkan gejala menurun, antara lain karena perbaikan sarana kesehatan. (Nani Soedono, 1982:7).
Jawa Timur merupakan bagian dari Provinsi di Indonesia. Kepadatan Penduduk di Jawa Timur sudah mencapai lebih dari 550 jiwa rata-rata per kilo meter persegi, merupakan faktor yang harus dipecahkan. Pertambahan Penduduk karena kelahiran yang setiap tahun tercatat sampai 2,48% menambah keprihatinan. Penambahan Penduduk yang tidak sesuai dengan kemampuan kenaikan produksi, terutama pangan akan merusak jenjang usaha peningkatan penghasilan rakyat. Hasil peningkatan produksi, yang merupakan data penting untuk peningkatan Regional Income, akan diserap habis oleh peningkatan penduduk yang tidak terawas dan terkendali. (Mien A. Rifai, dkk, 1991:85)
Mohammad Noer merupakan Gubernur di Jawa Timur dengan masa jabatan 1967-1976. Mohammad Noer atau nama lengkapnya Raden Panji Haji Mohammad Noer adalah sosok putra Madura yang berkiprah panjang sebagai figure penting di Jawa Timur. Menjadi Gubernur ditengah-tengah perubahan iklim Politik bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebagai Gubernur diawal Orde Baru Mohammad Noer menghadapai dinamika pembangunan yang dahsyat sebagaimana tekad Pemerintahan Orde Baru ketika itu untuk membangun masyarakat Indonesia dengan menekankan aspek Ekonomi. (Hotman M. Siahaan dan Tjahjo Purnomo W, 1997: XVII)
Pelaksaakan Repelita I di daerah Jawa Timur Mohammad Noer menginginkan adanya keseimbangan atau singkronisasi antara pembangunan Makro dan pembangunan yang bersifat Mikro, berupa peningkatan taraf hidup dan pendapatan masyarakat. Seperti diketahui secara Nasional REPELITA I lebih bersifat Makro, sektoral, dan ekonomis.
Upaya meningkatkan taraf hidup dan penghasilan rakyat ataupun petani sebagai aspek mikro pembangunan harus bertolak dari tiga aspek yaitu: aspek Demografi, aspek Ketenagakerjaan dan aspek Agrarian. Ketiga aspek yang berkaitan dengan permasalahan pangan ini dirasa sangat mendesak untuk daerah Jawa Timur. Diketahui bila pertambahan penduduk daerah Jawa Timur tidak diatasi maka peningkatan produksi pangan tidak akan seimbang dengan penigkatan taraf kehidupan rakyat. (Mien A. Rifai, dkk, 1991:85)
Jawa Timur merupakan wilayah yang sarat masih kental dengan tradisi dan keagamaannya, mereka yakin bahwa banyak anak banyak rejeki, dalam hal ini para wanita Jawa Timur rata-rata melahirkan lima anak, namun banyak diantaranya meninggal waktu bayi. Angka mortalitas bayi sebesar 176 per 1000 kelahiran hidup yang berarti lebih dari seperempat anak yang meninggal sebelum mencapai usia sekolah. (Howard Dick, dkk, 1997:79)
Pelita I, Pemerintah menggalakkan Program Keluarga Berencana (KB) untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak, keluarga serta masyarakat pada umumnya. Melalui KB ini diharapkan angka kelahiran bisa diturunkan agar laju pertambahan penduduk tidak melebihi kemampuan meningkatkan produksi pangan, sehingga taraf kehidupan dan kesejahteraan rakyat bisa lebih meningkat. (Hotman M. Siahaan dan Tjahjo Purnomo W, 1997:84)
Provinsi Jawa Timur termasuk salah satu Provinsi di Indonesia yang berhasil mengendalikan jumlah penduduk. Dimana bagian terpenting dari suksesnya tersebut terletak pada keberhasilan Provinsi ini dalam menjalankan program KB. Provinsi jawa timur merupakan Provinsi terbesar di Indonesia, namun pertumbuhan penduduk relative menurun. Dalam tahun 1970 agka pertumbuhan penduduk 1,71 persen angka ini terus turun secara drastis mencapai 1,08 persen dalam dekade tahu 1980.
Program Keluarga Berencana merupakan program nasional yang harus dilaksanakan. Mohammad sebagai Gubernur (kepala pemerintahan di Jawa Timur) membuat strategi untu mensukseskannya, dan hasilnya pada kepemimpian Mohammad Noer Program Keluarga Berencana di Jawa Timur Paling Berhasil dan Jawa Timur menapatkan penghargaan Parasamya Purna karya Nugraha.
Masalah kependudukan bahwasannya Jawa Timur mengalami Transisi Demografi. Transisi Demografi merupakan salah satu proses perubahan dari tingkat kelahiran dan kematian yang tinggi hingga menjadi tingkat kelahiran dan kematian yang rendah diikuti dengan kondisi perkembangan penduduk. (Aris Ananta: 20). Perubahan penduduk secara implisif menyatakan pertambahan atau penurunan jumlah penduduk secara parsial maupun keseluruhan sebagai akibat perubahan komponen utama perubahan penduduk, Yaitu kelahiran, kematian dan migrasi. Dalam Transisi Demografi menurut Bogue (1965) tahap transisi sebagai berikut :
Pratransisi (Pre- Transitional)
Ditunjukkan dengan tingkat fertilitas dan mortalitas yang tinggi.
Tahap Transisi (Transitional)
Ditunjukkan dengan tingkat fertilitas tinggi dan tingkat mortalitas rendah.
Tahap Pasca Transisi (Past Transitional)
Dinyatakan dengan tingkat fertilitas dan mortalitas sudah rendah. (Michael P. Todaro – Burhanuddin Abdullah ; 207 ).
Teori transisi demografi melukiskan peralihan tingkat pertumbuhan penduduk dari tingkat yang tinggi menuju tingkat yang rendah yang dimekanisasikan melalui tiga tahapan.
Pada tahap pertama, baik tingkat fertilitas maupun tingkat mortalitas sama-sama tinggi, sehingga pertumbuhan berada pada tingkat yang tinggi dan berlangsung lama. Tingkat kematian yang tinggi dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindarkan karena pada saat itu belum ada sanitasi, transportasi dan pengobatan moderen. Dengan tingkat kematian yang tinggi dianggap sebagai sesuatu yang tidak memaksa masyarakat untuk menganut nilai-nilai sosial budaya yang mendukung adanya tingkat kelahiran yang tinggi sebagai imbangan supaya dapat mempertahankan keturunan.
Pada tahap kedua, tingkat kematian sudah mulai menurun sebagai akibat dari proses pembangunan ekonomi dan mulai meningkatnya taraf hidup. Tetapi pada tahap ini tingkat kelahiran masih tinggi (meskipun sudah ada kecenderungan untuk turun, tetapi tingkat penurunannya masih lebih rendah dibanding dengan penurunan tingkat kematian). Hal ini disebabkan nilai budaya pada waktu itu yang mendukung tingkat kelahiran yang tinggi sudah terlanjur membudaya dan melembaga sebagai suatu kepercayaan, sikap dan nilai tersebut lamban dan tergolong sulit untuk berubah. Pada tahap kedua inipun masih diwarnai oleh tingkat pertumbuhan penduduk yang masih tinggi sebagai interaksi antara tingkat kelahiran yang tinggi dengan tingkat kematian yang cukup rendah.
Pada tahap ketiga, individu-individu secara sadar sudah mulai mengendalikan tingkat kelahiran. Pengendalian secara sadar inilah yang menjadi ciri pokok dari tahap transisi akhir transisi demografi tersebut. Selama tahap ini berlangsung tingkat kelahiran terus turun secara perlahan-lahan menuju tingkat keseimbangan dan tingkat kematian yang sudah rendah. Pada tahap pasca transisi dicirikan oleh tingkat kelahiran dan tingkat kematian yang sama-sama rendah, hampir semua masyarakat mengetahui cara-cara pemakaian alat kontrasepsi. Tingkat kelahiran dan kematian mendekati keseimbangan, pertumbuhan penduduk sangat rendah dalam jangka waktu yang panjang. Menurut Ida Bagus Mantra (26;1993) “ Bahwa suatu tingkat ekonomi tertentu harus dicapai terlebih dahulu sebelum terjadinya penurunan tingkat kelahiran dan disusul dengan tingkat kematian “.
Penelitian ini mencoba melihat bagaimana Pelaksanaan Program Keluarga Berencana di Jawa Timur pada Masa Kepemimpinan Mohammad Noer? dengan penelitian ini akan berguna untuk melihat peran (campur tangan) Gubernur Jawa Timur atau Pemerintah Jawa Timur dalam mensukseskan program Nasional.
A. sejarah Keluarga Berencaan
Keinginan diantara orang Indonesia untuk membatasi jumlah anak, terbukti dari cara-cara tradisional untuk mencegah kehamilan degan menggunakan jamu-jamu, dsb, yang sudah lama dikenal masyarakat, cara-cara tersebut tidak selalu berhasil dan tidak selalu aman dipandang dari segi kesehatan. (nani soewondo,1982:64) karna pada waktu itu masih belum ada cara-cara modern dan pengobatan secara modern. Masalah pembatasan kelahiran dengan cara-cara modern dan berencana mulai diperkenalkan di Indonesia sekitar tahun 1950-an.
Gagasan untuk menjarangkan atau mencegah kehamilan secara berencana, pada waktu itu masih merupakan hal yang baru dan memerlukan waktu sebelum dapat diterima oleh masyarakat meskpun sebetulnya dengan cara-cara tradisional sudah dilaksanakan secara umum.
Tanggal 23 desember 1957, akhirnya dibentuk Perkumpulan Keluarga Berencana (PKBI) atas prakarsa dokter dan pimpinan organisasi wanita (PKBI:1975) . Pada waktu permulaan usaha KB tidak mendapat respon dari pemerintah. Dikarenakan Kepala Negara Presiden Soekarno, dianggap tidak perlu dan hanya cukup dengan usha transmgrasi saja untuk mengatasi kepadatan penduduk di jawa/Madura. Meskipun demikian beliau dapat menyetujui penjarangan kehamilan atas dasar kesehatan ibu.
Sesudah pergantian pemerintahan dalam tahun 1965, usaha KB mulai mendapat perhatian. Peristiwa penting dalam sejarah KB pada umumnya dan pada khususnya ialah kongres Nasional PKBI ke-1 yang diselenggarakan di Jakarta, februari 1967 dan dihadiri oleh 8 cabang. Pada waktu itu untuk pertama kalinya diberikan dukungan resmi kepada konsep KB, oleh mentri-mentri pemerintah orde baru, gubernur DKI dan pemuka-pemuka agama.
Pada tahun 1968 program keluarga berencana dijadikan Program Nasional dengan bentuknwya LKBN (Lembaga Keluarga Berencana Nasional) yang masih bersifat semi pemerintah. Sejak tahun 1967 KB dimasukkan dalam program pembagunan lima tahun ke I (Pelita I). Kemudian dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang mulai efektif menjalankan tugasnya pada tanggal 29 juni 1970 dimana Presiden sendiri menjadi penanggung jawabnya.
BKKBN dibentuk dengan Surat Keputusan Presiden RI No. 08/1970, disempurnakan dengan SK Presiden No. 33/1972 dan kemudian disempurnakan lagi denganSK Presiden No. 38/1978. BKKBN merupakan badan resmi Pemerintah yang bertanggung jawab tentang pelaksanaan Program Nasional Kependudukan dan Keluarga Berencaa (KKB) yang langsug dibawah Presiden.
Mengenai pelaksanaan program Nasional KB menurut daerah, dari tahun 1969-1974 (Pelita I) dibatasi pada 6 Provinsi di Jawa dan Bali yang padat penduduknya, termasuk Provinsi Jawa Timur yang pada waktu itu di Perintah oleh Gubernur Mohammad Noer.
Jawa Timur telah memulai program Keluarga Berencana pada masa kepemimpinan Mohammad Noer berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 1970 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (sudah diresmikan pemerintah dan diketua langsung oleh Presiden), dan Keputusan Bersama Kementrian dalam Negri dan Ketua Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional No. 147 Tahun 1971 No. 247 Tahun 1971 tentang Pelaksanaan Program Keluarga Berencana di daerah (terutama untuk Jawa dan Bali). Serta surat Keputusan Presiden RI No. 33 tahun 1972 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Sebelumnya juga menggunakan Instruksi Presiden RI No. 26 Tahun 1968, namun Instruksi ini masih bersifat semi Pemerintahan.
Program KB di Jawa Timur pada masa kepemimpinan Mohammad Noer dimulai dari Pelita I dan memasuki pertengahan Pelita II karna pada pertengahan Pelita II, masa jabatan Gubernur Mohamma Noer sudah berahir dan setelah jabatan kegubernurannya selesai Mohammad Noer dipilih untuk menjadi Duta Besar di Perancis.
B. Fertilitas di Jawa Timur sebelum tahun 1970
Ketika kemerdekaan diproklamasikan penduduk jawa timur berjumlah sekitar 20 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,2 persen pertahun. Pada tahun 1930 seperempat jumlah penduduk seluruh netherlads East Indies berda di jawa timur, namun proporsi jumlah penduduk terus menurun. Masa-masa awal Kemerdekaan, ketika perhatian Pemerintah dan rakyat tersita oleh membangun kembali segala yang hancur setelah dua dekade penurunan ekonomi, perang dunia, dan berbagai pergolakan. Seperti halnya provinsi-provinsi yang lain, Jawa Timur juga mengalami suatu ledakan bayi pasca revolusi.
C. Strategi Program keluarga Berencana di Jawa Timur pada Masa kepemimpinan Mohammad Noer.
Pada Pelita I, pemerintah menggalakkan Program Nasional Keluarga Berencana (KB) untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kesejaheraan ibu dan anak, keluarga serta masyarakat pada umumnya. Melalui KB ini diharapkan angka kelahiran bisa diturunkan agar laju pertambahan penduduk tidak melebihi kemampuan meningkatkan produksi pangan, sehingga taraf kehidupan dan kesejahteraan rakyat bisa lebih meningkat.
Strategi yang dilakukan oleh Mohammad Noer adalah dengan mengandalkan para Ulama. Diketahui bahwasannya masyarakat Jawa Timur merupakan masyarakat yang Agmis dan sangat mematuhi Ulama, jadi Mohammad Noer mendekati pondok pesantern dan para Kiyai, untuk bisa memasyarakatkan dan memberi penjelasan mengenai KB dari aspeka Agama Islam. (Hotman M. Siahaan dan Tjahjo Purnomo W, 1997:85)
Mohammad Noer menegaskan kepada Bupati dan Wali Kota untuk tidak memberikan pengarahan dan penjelasan langsung kepada masyarakat tentang KB karna menurut Mohammad Noer penerangan KB itu ada ayatnya, jadi hubungi Ulama karna Ulama lebih dipatuhi oleh masyarakat.
Pondok-pondok Pesantern, seperti di Tambak Beras, bisa didirikan klinik KB. Setiap ada tamu dari Negara-negara Islam selalu dibawa ke Jawa Timur untuk melihat Pondok-pondok Pesantren yang sudah memiliki klinik KB.
Selain itu untuk mengingatkan para ibu di pedesan saat minum pil KB, Mohammad Noer menganjurkan para Kepala Desa untuk memanfaatkan Kentongan. Masing-masing Desa memilih sendiri jam berapa yang tepat, saat ibu-ibu berada di rumah. Ketika kentongan dipukul para ibu ingat akan minum pil KB. Selain kentongan Moammad Noer juga menganjurkan untuk meggunakn IUD atau Spiral karna lebih praktis dan sekali pasang.
Strategi yang lain yang dilakukan yaitu kantor BKKBN Propinsi memobilisasikan sumber daya birokrasi pada semua tingkatan, mulai dari kantor Gubernur sampai ke para pemimpin formal dan informal di desa-desa. Sejak hari-hari awal program ini, Gubernur memberikan dukungan penuh, memerintahkan agar semua aparat Pemerintah di Jawa Timur menggencarkan Program Keluarga Berencana, dan menegaskan bahwa Pemerintah mengharapkan agar setiap Aparat Pemerintah mempraktekkan sendiri keluarga berencana dan menyebarluaskan kepada orang lain. Akibat mobilisasi dari atas ke bawah, Keluarga Berencana dengan cepat tersebar luas dimana-mana.
Sebagai langkah pertama dalam pelaksanaan Program KB, BKKBN Propinsi menerapkan suatu model intervensi kesehatan masyarakat. Di banyak Negara, keluarga berencana terbatas pada pelayanan yang bersifat pasif, dengan para petugas bekerja di dekat kantor pemerintah setempat dan menunggu sampai para akseptor atau para calon akseptor datang dari daerah disekitarnya.
Pendekatan BKKBN Jawa Timur didasarkan pada dua asumsi bahwa penduduk yang membutuhkan pelayanan Keluarga Berencana terutama datang dari desa dan penduduk tidak akan mencari pelayanan ke klinik-klinik yang jauh. Mereka akan menerima dengan senang hati kalau pelayanan itu diberikan didekat rumah mereka. Untuk memenuhi kebutuhan penduduk desa ada dua strategi yang dikembangkan. Pertama, pemerintah mengangkat petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) dalam jumlah banyak untuk mendatangi rumah-rumah penduduk. Kedua, berupa serangkaian upaya untuk menata sumber-sumber daya kedokteran dan administratif dan memobilisasikan partisispasi masyarakat.
Gugur gunung merupakan kegiatan-kegiatan yang dikembangkan oleh BKKBN dan dilaksanakan secara langsung menurut serangkaian kampanye penyembuhan penyakit patek (frambosia) yang digencarkan pada tahun 1950-an mereka berhasil dalam menerangkan kepada penduduk dukungan pemerintah terhadap Keluarga Berencana, dan dalam menyebarluaskan jenis-jenis kontrasepsi yang tersedia di klinik-klinik Keluarga Berencana.
Selain itu Angkatan Darat di Jawa Timur juga menerima tantangan untuk mendukung Program Keluarga Berencana dengan mengadakan kampanye selama perayaan sebulan penuh Ulang Tahun Kodam Brawijaya. Banyak keberatan muncul ketika pasukan berseragam mulai megumpukan sejumlah besar perempuan yang belum menjadi akseptor dan “mendorong” mereka untuk pergi ke klinik Keluarga Berencana. Terlalu sering petugas BKKBN menemukan dirinya kekuarangan suplai dan mengahdapi sekelompok calon akseptor yang tidak antusias. Bukannya mempromosikan program, taktik ini malah cenderung menggrogoti kredibilitasnya. Secara perlahan gugur gunung diganti dengan strategi-strategi lain, yang dirancang untuk menjamin ketersediaan kontrasepsi di tempat secara kontinu. Inisiatif-inisiatif itu antara lain mencakup didirikannya pusat-pusat distribusi kontrasepsi masyarakat, promosi kelompok akseptor, dan mobilisasi kelompok-kelompok Agama dan pembangunan untuk mendukung Program keluarga berencana. (Howard Dick, 1997: 86-88)
Wilayah-wilayah atau Kota-kota besar di Jawa Timur juga giat meningkatkan peserta KB, misalnya seperti di Surabaya, diwilayah ini diadakan lomba KB antar lingkungan dan RW. Selama 2 bulan, dimulai sejak maret 1973 yang lalu, segenap perangkat organisasi dalam wilayah Surabaya utara giat “Masuk Kampung Keluar Kampung”, untuk meningkatkan jumlah peserta Program Keluarga Berencana dengan jalan memberikan motivasi. (Harian Umum, 1973: 2). Selain itu Surabaya juga mengadakanpameran Keluarga Berencana cabang PKBI KMS serta berhasil mengenai sasaran, dalam rangka mensukseskan program Keluarga Berencana, maka oleh PKBI cabang Kota Madya Surabaya telah diselenggarakan pameran KB, dengan mengambil tempat di panggung tengah TH, yang berlangsung selama 5 malam, sejaktanggal 6 april sampai 10 april 1973. (Harian Umum, 1973: 2). Selain lomba dan pameran Surabaya juga mengadakan ceramah KB untuk karyawan KMS yang diadakan setiap minggu dua kali yaitu hari selasa dan kamis. (Harian Umum, 1973:2)
D. Fertilitas Penduduk Jawa Timur pada masa kepemimpinan Mohammad Noer
Tabel 1.1
Jawa Timur: Laju fertilias spesifik-umur, 1964-1976 (Jumlah kelahiran per 1000 wanita dalam setiap kelompok umur)
Umur
Periode Laju fertilitas total
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-4
Sebelum program keluarga
berencana Nasional
1964-6
177
245
231
170
99
45
-
4,8
1965-70
164
254
219
170
114
63
9
5,0
1967-70
149
246
225
169
96
45
14
4,7
Selama program keluarga
berencana nasional
1971-5
117
221
180
151
81
45
24
4,1
1976-9
114
207
172
115
65
29
9
3,6
1964-6, 1967-70: metode anak-sendiri (Cho et al., 1976: 1).
1965-70: sejara kehamilan (McDonald, Mohmmad Yasin, dan Jones, 1976: 50).
1971-5: sejarah kehamilan (BPS,1978b).
1976-9: Metode anak sendiri (Mamas, 1983: 3-5)
Table 1.1 menyajikan nilai laju spesifik-umur untuk Jawa Timur dari tahun 1964-1976. Secara umum, laju fertilitas untuk setiap kelompok umur menunjukkan penurunan secara teratur, kecuali pada kelompok umur 45-49 akibat kecilnya ukuran contoh dan terjadinya masalah pelaporan yang menggangu hasil, yang menarik adalah laju kelompok umur 15-19 dan 30-39. Pada kedua kelompok umur tersebut telah terjadi penurunan yang berarti dibandingkan ketika permulaan Program Keluarga Berencana. Untuk waita usia 20-24 fertilitas baru mulai menurun dan semakin cepat pada tahun 1980-an. Pola ini sesuai denga data tentang ciri akseptor yang menunjukkan bahwa kontrasepsi dipakai pertama-tama oleh wanita yang lebih tua, dan baru kemudian dipakai oleh wanita yang lebih muda, dipertengahan masa usia subur mereka.
Gambar: Jawa Tmur: Laju Fertilitas Total, 1965-1980
5.0
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
Gambar diatas menunjukkan bahwasannya di Jawa Timur, besarnya fertilitas semakin menurun, karna program ini disponsori langsung oleh Pemerintah. Pemerintah erus berupaya menurunkan laju fertilitas sampai mencapai keseimbangan yang diinginkan.
Tabel 1.2
Jawa Timur: banyaknya peserta keluarga berencana menurut alat kontrasepsi.
Tahun 1972-1979
TAHUN
ANGGARAN
Pil
I.U.D
KONDOM
Banyaknya
%
Banyaknya
%
Banyaknya
%
1
2
3
4
5
6
7
1972/1973
297.543
57,59
199.068
38,53
-
-
1973/1974
428.820
66,40
141.664
21,94
-
-
1974/1975
502.868
76,40
71.227
10,82
81.445
12,38
1975/1976
449.330
69,13
119.037
18,32
78.926
11,84
1976/1977
335.883
53,49
236.988
37,74
45.615
7,26
TAHUN
ANGGARAN
LAIN-LAIN
JUMLAH
%
BANYAKNYA
%
1972/1973
20.072
3,88
516.683
100
1973/1974
75.293
11,66
645.777
100
1974/1975
2.628
0,40
658.168
100
1975/1976
4.647
0,71
649.940
100
1976/1977
9.463
1,51
627.949
100
Sumber: BKKBN. Propinsi Jawa Timur.
E. Mortalitas Penduduk Jawa Timur pada masa kepemimpinan Mohammad Noer
1.3 Jawa Timur: Proporsi Kematian Bayi di Daerah Perkotaan (per 1000 kelahiran hidup),
Tahun 1945-1976.
Tahun
Jumlah
1945-49
149
1950-54
98
1955-59
75
1960-64
70
1965-69
64
1970-71
65
1972-73
60
1974-75
50
1976-77
47
Sumber: FM Survey
1.4 Jawa Timur: proporsi kematian bayi di pedesaan (per 1000 kelahiran hidup)
Tahun 1945-1976
Tahun
Jumlah
1945-49
172
1950-54
168
1955-59
133
1960-64
92
1965-69
81
1970-71
81
1972-73
76
1974-75
67
1976-77
52
Sumber: FM Survey
Dari tabel diatas menunjukkan bahwasannya angka kematian bayi setiap tahun mengalami penurunan yang spesifik, karna pada masa pemerintahan Gubernur Mohammad Noer jaminan kesehatan ibu dan bayi juga di perhatikan, terbukti dengan adanya pelayanan kesehatan yang lebih baik, sarana dan prasarana kesehatan yang lebih maju. Tabel diatas juga menunjukkan bahwa angka kematian bayi di Kota lebih rendah dari pada Desa, hal ini dikarenaan akses di Kotaan lebih dekat dan lebih lengkap di Kotaan, sedangkan di Desa, akses kesehatan masih jauh, biasanya berada di Kecamatan atau didekat Kator Kepala Desa.
1.5 Perkiraan Harapan Hidup pada waktu dilahirkan (eg) di beberapa daerah di Indonesia, sensus 1971 dan Fertility Survey 1973
Daerah
Sensus, 1971 (metode bress)
FM Survey 1973
Kota
Pedesaan
Kota
Pedesaan
Laki-laki
perempuan
Laki-laki
perempuan
Jawa barat
47
50
41
44
50
50
Jawa tengah
50
53
43
46
61
56
Jawa timur
51
54
45
48
60
58
Bali
51
55
45
48
-
49
Sumatera
51
54
45
49
57
50
sulawesi
48
51
44
47
52
50
Sumber: Fm survey, BPS Perkiraan Angka Kelahiran dan Kematian di Indoesia berdasarkan Sensus 1971
Hasil Survey diatas menunjukkan bahwa Jawa Timur memiliki harapan hidup yang tinggi dibandingkan dengan wilayah-wilayah yang lain. Ini berarti Jawa Timur cukup mampu untuk mensejahterakan masyarakatnya dan memberikan jaminan perbaikan hidup masyarakat.
F. Transmigrasi Penduduk Jawa Timur
Pemerintah daerah Jawa Timur menggerakkan usaha Transmigrasi secara maksimal, untuk mengatasi kepadatan penduduk sekaligus memberikan harapan kehidupan lebih baik bagi rakyatnya. Gagasan Transmigrasi total atau yang lebih dikenal dengan nama “Jebbol Desa” sebentar lagi akan terwujud. Desa lengkap dengan segala aparatnya “dihijrahkan” ke luar Jawa. Sekarang ini enam ribu kepala keluarga dipersiapkan untuk Jebol Desa, sebagai pelopor. Menurut Gubernur Mohammad Noer “sekarang sedang dipilih lokasinya, mana yang lebih baik bagi rakyat, lampung atau Sulawesi selatan. Team peneliti tengah menjajaki kemungkinan tersebut”. “selama usaha Transmigrasi belum menampung, masalah kepadatan Penduduk akan tetap megganggu Jawa Timur.
Dewasa ini hanya sekitar lima ribu Kepala Keluarga setahun yang berhasil ditransmigrasikan dari Jawa Timur, amat kecil dibandingkan jumlah pertambahan Penduduk yang mencapai 2,68 persen (sudah diturunkan menjadi 1,7 persen berkat Keluarga Berencana). Kenaikan penduduk demikian tinggi akan menyerap habis semua peningkatan produksi, karna belum seimbangnya kedua hal tadi. “Bukan jalan buntu yang kita hadapi. Ada jalan keluar, tapi itu memerlukan waktu dan biaya banyak, kata gubernur. Mengubah pola pemikiran rakyat agar bersedia pindah dari tanah kelahirannya harus dilakukan telaten. Sementara segala fasilitas harus disediakan pemerintah, misalnya komunikasi antara “Tanah Leluhur” dengan “Kampung Baru”nya nanti. (Suara Karya, 1975: 5)
G. Dampak
Program Keluarga Berencana di Jawa Timur mencapai target pada akhir pebruari 73 yang lalu. Gugur gunung penunjang peningkatan. Pada bulan maret sejumlah 80,390 peserta KB untuk bulan februari 1973 telah dilaporkan oleh 544 klinik KB dari 760 klinik KB yang tersebar dseluruh Jawa Timur. Dengan jumlah tersebut maka peserta KB di jawa Timur dari bulan april 1972 sampai bulan februari 1973 telah meningkat menjadi 396,776 peserta dan ini merupakan 99,17% dari target sebesar 400.000 peserta. Sebagai mana diketahui, meningkatnya jumlah peserta KB sejak bulan desember 1972 yang lalu adalah hasil yang telah dicapai dengan cara gugur gunung KB. (Harian Umum, 1973: 2)
Pacitan merupakan Kabupaten yang ada di Jawa Timur, pelaksanaan KB di Kabupaten Pacitan Terbaik di seluruh ASIA. Dalam kunjungannya di kabupaten pacitan, Mr. SM Keany dari Population Of council Sie Family Planning Amerika Serikat mengatakan bahwa pelaksanaan Program Keluarga Berencana dengan penggunaan IUD (spiral) di daerah Kab. Pacitan adalah terbak di seluruh ASIA jika dibandingkan dengan Negara-negara yang pernah ditinjau. (Harian Umum, 1973: 1)
Tahun 1973 Jawa Tmur Mendapatkan penghargaan Tanda Kehormatan Parasamya Purna Karya Nugraha karna telah mensukseskan pelaksanaan pembangunan lima tahun. Selain itu Mohammad Noer juga mendapatkan Penghargaan Manggala Karya Kencana dari BKKBN.
Penutup
Program Keluarga Berencana Merupakan Program Nasional. Program ini dilakukan dalam rangka menekan jumlah Penduduk agar tidak terjadi kepadatan penduduk dan tidak melebihi tingkat produksi pangan. Program Keluarga Berencana di Jawa Timur pada masa kepemimpinan Mohammad Noer merupakan Program yang paling berhasil diantara Provisi yang lain. Apakah sampai sekarang Jawa Timur merupakan Provinsi yang paling berhasil dalam melaksanaan program Keluarga Berencana?
Daftar Pustaka:
David Lucas, 1984, Pengantar Kependudukan, Yogyakarta: UGM Press
Hadi Prayitno, 1985, Pengantar Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta: Balai Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada.
Howard Dick, dkk, 1997, East java In the new order, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama
Hotman M. Siahan dan Tjahjo Purnomo W, 1997, Pamong Mengabdi Desa: Biografi Mohammad Noer, Jakarta: PT. Gramedia.
Ida Bagus Mantra, Kasto, R. Riyanto, Desember 1992, Teori dan Metodologi Studi Kependudukan, Yogyakarta: Pusat Antar Universitas UGM Yogyakarta.
Lincolin Arsyad, 1988, Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta: Yayasan Koperasi Pegawai Negeri
Michael P Todaro – Baharuddin Abdullah, 1987, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.
Mien A. Rifai dan Nurinwa Ki S. Hendrowinoto, 1991, Mohammad Noer, Jakarta: Yayasan Biografi Indonesia
M. Iskandar, 1977, Demografi Teknik, Jakarta: Lembaga Demografi FEUI Salemba I.
Nani Soedono, 1982, Hukum dan Kependudukan di Indonesia, Bandung: Offset Angkasa Bandung
Ohlin, Goran, Population Control and Economic Development, Development Center of the Organization for Economic Cooperation and Development, Paris, 1967.
Prijono Tjiptiherijanto, dkk, 1987, Materi Pokok Demografi, Jakarta: Karunika Jakarta Universitas Terbuka.
Sadono Sukirno, 1985, Ekonomi Pembangunan, Jakarta: Lembaga penerbit FEUI Jakarta.
Arsip:
BKKBN, Laporan akseptor kuartalan (distributor umur para akseptor baru untuk tahun-tahun tertentu (%)
BKKBN statistic pelayanan bulanan (Jawa Timur, jumlah akseptorkeluarga berencana tahun yang ttercatat menurut alat kontrasepsi yang digunakan, 1969/70-1980/4)
Demographic institute (1974:52) pemakaian alat pengendali kelahiran oleh wanitta usia subur, 1973 (%)
1964-6, 1967-70: metode anak-sendiri (Cho et al., 1976: 1).
1965-70: sejara kehamilan (McDonald, Mohmmad Yasin, dan Jones, 1976: 50).
1971-5: sejarah kehamilan (BPS,1978b).
1976-9: Metode anak sendiri (Mamas, 1983: 3-5)
BPS ulasan singkat hasil sensus penduduk, seri L No. 2 halaman 9 (penduduk tahun 1961, 1971, dan 1980, menurut propinsi dan kepulauan.
BKBN Laju Fertilitas Total, 1965-1980
BKKBN Provinsi Jawa Timurbanyaknya peserta keluarga berencana menurut alat kontrasepsi.
Tahun 1972-1979
FM Survei : Proporsi Kematian Bayi di Daerah Perkotaan (per 1000 kelahiran hidup), Tahun 1945-1976.
Fm survey, BPS Perkiraan Angka Kelahiran dan Kematian di Indoesia berdasarkan Sensus 1971
Surat Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 1970 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
Keputusan Bersama Kementrian dalam Negri dan Ketua Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional No. 147 Tahun 1971 No. 247 Tahun 1971 tentang Pelaksanaan Program Keluarga Berencana di daerah (terutama untuk Jawa dan Bali).
Surat Keputusan Presiden RI No. 33 tahun 1972 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.
Instruksi Presiden RI No. 26 Tahun 1968, namun Instruksi ini masih bersifat semi Pemerintahan.
SK BKKBN No. 132/Kc 103/RI/87 pemberian tanda penghargaan manggala karya kencana
PP RI No. 38 Tahun 1973 tentang Pemberian Tanda Kehormatan Parasamya Purnakarya Nugraha
Harian Umum Tanggal 30 maret 1973 tentang Kb di Jatim capai target pada akhir ferbuari yang lau
Suara Karya tanggal 20 deember 1975 tentang mohammad noer: potret seorang pemimpin daerah
Harian umum tanggal 15 mei 1973 tentang ceramah KB untuk karyawan KMS
Harian Umum tanggal 11 mei 1973 tentang wilayah Surabaya utara giat meningkatkan peserta KB
Harian umum 13 april 1973 tentang pameran keluarga berencana cabang PKBI KMS
Harian umum 19 juni 1973 tentang pelaksanaan KB di akbupaten pacitan terbaik di seluruh ASIA
Haria umum 21 maret 1975 tentang ABRI mensukseskan Keluarga Beencana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H