Mohon tunggu...
Arif Rahman Hakim
Arif Rahman Hakim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Biasa-biasa saja

Lelaki kelahiran Pati Jawa Tengah suka memancing, sesekali membaca buku dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepeda Seken

8 Agustus 2020   22:06 Diperbarui: 9 Agustus 2020   06:16 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun apa dikata, dua temanku yang juga ikut sunatan massal kabarnya sudah bisa berlari kesana-kemari. Sementara aku yang sudah dua minggu masih mengenakan sarung alias jalannya tampak mekeh-mekeh. Itulah sebabnya aku dibully teman-teman sebaya juga tidak ketinggalan tetangga sebelah ikut menggosip perihal hal yang sama.  

Dokter muda yang menyunat aku kebetulan tetangga dan masih ada pertalian saudara, setiap seminggu sekali mengontrol nasib barang keramat satu-satunya milikku yang berhari-hari tak kunjung mengering. Saran untuk membersihkannya pada pagi dan sore dengan cairan PK dan revanol tidak pernah aku abaikan. Meski begitu tidak juga sembuh-sembuh.

Minggu berikutnya obat yang aku minum sesuai anjuran dokter disarankan oleh nya agar tidak diminum dulu, benar saja, pelirku mulai mengering dan menunjukkan tanda-tanda akan sembuh yang belakangan diketahui ternyata aku alergi anti biotik berjenis amoxcilin.

Tidak lama aku menyadari kenapa beberapa peristiwa secara terpisah seakan-akan seumur hidupku merasakan sensasi seperti sunat tiga kali. Yang kedua saat aku di Batam. Pada mulanya ujung alisku robek mengucur darah akibat main futsal. Kemudian aku dibawa ke apotik untuk dijahit dan diberi obat anti biotik amoxilin. Kali ketiga waktu di Banjarnegara sakit gigiku kambuh dan meminum obat pereda nyeri, ponstan. Gara-gara minum obat berkandungan amoxilin berimbas pada ketiak melempuh, saluran pembuangan air kecil dan besar juga melempuh kemudian mengelupas kulitnya. Tentu saja semua itu sangat meresahkan kepriaanku. 

Tempo hari aku bercerita, spontan teman-teman tertawa ngakak. Bahkan ketika aku meminta untuk diresepkan obat akan keluhan pada rasa sakitku, juga pernah dituduh oleh apoteker sebagai orang yang suka berganti-ganti pasangan. Sialan, jaran tenan. Umpatku.

***

Sekali waktu bapak ditawari sepeda oleh saudara dari jalur mbah buyut laki-laki, persisnya kakaknya dokter muda yang menyunatku itu, kemudian bapak menanyakan harga sepedanya. Namun pihaknya maunya meminjamkan sepeda masa kecilnya untuk dilungsurkan pada aku. Syaratnya hanya cukup dirawat dan tidak boleh dijual, sebab sepeda itu bakal diwariskan lagi kepada anaknya kelak.

Sepeda mungil bergaya klasik yang rangkaian rangkanya mirip motor metik itu akan bisa dipakai setelah diperbaiki. Maklum sepeda itu sudah lama menghuni di gudang. Sebagian kerangka sepeda dan beberapa onderdil lainnya berkarat. Pedal sebelah kiri dan rantainya saja macet. Roda depan dan belakang bannya juga tampak rapuh.

"Kalau bengkelin sepeda ini perkiraan habis biaya berapa? Tanya bapak kepada tukang bengkel.

Tukang bengkel itu kemudian meraih sepeda yang baru saja aku standarkan. Ia memeriksanya sembari menggerakkan stang ke kanan-kiri, juga pedal yang macet itu.

"Ditaksir ongkosnya dua puluh lima ribu," kata tukang bengkel yang baru saja berdiri dari posisi jongkoknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun