Pada zaman kanak-kanak dahulu sepeda masih menjadi barang yang cukup mewah. Di kampung halamanku anak yang mempunyai sepeda saja jumlahnya bisa dihitung dengan jari.Â
Aku termasuk anak yang belum memilikinya. Meski begitu keinginan untuk ikut bisa bersepeda tidak bisa aku elakkan. Aku belajar bersepeda biasanya di pelataran rumah tetangga yang agak jembar pas hari jumat, hari libur sekolah. Itu pun sepeda dari meminjam teman sepermainan.
Salah satu sepeda yang biasa aku pinjam untuk belajar adalah milik Faiz kentung, begitu teman-teman biasa memanggilnya, yang julukan kentung itu diberikan kepadanya karena ia memang mirip aktor kentung dalam film Jin dan Jun yang populer dikalangan anak-anak saat itu.Â
Sebagai rasa terimakasih kepadanya terkadang aku beri imbalan buah jambu klutuk punya ibuku yang pohonya berbuah merental sampai mendoyong di atas genting juga talang. Dia senang, akupun merasa semakin karib dengannya.
Pada suatu kesempatan aku belajar mengayuh pedal sepeda di jalanan yang baru saja selesai diaspal. Meski pada mulanya berasa kikuk, aku bisa mengayuh pedal secara lancar.Â
Gara-gara terlalu bersemangat aku kehilangan kendali saat melintasi jalanan yang agak menggunduk membuat sepeda mengetril kemudian menjungkal keselokan yang penuh lumpur.Â
Tentu saja muka dan sekujur badanku bak kerbau berkubang lumpur. Dari kejauhan teman-teman melihatnya lalu tertawa terpingkal-pingkal. Meski pada akhirnya diantara mereka menolongku. Nasib sepeda yang nampak menjengkang di pinggir selokan secara perlahan ditarik kepermukaan jalan oleh teman-teman.
Sambil menghela nafas aku perhatikan sepeda itu tidak ada bagian-bagiannya yang rusak. Setang, sedel, Â pelek ban juga tidak ada masalah. Hanya saja catnya tampak lecet sedikit pada bagian pinggang kerangka sepeda.
Aku minta maaf kepada nya sambari menatap ekspresi wajah kentung yang menunjukkan rasa menyesal akan kekonyolanku pada kejadian yang baru saja aku alami, meski begitu ia menganggukan kepalanya.
Sepeda itu aku gelandang menuju ke sebuah sumur umum. Tampak di sana seorang ibu-ibu sedang membanting-banting baju yang dicucinya dan sesekali memerasnya.
Salah satu ibu yang aku kenal sebagai tukang masak pada suatu hajatan di kampung bersimpangan denganku.Â