Seringkali kita mendengar ungkapan, “Anak muda zaman sekarang sopan santunnya nol.” Kritik ini datang dari berbagai kalangan, terutama generasi yang lebih tua. Namun, apakah klaim ini sepenuhnya benar? Mari kita telaah lebih dalam, didukung dengan data dan fakta, untuk memahami mengapa fenomena ini terjadi dan siapa yang bertanggung jawab.
Data Tentang Perilaku Generasi Muda
Sebuah survei oleh Pew Research Center (2022) menunjukkan bahwa 64% orang tua di seluruh dunia merasa anak-anak mereka kurang sopan dibandingkan generasi sebelumnya. Di Indonesia, survei dari Lembaga Demografi UI (2023) mengungkap bahwa 78% orang tua khawatir anak-anak mereka terlalu bergantung pada teknologi dan mengabaikan nilai-nilai tradisional seperti tata krama dan etika sosial.
Di sisi lain, sebuah laporan UNICEF (2023) menyebutkan bahwa 45% remaja Indonesia merasa kurang didukung dalam pendidikan karakter, baik di rumah maupun di sekolah. Mereka mengaku lebih sering mendapat tekanan untuk berprestasi akademik daripada diajarkan pentingnya nilai moral.
Faktor-Faktor yang Membentuk Attitude Generasi Muda
1. Teknologi: Berkah atau Bencana?
Generasi Z tumbuh di tengah derasnya arus digitalisasi. Berdasarkan data We Are Social (2023), rata-rata remaja Indonesia menghabiskan lebih dari 8 jam sehari menggunakan gadget. Media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Twitter menjadi platform utama mereka berinteraksi. Namun, komunikasi yang serba cepat ini sering kali mengabaikan unsur sopan santun, karena lebih mengutamakan efektivitas pesan.
Teknologi juga menciptakan budaya instan. Generasi muda terbiasa mendapatkan apa yang mereka mau dalam hitungan detik, mulai dari hiburan hingga jawaban atas tugas sekolah. Akibatnya, mereka cenderung kehilangan kesabaran dan empati dalam situasi dunia nyata yang membutuhkan proses dan toleransi.
2. Kurangnya Keteladanan dari Generasi Sebelumnya
Generasi muda tidak lahir begitu saja dengan perilaku yang dianggap kurang sopan. Lingkungan, terutama keluarga, memainkan peran penting. Studi dari Harvard Graduate School of Education (2023) menunjukkan bahwa anak-anak meniru perilaku orang dewasa di sekitar mereka. Jika orang tua lebih sering sibuk dengan pekerjaan atau gadget daripada meluangkan waktu untuk berbicara dengan anak-anak mereka, nilai-nilai etika sulit ditanamkan.
3. Sistem Pendidikan yang Terlalu Berorientasi pada Akademik
Laporan Kemendikbudristek (2023) menyebutkan bahwa hanya 30% sekolah di Indonesia yang memiliki program pendidikan karakter yang terintegrasi dalam kurikulum. Fokus utama pendidikan masih pada capaian akademik dan ujian standar. Padahal, pembentukan sikap dan moral seharusnya menjadi prioritas yang seimbang dengan pembelajaran kognitif.
Polarisasi Antargenerasi: Saling Menyalahkan atau Memahami?