Mohon tunggu...
RIYAS FITRIANINGSIH 121211095
RIYAS FITRIANINGSIH 121211095 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undira Student Semester 6

Master of Accounting Students - NIM 121211095 - Faculty of Economics and Business - Dian Nusantara University - Forensic Accounting - Lecturers: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Ranggawarsita, Kalasuba, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

21 Juli 2024   00:21 Diperbarui: 21 Juli 2024   00:21 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi bagaikan benalu yang menggerogoti sendi-sendi bangsa Indonesia. Fenomena ini bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat pembangunan, merusak kepercayaan publik, dan mengikis nilai-nilai moral bangsa.

Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia telah dilakukan secara berkelanjutan, namun hasilnya masih belum optimal. Diperlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, dengan melibatkan berbagai pihak, untuk membasmi penyakit kronis ini.

Dalam upaya memahami kompleksitas permasalahan korupsi dan mencari solusi yang berkelanjutan, kita perlu menengok ke masa lampau dan mempelajari pemikiran para leluhur.

Tulisan ini akan mengupas pemikiran Ranggawarsita, Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu, empat intelektual terkemuka dari era Jawa Kuno, dan kaitannya dengan fenomena korupsi di Indonesia.

Dengan memahami perspektif mereka, kita dapat memperoleh wawasan berharga tentang akar persoalan dan merumuskan strategi yang tepat untuk memerangi korupsi di masa kini.

1. Apa (What): Memahami Makna Korupsi dan Dampaknya

Ranggawarsita, dalam karyanya "Serat Kalatidha", menggambarkan korupsi sebagai "pamrih" atau keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan cara yang tidak sah.

Kalasuba, dalam "Serat Wujil", mendefinisikan korupsi sebagai "kolu", yaitu tindakan curang yang dilakukan oleh pejabat untuk memperkaya diri sendiri.

Katatidha, dalam "Serat Nitisastra", menegaskan bahwa korupsi adalah "dursila" atau perbuatan tercela yang dapat merusak tatanan sosial dan moral masyarakat.

Kalabendhu, dalam "Serat Arjuna Wiwaha", mengibaratkan korupsi sebagai "raksasa" yang menelan kekayaan negara dan merenggut keadilan dari rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun