Budaya kolusi dan nepotisme: Budaya kolusi dan nepotisme yang masih mengakar di masyarakat mempermudah praktik korupsi dan menghalangi penegakan hukum yang adil.
Kurangnya penegakan hukum yang tegas: Penegakan hukum yang lemah dan tidak konsisten terhadap pelaku korupsi membuat mereka merasa aman dan tidak jera.
Lemahnya pengawasan: Kurangnya pengawasan yang efektif terhadap kinerja pejabat dan pengelolaan keuangan publik membuka peluang bagi praktik korupsi.
Kurangnya edukasi anti-korupsi: Masyarakat masih kurang memahami bahaya korupsi dan cara-cara untuk mencegahnya.
3. Bagaimana (How): Solusi Berkelanjutan untuk Memerangi Korupsi
Membangun budaya anti-korupsi: Menumbuhkan budaya anti-korupsi di masyarakat melalui edukasi, kampanye publik, dan penegakan hukum yang tegas.
Meningkatkan peran masyarakat sipil: Masyarakat sipil dapat berperan aktif dalam mengawasi kinerja pemerintah, melaporkan praktik korupsi, dan mendorong akuntabilitas publik.
Memperkuat peran media massa: Media massa dapat berperan dalam mengedukasi publik tentang bahaya korupsi, mengungkap praktik korupsi, dan mendorong reformasi sistem.
Memperkuat penegakan hukum: Penegakan hukum yang tegas dan konsisten terhadap pelaku korupsi tanpa pandang bulu dapat memberikan efek jera dan membangun kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
Meningkatkan kerjasama antar lembaga: Perlu adanya kerjasama yang kuat dan koordinasi yang efektif antar lembaga penegak hukum, lembaga anti-korupsi, dan instansi terkait lainnya untuk memerangi korupsi secara komprehensif.
Memperkuat sistem pencegahan korupsi: Menerapkan sistem pencegahan korupsi yang efektif, seperti e-procurement, e-budgeting, dan whistleblower protection, dapat membantu mencegah terjadinya korupsi sejak dini.