Mohon tunggu...
Aries Heru Prasetyo
Aries Heru Prasetyo Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi bidang Crisis Management

Aries Heru Prasetyo, MM, Ph.D menyelesaikan pendidikan S-1 dan S-2 di Universitas Airlangga Surabaya, kemudian melanjutkan pendidikan Doktoral di Fu Jen Catholic University, Taiwan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Corona adalah Penyakit, Bukan Aib, Sepakat!

17 April 2020   20:21 Diperbarui: 17 April 2020   20:21 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memasuki akhir Desember 2019, Jey Lo kembali mengabarkan, kali ini kami dapat berbicara melalui salah satu aplikasi. "Aries, kemungkinannya akan ditutup, jadi untuk sementara saya tidak bisa keluar dari sini. 

Jangan khawatir, saya dan keluarga kecil saya sehat-sehat semua!" Saya-pun hanya mengingatkan untuk mencukupkan bahan pokok sehari-hari. 

Seiring dengan itu, media sosial mulai dijejali dengan berita tentang virus ini. Dengan tehnik data mining yang saya kuasai, sekitar 88% lebih berita yang tersebar di media telah menobatkan virus ini sebagai hal yang merisaukan. 

Seakan tak percaya dengan berita tersebut, saya berusaha untuk meminta pandangan dari sisi riset medis terkait pneumonia yang cukup berelasi dengan corona. 

Kali ini saya berhubungan langsung dengan salah seorang Professor di Taiwan. Pilihan saya didasarkan pada pertimbangan dekatnya wilayah Taiwan dengan Tiongkok. 

Begini penuturannya "Intinya, jangan takut! Namun harus tetap waspada. Isolasi adalah hal yang terbaik, karena setelah kurun waktu tertentu virus dapat mati, tentunya dengan meningkatkan daya tahan tubuh. Isolasi disarankan agar partikel saat penderita batuk atau bersin dapat berpindah ke orang lain. Kesadaran diri sendiri mutlak sangat penting untuk pengendalian virus ini."

Sebagai ilmuwan, saya melihat potensi risiko yang sangat besar. Namun pada saat yang sama, saya ditantang untuk menemukan solusi terbaik dalam menghadapi virus yang mulai menjadi pandemi ini. 

Dua rumusan yang saya temukan adalah: 1) Perkuat daya tahan tubuh dan 2) Kesadaran untuk melakukan isolasi mandiri bila simptom tiba. Perlahan, beberapa kebijakan seperti isolasi mandiri selama 14 hari setelah bepergian ke wilayah yang terpapar pandemi mulai bergaung. Sayangnya, gema rumusan pertama kurang terdengar. Di sinilah saya melihat ketidakseimbangan pesan yang beredar di masyarakat. 

Memasuki bulan Februari lalu, rumusan saya bertambah satu yakni: menjaga kebersihan diri secara lebih cermat, khususnya mencuci tangan. Pertanyaan saya kala itu, "mengapa harus cuci tangan?" Ternyata jawabannya ada pada gerak tubuh kita saat batuk. 

Tanpa disadari, kita menutup mulut dengan telapak tangan saat batuk. Di situlah virus kemudian menyebar lewat benda-benda yang dipegang oleh penderita ke orang lain. Dengan cuci tangan secara bersih dan memanfaatkan sabun maka virus sebenarnya tak mampu bertahan. 

Pasca kasus positif ditemukan di bumi Nusantara maka terbayang bahwa kebijakan pembatasan kontak sosial atau karantina akan menjadi pilihan. Namun di sisi media, kita lebih banyak terfokus pada berapa jumlah penderita dan berapa korban nyawa akibat virus ini. Cukup minim informasi tentang bagaimana para penderita dapat sembuh dari covid-19. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun