Kepala Dusun pun menjawab bahwa sebenarnya mitos yang beredar itu hanyalah sebuah sugesti yang telah mendarah daging pada masyarakat itu.Â
Dewi Sri pun bertanya kembali, mengapa mitos-mitos itu tidak dihilangkan saja dan digantikan dengan pemikiran ilmiah. Kepala Dusun kembali menjelaskan bahwa hal itu tidak bisa dilakukan karena sudah menjadi kepercayaan turun-temurun, maka harus dijaga untuk menghormati para leluhur.Â
Meski sugesti atau mitos yang beredar bisa dipikir secara ilmiah dan logika, namun pada praktiknya tetap harus memperhatikan adat yang berlaku.
Penjelasan Kepala Dusun pada cerpen Dewi Sri di Ujung Jawa yang mengatakan bahwa kepercayaan yang diwariskan turun-temurun harus dijaga, dikisahkan pada cerpen Geman Sangkolan Mbak Kasiya karya Akhmad Mustaqim, dan cerpen Kisah Sebilah Keris karya Ezzah Nuranisa.Â
Kedua cerpen tersebut sama-sama mengandung maksud bahwa benda pusaka yang ada sebagai warisan turun-temurun, harus berada di tangan atau dijaga oleh orang yang tepat untuk menghargai leluhur.Â
Selain itu jika tidak dijaga dengan baik, bisa saja menimbulkan mala petaka, begitulah yang diceritakan dalam cerpen Geman Sangkolan Mbak Kasiya, Darmayu, dan Asrar Suara, berbeda dengan cerpen lainnya, ketiga cerpen itu justru membenarkan mitos atau ritual yang ada di Indonesia
Pada cerpen Darmayu hasil tulisan Dody Widianto, dikisahkan keluarga tokoh utama yang mendapat kesialan atau kutukan, kehilangan cucu tersayang, akibat tidak menjalani ritual untuk menghormati Dewi Sri, sosok yang dianggap sebagai pelindung bumi.Â
Asrar Suara karya Aditya Kurniawan sebenarnya kurang terasa mengisahkan tentang pada suatu kepercayaan atau hal-hal mistis semacamnya. Namun pada cerpen tersebut dikisahkan jika tidak merawat alam dengan baik maka akan mendapatkan malapetaka.
Sebenarnya jika dilihat dari segi positif, selama memang tidak ada yang merugikan dan memberikan hal baik, tidak ada yang salah dengan hal-hal mistis seperti ritual, pantangan, mitos yang beredar di masyarakat.Â
Seperti halnya pada dua cerpen karangan Laras Setianinrum, Pertunjukan Gaib dan cerpen Perempuan Kemuning Jawa. Pada kedua cerpen itu sama-sama melihat hal-hal mistis yang menimpa tokoh utama dari segi positif.
Ada pula cerpen kedua yang ditulis oleh Rori Maidi Rusji, yaitu cerpen Pasar Janda, mencereritakan budaya lokal di mana pekerja yang biasa menyiangi ladang adalah para janda-janda.Â