Industri yang limbahnya dijadikan bahan baku semen akan sangat diuntungkan, pertama tentu saja tidak perlu repot-repot membuat instalasi pengolah limbah beserta biaya operasionalnya. Cukup berikan ke industri semen maka selesai persoalan limbahnya. Publik tidak ada yang jeli, salah satu pertimbangan PT Freeport membangun smelter di Gresik adalah pengolahan tembaga akan akan menghasilkan limbah, lalu jika PT Freeport membuat instalasi pengelolah limbah dapat dibayangkan berapa besar tambahan biaya investasi dan tentu saja biaya operasional serta potensi protes masyarakat jika suatu saat instalasi pengolah limbah “macet/mati”. Saat ini PT Smelting Gresik yang sahamnya mayoritas dimiliki PT Freeport dan telah ditunjuk untuk membangun dan mengoperasikan pabrik smelter di Gresik, limbah PT Smelting dikirim ke pabrik semen di Tuban milik PT Semen Indonesia.
Dapat dibayangkan berapa banyak limbah fly ash setahun seiring dengan selesainya proyek pembangkit listrik 35.000 MW yang berbasis batubara. Jika ditambah 10.000 MW proyek tahap 1 era SBY, maka 45.000 MW akan membakar sekitar 300 juta ton batubara setahun dan menghasilkan sekitar limbah fly ash sekitar 13 juta ton setahun atau setara dengan 1,3 juta truk tronton berkapasitas 10 ton yang berjejer. Jika 1 truk tronton panjangnya 15 m, maka dibutuhkan jalan sepanjang 19,5 km atau jika PLTU beroperasi 100 tahun maka dibutuhkan jalan sepanjang 1.950 km untuk menampung limbah fly ash.
Industri semen di Indonesia dengan kapasitas 90 juta ton/th, memiliki potensi untuk mengolah 30% limbah sebagai bahan baku semen menggantikan bahan alam, maka ada potensi 27 juta ton limbah industri lain yang dapat dioleh industri semen, artinya semua limbah fly ash di Indonesia akan “habis dimakan industri semen”, ada dua keuntungan sekaligus, pertama : industri yang menghasilkan limbah tersebut akan menjadi lebih efisien dan persoalan limbah sudah ada solusinya, kedua : industri semen akan menghemat bahan baku alam yang artinya keberadaan industri semen dapat diwariskan manfaatnya ke anak cucu.
Maka di negara Eropa, industri semen sudah dimasukkan sebagai kategori industri yang dapat menyelamatkan lingkungan. Kajian konsultan bisnis terbesar di dunia “The Boston Consulting Group” bahkan mengatakan “Industri Semen memberikan kontribusi strategis bagi kemajuan Eropa”. Berbicara mengenai kebutuhan manusia terkait pendidikan dan aktivitas lainnya yang membutuhkan kertas, membutuhkan energi berbasis fossil untuk berbagai penopang kehidupan termasuk BBM untuk transportasi dan lainnya, industri elektronik dan gadget sangat membutuhkan olahan bahan mineral seperti tembaga dan lainnya. Kesemua industri tersebut akan menghasilkan “Limbah B3” dan berpotensi menjadi masalah baru. Industri semen yang suhu pembakaran Kiln (proses utama membuat semen) minimal 1.400 oC atau lebih tinggi dibandingkan incenerator sampah/rumah sakit yang suhunya maksimal 1.200 oC, maka daya lenyap industri semen terhadap limbah berbahaya melebihi kemampuan incenerator yang dianggap sudah menjadi solusi melenyapkan limbah berbahaya semisal limbah medis.
Bahkan dengan inovasi dan teknologi terbaru, pabrik semen di Eropa mulai menerapkan sistem Waste Heat Recovery Power Generation (WHRPG) yaitu mengubah panas gas buang pembakaran semen sebagai pembangkit listrik. Indonesia tidak mau kalah dan ada 2 pabrik semen yang bisa membuat WHRP yaitu PT Semen Padang dengan kapasitas 8 MW dan sedang dalam proses membangun di pabrik semen Tuban milik PT Semen Indonesia dengan kapasitas 26 MW. Ada efisiensi sampai Rp 100 miliar perbulan di pabrik semen Tuban jika WHRPG bisa beroperasi karena total kebutuhan listrik di pabrik semen Tuban mencapai 85 MW, atau kontribuasi WHRP adalah 26 MW atau sekitar 30%. Artinya apa? Mengurangi beban PLN dalam menyediakan listrik, artinya mengurangi pembakaran batubara sebagai sumber utama pembangkit listrik milik PLN.
Link dibawah ini menunjukkan betapa industri semen sudah menjadi solusi lingkungan di Eropa. Sehingga keberadaan industri semen adalah “sangat diharapkan” keberadaannya
Ini penelitian lain di dunia, termasuk Amerika Serikat yang sudah menempatkan industri semen sebagai industri strategis penopang Pemerintah dalam mengurangi dampak pencemaran lingkungan.
Pemerintah atur penggunaan SDA untuk industri
Peran Pemerintah menjadi penting selaku regulator bagaimana mengatur pemanfaat sumber daya alam untuk industri. Indonesia sebagai negara yang memiliki keberagaman SDA terbanyak didunia tentu patut disyukuri, karena SDA ini adalah karuni Tuhan untuk dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat. Tentu pemanfaatan yang memperhatikan aspek ingkungan, karena jika tidak dilakukan bukan manfaat tetapi bencana yang akan terjadi.
Seperti pengaturan hutan yang antara lain ada hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi dan lainnya, maka menempatkan hutan bukanlah sebagai sumber daya yang “sama sekali” tidak boleh dimanfaatkan. Keberadaan hutan lindung dan hutan konservasi adalah sebagai penjaga keseimbangan dan kecukupan masyarakat di Indonesia akan daya dukung hutan sebagai penampung dan menahan air hujan agar meresap ke tanah, kebutuhan oksigen, maupun kebutuhan pangan dan obat yang berbasis hutan. Di karst atau pegunungan kapur juga sama, Pemerintah melalui Kementerian ESDM mengatur mana kawasan karst yang menjadi lindung gelologi dan mana yang bisa ditambang. Sudah banyak kawasan karst yang “lampu merah” bagi penambangan karena ditetapkan sebagai kawasan lindung geologi.