Pertanyaannya apakah dalam membuat aturan sudah memasukkan aspek melihat unsur budaya ataukah hanya aspek geologi semata?, sepertinya belum. Meskipun dalam isinya beberapa sudah pas seperti Karst Rembang boleh di Tambang dari aspek geologi. Tapi apakah saat memutuskan dikaji juga selain aspek geologi yaitu aspek masyarakat seperti apakah disitu ada masyarakat Samin?. Kalau pada akhirnya ternyata di Rembang (karst Rembang tidak ada masyarakat Samin), penulis menyakini ini hanya kebetulan saja, artinya "lha kok ya pas gitu". Selanjutnya perlu diteliti juga apakah di Grobogan ada masyarakat Samin? jika tidak ada dan secara geologi memungkinkan di tambang, kenapa tidak ditambang?. Sehingga aturan bisa lebih diketat pada daerah yang ada masyarakat Samin seperti di Pati yang karena ada masyarakat Samin, dan Pati sudah dimasukkan tidak boleh ditambang maka diperkuat dengan aturan yang lebih kuat lagi. Dengan analogi yang sama diberlakukan ditempat lain dalam konteks karst & masyarakat.
Oleh karena itu industri semen dapat di dorong untuk dibangun di Rembang ataupun Grobogan. Ini juga melindungi investasi dari kepastian hukum sekaligus melindungi masyarakat lokal yang memang bergantung pada alam. Tentu kebijakan ini harus segera diambil, agar tidak ada yang dirugikan. Sebelum investor sudah "terlanjur menanamkan modalnya untuk belanja alat (belanja investasi)" segera dikeluarkan aturan yang lebih komprehensif dan melindungi kedua belah pihak (investor dan masyarakat lokal/khusus).
Begitupula untuk industri lain diluar semen seperti perkebunan kelapa sawit yang di Sumatera berkonflik dengan beberapa suku/masyarakat khusus. Dan tentu masih banyak lagi contoh-contoh yang bisa diberikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H