Mohon tunggu...
Arief Budimanw
Arief Budimanw Mohon Tunggu... Konsultan - surveyor

rumah di jakarta..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Orang Belanda Masih Membenci Sukarno?

14 Agustus 2020   23:21 Diperbarui: 15 Agustus 2020   00:16 3607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karikatur Sukarno membebaskan Hindia, foto milik javapost.nl

Tjokroaminoto adalah ketua Sarekat Islm, partai massa pertama di Indonesia, dan Sukarno suka dibawa ke rapat umum partai. Pembicaraan di antara para intelektual dari berbagai pemotongan yang mengunjungi rumah nasionalis Tjokroaminoto juga menggugah kesadaran politiknya.

Setelah lulus pada tahun 1926, Soekarno semakin aktif dalam gerakan nasionalis. Selama waktu ini dia merumuskan sejumlah ide kunci yang akan memandu kehidupan politiknya selanjutnya. Dalam artikel pertamanya untuk majalah Indonesia Muda, ia memaparkan sintesis antara nasionalisme, Islam, dan Marxisme.

Dengan ini ia menabur benih-benih filsafat negara Indonesia. Tak lama kemudian, pemuda nasionalis itu menyatakan dalam artikel lanjutannya "bahwa hanya satu hari persatuan yang dapat membawa kita kepada realisasi impian kita, yaitu Indonesia Merdeka, Indonesia Merdeka." Kebebasan melalui persatuan menjadi motif utamanya.

Sukarno juga tidak menyukai gagasan demokrasi Barat, yang menurutnya tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Ia melihat lebih banyak lagi dalam prinsip-prinsip Jawa tentang mufakat dan musyawarah. Dalam bukunya Sahabatku Soekarno, Willem Oltmans menyatakan dengan gamblang, bahwa Sukarno "akan melacur" sampai Anda setuju. Dengan kata lain, titik awal di sini adalah konsultasi dan konsensus, bukan konfrontasi dan konflik, seperti yang terjadi di demokrasi Barat menurut Sukarno. 

Sejak tahun 1930-an dan seterusnya, pemerintah Hindia Belanda mulai mengambil sikap yang lebih represif daripada sebelumnya. Bentrokan dengan Soekarno tidak bisa dihindari. Gugatan diajukan terhadapnya karena mendirikan Partai Nasional Indonesia, sebuah partai kemerdekaan anti-kapitalis.

Dia dihukum pada tahun 1930 dan menjalani hukuman dua tahun. Setelah dibebaskan, popularitasnya naik ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pemerintah kolonial kemudian mulai mencari alasan untuk menyingkirkan pemimpin berpengaruh tersebut dari Jawa. Itu ditemukan pada akhir tahun 1934.

Sukarno kembali dihukum, kali ini karena menerbitkan Mentjapai Indonesia Merdeka, sebuah buklet di mana dia dengan penuh semangat mengadvokasi kemerdekaan Indonesia. Pemimpin nasionalis itu diasingkan ke Ende, di pulau terpencil Flores. Pada tahun 1938 Sukarno dipindahkan ke Bengkulu. Selama perjalanannya, massa penduduk di stasiun kereta berlutut sebagai penghormatan tradisional.

Pada awal Maret 1942 keadaan di Hindia Belanda berubah drastis ketika tentara Jepang melenyapkan pemerintahan kolonial Belanda. Ethan Mark menggambarkan dalam bukunya Pendudukan Jepang di Jawa dalam Perang Dunia Kedua betapa tulus dan meluasnya kegembiraan di antara orang Indonesia saat kedatangan Jepang. Orang Jawa melihat orang Jepang sebagai pembebas yang membebaskan mereka dari penjajah yang kejam.

Atas undangan Jepang, Soekarno kembali ke Jawa. Seperti orang Indonesia lainnya, dia sangat terkesan dengan penjajah baru. Dia tidak menyangka bahwa Belanda akan dikalahkan oleh orang Jepang. Namun ternyata orang Jepang malah bertanya pada Sukarno " Bagaimana mungkin 275.000 orang Belanda berhasil membuat populasi 70 .000.000 orang Indonesia di bawah pengawasan mereka begitu lama?"

Sukarno menarik pelajaran penting dari ini, yang sebagian menjelaskan sikapnya selama Perang Dunia Kedua. Dia yakin bahwa bukan senjata Jepang atau kekuatan industrinya yang membawa kemenangan besar atas Belanda ini. Itu tergantung pada karakter.

Jepang rela berkorban untuk tanah mereka, sementara banyak orang Indonesia menjadi kebarat-baratan, materialistis dan lemah di bawah pengaruh penjajahan. Jika Indonesia ingin menjadi negara yang makmur dan kuat yang bisa berdiri di atas kedua kakinya sendiri, terserah pada bangsanya untuk menunjukkan karakter selama perang berlangsung, pikir Sukarno.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun