NAMAKU KOPI
(jalan panjang nama kaffa melintasi benua)
Sebatang pohon Kopi, dapat mencapai tinggi hingga 10 meter dan tumbuh kuat hingga 100 tahun. Akarnya adalah akar serabut yang akan "menyerabut" sangat banyak, meski sebagian kecilnya tidak dapat bertahan hidup karena tidak menemukan jalannya karena terhambat sesuatu yang keras di kedalaman tanah tempatnya berada. Perjalanan serabut akar pohon Kopi menembus kedalaman tanah ke berbagai arah, seperti bertingkat-tingkat dan mencengkeram tanah. Ukurannya tak akan sama, baik ukuran panjangnya jangkauan akar maupun besar pertumbuhan akarnya. Itulah kiranya gambaran sebuah perjalanan kehidupan dari semua makhluk hidup di alam ini, khususnya sebuah pohon yang di Indonesia disebut Pohon Kopi.
Kisah ini, bukan tentang cerita akar dan pohon Kopi. Kisah di atas hanyalah gambaran tentang sebuah perjalanan panjang "adaptasi" nama Kopi di seluruh dunia. Sepanjang dan seluas jangkauan serta bentuk pertumbuhan akar pohon Kopi itulah, cerita nama Kopi di beberapa belahan dunia ini.
Berawal dari sebuah Provinsi  bernama Kaffa di sebuah Kerajaan bernama Abyssinia yang kemudian hari berganti nama menjadi Ethiopia. Nama Abyssinia beberapa kali dikisahkan dalam sejarah Islam, setidaknya dalam cerita perjalanan hijrah beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW pada era awal Islam.
Di Provinsi Kaffa inilah kisah seorang gembala bernama Khalid/Kalid/Kaldi menemukan "eksperimen" dari hasil pengamatannya pada kambing-kambing gembalaannya yang menjadi sangat atraktif setelah mengunyah buah cherry liar yang banyak tumbuh di daerah tersebut. Kisah penemuan Khalid/Kaldi tersebut sudah masyhur dikisahkan dalam berbagai artikel dan jurnal yang membahas sejarah Kopi di dunia.
Peristiwa tersebut terjadi di Kaffa sekitar tahun 500 Masehi dan dijadikan awal waktu dimulainya sejarah Kopi.
Setelah itu, buah cherry liar yang kemudian menjadi tambahan bahan makanan penduduk sekitar serta menjadi campuran ramuan obat ini oleh penduduk dari luar Provinsi itu dinamakan sesuai nama asalnya, yakni Kaffa.
Sebelumnya, perlu juga diketahui bahwa cherry Kopi awalnya belum menemukan cara pengaplikasian seperti yang sekarang dikenal masyarakat umum yakni diseduh dengan air. Dahulu, cherry kopi langsung ditumbuk utuh dalam kondisi masih segar dan dicampurkan dalam adonan gandum atau lumatan daging yang dibentuk seperti bola-bola kecil lalu langsung dimakan. Tambahan cherry kopi pada makanan tersebut, dimaksudkan sebagai bahan tambahan penambah tenaga karena cherry kopi diketahui dapat meningkatkan stamina.
Masih dalam kurun tahun 500-an, cherry kopi yang dinamai Kaffa tersebut telah terdengan hingga Yaman. Tepatnya tahun 575 saat serombongan Pasukan Persia (saat ini bernama Iran) melakukan penaklukan terhadap Abyssinia dan melanjutkan perjalanannya ke Yaman, mereka turut membawa kebiasaan Kaffa bersama mereka.
Mereka memasuki Yaman melalui pelabuhan di wilayah Mocha di pesisir Yaman. Nama wilayah pesisir Yaman inilah yang kemudian dikenal masyarakat selanjutnya untuk menyebut cherry kopi. Nama Kaffa  tetap dikenal oleh masyarakat sekitar Ethiopia, dan nama Mocha menjadi nama baru penyebutan Kopi di wilayah-wilayah yang disinggahi Pasukan Persia.
Populernya cherry kopi dengan nama Kaffa dan Mocha, tersebar hingga seantero negara-negara Arab. Afrika dan Arab menjadi rumah yang nyaman bagi cherry kopi, bahkan diisolir agar tidak keluar dari dua negara tersebut. Arab menyebut makanan ini dengan nama Qahwa yang mengambil dari akar kata Kaffa.
Kenikmatan suplemen cherry kopi di Afrika dan Arab berlangsung lama. Setidaknya mereka menjadi terbiasa memakan cherry kopi itu dan menjadikan tanaman tersebut sebagai "candu" di dalam wilayah mereka kurang lebih 500 tahun. Hingga akhirnya, di tahun 1200-an pada masa Constantinopel memiliki wilayah kekuasaan yang luas di Eropa mulai mendengar kemasyhuran makanan tersebut.
Tahun 1200-an itulah, cherry kopi mulai dibawa ke Constantinopel yang kemudian berganti nama menjadi Istanbul (Turkey). Di Turkey, cherry kopi ini memiliki nama baru dengan yakni Kahve, yang mengambil akar kata yang sama dari kata Kaffa namun menyesuaikan cara penyebutan orang-orang Turkey. Di Turkey inilah, peradaban Kaffa dan Mocha berubah. Yang awalnya hanya diaplikasan dengan ditumbuk segar bersama kulit dan bijinya, menjadi diseduh menggunakan air panas.
Cara pengolahan kopipun mulai berubah yang hingga saat ini digunakan umum di seluruh dunia. Orang-orang Turkey menjemur cherry kopi hingga kering, lalu ditumbuk untuk memisahkan kulit keras dari cherry yang telah dikeringkan. Hasil perontokan kulit keras yang menghasilkan biji kopi lalu disangrai hingga berwarna hitam dan kemudian ditumbuk halus menjadi tepung (powder). Bubuk inilah yang hingga saat ini menjadi umum sebagai bubuk kopi yang diseduh dengan air panas ataupun dingin.
Peradaban pengaplikasian cherry kopi yang pada masa lalu hanya ditumbuk dan langsung dicampur pada makanan, berubah menjadi bahan minuman. Begitu pula dengan nama cherry kopi yang menjadi kaya akan kosakata sesuai tempat dimana dia berada.
Dari Kaffa di Ethiopia menjadi Mocha di Yaman lalu Kahve di Turkey. Satu abad perjalanan Kopi yang diwarnai peradaban baru pengaplikasian Kopi dari makanan menjadi minuman.
Kembali ke pesisir Yaman dengan pelabuhan Mocha sebagai jalur masuk utama para pedagang dari penjuru negeri ke Yaman. Tak terkecuali masuknya kapal-kapal dagang Eropa, khususnya Holland (saat ini Netherland/Belanda). Pedagang-pedagang Holland pun telah mengetahui adanya Kopi sebagai komoditas baru yang menjadi perbincangan banyak kalangan. Kalangan Pedagang, Pemerintahan Kerajaan, Petani hingga Rohaniawan banyak membincangkan tentang manfaat yang mereka peroleh dari mengkonsumsi Mocha ini. Baik dengan cara dimakan maupun cara baru yang berkembang di Turkey menjadi minuman.
Kapal-kapal dagang Holland mulai mengangkut cherry Kopi dalam jumlah besar ke Amsterdam, berikut sample pohonnya untuk diadaptasi di negara mereka. Tahun 1616, Holland mulai mengenal Kopi dan membawanya ke negara mereka. Pohon-pohon kopipun dibawa untuk ditanam di negara-negara jajahannya. Holland menyebutnya Koffie yang mengambil akar kata dari Kaffa dan Kahve.
Setelah menguji cobakan tanaman Kopi di negaranya, Holland kemudian menyebar tanaman Kopi tersebut ke Srilanka yang merupakan salah satu daerah yang dijajahnya melalui dukungan kekuatan Perancis. Tahun 1658, Holland mengirim bibit pohon Kopi untuk ditanam di Srilanka dan India (Malabar). Percobaan penanaman kopi di Srilanka dan India oleh Holland, tidak terlalu memuaskan. Mereka terus mencari wilayah-wilayah yang bisa dijadikan perkebunan Kopi dengan hasil yang bagus.
Dari Malabar di India, Holland terus menyebar pohon-pohon kopi tersebut hingga ke Jawa (Indonesia) pada tahun 1699. Batavia (saat ini Jakarta) adalah tempat pertama yang dipilih untuk mengembang biakkan Kopi. Di Batavia, orang-orang Jawa menyebutnya Kopi yang mengambil akar kata dari Koffie. Hampir seluruh Jawa, khususnya Jawa Barat akhirnya menjadi penghasil Kopi terbaik yang digemari bangsa Eropa. Bahkan nama Java akhirnya dikenal untuk menyebutkan varietas kopi unggul di Eropa, dengan nama Java atau Java Coffee.
Hasil Kopi dari Jawa lah yang kemudian menjadi Kopi unggulan dengan rasa yang baik menurut orang-orang Eropa. Perancis melalui Raja Louis XIV kemudian mengadopsi Kopi ini menjadi sajian minuman berkelas di Eropa sekaligus menjadi komoditi yang sangat menguntungkan dalam perdagangan. Tahun 1714, Perancis menggandrungi hasil cherry ini dengan nama Cafe. Banyak kalangan bangsa Eropa yang akhirnya menggandrungi minuman ini. Dari kalangan Seniman, Politikus, Â Bangsawan Kerajaan dan Pedagang tidak luput dari "sihir" kenikmatan Kopi.
Kepopuleran Kopi dengan berbagai penyebutan di berbagai negara menjadikannya mendunia. Pada tahun 1885, Inggris memasukkan kata Kopi ini ke dalam kamus mereka dengan nama Coffee yang mengambil dari akar kata Koffie --nya orang-orang Holland. Saat ini, negara-negara Amerika Latin seperti Brazil, Costarica, Guatemala dan beberapa negara lainnya menjadikan Kopi sebagai komoditas utama yang menopang pendapatan.
Perjalanan panjang Kaffa dari Abyssinia yang menyeberang menuju Mocha di Yaman, lalu berjalan jauh ke Constantinopel/Istanbul di Turkey dengan nama Kahve dan Qahwa di Arab yang kemudian mampu "menyihir" Eropa melalui Holland/Netherland dengan nama Koffie hingga menyebar ke benua biru lainnya dengan nama Cafe di Perancis dan Kaffee di Jerman, merupakan bukti kekuatan dari sebuah pohon dengan akar yang "menyerabut" ke segala arah.
Namaku adalah Kopi di Indonesia. Sebagian saudaraku sebangsa rumpun Melayu menyebutnya Kawa. Bijian yang sebenarnya adalah buah, dan menjadi minuman yang sebenarnya adalah makanan. Apapun jadinya, Kopi adalah perjalanan panjang keabadian sebuah kehidupan yang pasti menemui berbagai macam perubahan dalam perjalanannya. Mungkin nanti, Kopi tidak hanya dikenal pernah menjadi makanan dan minuman. Mungkin nanti, orang akan mengaplikasikan kopi sebagai kosmetik, obat dan bahkan bahan bakar kendaraan.
Namaku Tetap Kopi, meski orang-orang mengaplikasikannya sebagai apapun sesuai selera mereka. Namaku Kopi.
Rujukan :
Uncommon Grounds: The History of Coffee and How It Transformed Our World. Mark Pendergrast. New York: Basic Books, 1999.
Coffee and Cocoa. Dr.Ir. Sri Mulato, M.Sc.
A Review of Literature of Coffee Research in Indonesia. SIC Editorial, Inter-American Institute of Agriculture Science, Turrialba, Costa Rica
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H