Ustad menyambut ku dengan senyum tipis. Â Rupanya beliau mungkin sudah mendengar apa yang terjadi selama aku di Sumbawa. Beliau menegaskan, bahwa bahasa yang mereka sampaikan itu, adalah bahasa penolakan secara halus. Jadi aku tak perlu berharap terlalu jauh. Â Aku mengangguk kecil, memahami nasehat beliau.Â
 Malam ini aku menerawang langkah dan jalan hidupku, apa yang telah ku lalui, apa yang telah ku alami, apa yang telah ku rasakan.  Sudah sekitar enam tahun aku di pulau Jawa, banyak pengalaman yang telah kudapat. Â
Bekal hidup dan perjalanan, sekarang, usia ku sudah menginjak tiga puluh tahun, waktu yang tepat untuk menikah, tapi dengan siapa? Aku tak punya bayangan. Â Aku tak punya kekasih pujaan hati, Â aku tak punya cinta, Â aku tak punya siapa siapa!Â
Tiba-tiba, terlintas dibenak ku, beberapa tahun yang lalu, ada sahabat ku di Surabaya, yang pernah menawarkan kepada ku untuk menikah. Aku tersenyum, dan memutuskan untuk berkunjung kerumah nya, dalam waktu dekat. Â
Aku sudah memutuskan, aku harus menikah! Apapun cara nya, siapapun orang nya, Â semua nya kuserahkan pada pilihan Allah, atas jalan hidup yang akan ku lalui berikut nya. Â
Cinta? aku tak butuh cinta, aku butuh istri! Â Cinta akan datang nanti setelah menikah, Â begitu kata ustad kepadaku. Â Aku mulai berubah fikiran, Â dan menerima saran nya. Â Bersambung Episode : 32 ( baca disini ) Â ( baca dari awal )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H