Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.953 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 27-10-2024 dengan 2.345 highlights, 17 headlines, 111.175 poin, 1.120 followers, dan 1.301 following. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Membungkam Jarak

1 Juni 2024   09:35 Diperbarui: 1 Juni 2024   15:54 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pixabay.com

Part 4 Lanjutan Cerpen: Melupakan, Apa Sesulit itu?

Anggi terdiam sesaat melihat luka terpancar dari pandangan mata sahabatnya. Jadi selama ini, Sita banyak membicarakan isi puisi penulis favorit Anggi itu karena isinya senada dengan apa yang sedang dirasakannya. Kenapa aku ga sepeka itu ya. Pikir Anggi.

Siapa orang itu? Tak ada satupun orang di sekitar mereka yang bisa sebegitunya membuat sohibnya jatuh cinta. Anak ini sulit jatuh cinta, batin Anggi. Tapi Anggi tidak mau memaksa Sita bercerita padanya. Pasti ada alasan.

"Sita, besok kita nonton yuk, film apa ya? Kisah action atau humor saja ya? Yang penting jangan tema kisah cinta romatis seperti di drama Korea," sekali lagi Anggi ingin mencoba mengalihkan rasa sakit di hati sohibnya.

"Halah paling endingnya yang ditonton Science Fiction deh." Sita tahu film kesukaan sohibnya yang selalu mengajak dia berpikir serius. Seriap kali menonton film sama Anggi pasti juga ga jauh-jauh dari Science Fiction temanya. 

Anggi hanya tertawa kecil mendengar jawaban sahabat karibnya. Batal deh acara nonton filmnya. Sita sedang tidak berselera, pikir Anggi.

"Terus besok kita mau ngapain dong, Sita?"

Sita tersenyum melihat temannya sudah kebingungan mencari ide untuk menghibur dia. "Ga ada, kamu lanjut melukis saja. Aku mau jalan-jalan ke pantai aja besok. Aku ingin lihat laut dan berjemur lama di pantai. Semoga ga hujan ya."

Dalam hati Anggi agak cemas, khawatir kalau temannya bakal macam-macam di pantai. "Aku temani ya, udah lama aku ga ke pantai juga." 

Baca juga: Tanya Hatimu Saja

Sita mengangguk saja. "Aku ngin lihat sunrise ya, jadi pagi banget berangkatnya. Kamu bisa?"

"Eh bisa dong," Anggi tersenyum.

.....

Pagi hari yang cerah kedua sahabat ini sudah sampai pantai dan menunggu sunrise, matahari terbit. Bayangannya di laut nampak indah sekali. Memang kalau dilihat langsung masih ada silau tapi ini pemandangan yang sangat indah.

"Anggi, kamu tahu tidak, mangapa aku ingin melihat sunrise pagi ini?" Sita bertanya dengan senyum cerah di wajahnya. 

Anggi menggeleng. "Kenapa?" tanya Anggi singkat  "Gantian aku yang "berfilosofi" ya." jawab Sita menirukan cara berbicara Anggi kalau sedang serius menyampaikan pendapatnya, ini membuat Anggi tertawa kecil.

"Sunrise, atau matahari terbit memberi sebuah harapan. Sebelumnya sangat gelap malam hari menguasai angkasa  kita bisa tertidur nyenyak jika sedang tak ada masalah berat. Tapi kalau hati penat dilanda rindu karena cinta sepihak dan ada jarak, rasanya akan kesulitan meredam semua itu. 

Satu-satunya hal yang bisa dilakukan itu seperti membungkam jarak.  Bukan jarak pandang saja yang harus dibungkam atau ku buat diam, tapi jarak hati dan kepalaku. Maksudnya, aku tak mau hatiku terus menguasai isi kepalaku. Untuk saat ini.

Aku harus bisa menerima kenyataan, ada jarak yang harus dibungkam antara hati dan pikiran."

Anggi masih belun paham dengan penjelasan Sita tapi dia diam saja. Ada kalnya kita hanya ingin didengarkan bukan?  Buat Anggi, membungkam jarak malah bisa jadi judul puisi baru. 

"Anggaplah rasa rindu dan sakit itu seperti kegelapan malam yang tidak menyenangkan saat ini bagiku namun aku tahu kalau pagi hari ada sunrise yang selalu hadir menggantikan malam.

Begitu juga perasaanku, pada waktunya akan berganti dan sekarang aku harus bisa benar-benar move on dari segala ketidaknyamanan hati ini, begitu Anggi."

Sedikit paham, Anggi pun mengangguk pelan. "Yuk sekarang kita main air laut saja Nggi," lanjut Sita. Anggi agak keget ternyata udah selesai ya berfilosofinya.

Anggi mengejar sahabatnya yang sudah lari menghambur ke pantai. Sesederhana itu ya pergi dari rasa rindu bagi Sita, pikir Anggi. Lihat sunrise saja, bukan dengan bermain bulu tangkis atau melihat pertandingan basket tapi pergi ke pantai menikmati matahari pagi.

....

Happy weekend all fiends

Serial galaunya Sita udah tamat ya. Nantikan serial Anggi dan Sita berikutnya ya. 

....

Written by Ari Budiyanti

#CerpenAri
1-6-2024

2-2.835

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun