.....
Pagi hari yang cerah kedua sahabat ini sudah sampai pantai dan menunggu sunrise, matahari terbit. Bayangannya di laut nampak indah sekali. Memang kalau dilihat langsung masih ada silau tapi ini pemandangan yang sangat indah.
"Anggi, kamu tahu tidak, mangapa aku ingin melihat sunrise pagi ini?" Sita bertanya dengan senyum cerah di wajahnya.Â
Anggi menggeleng. "Kenapa?" tanya Anggi singkat  "Gantian aku yang "berfilosofi" ya." jawab Sita menirukan cara berbicara Anggi kalau sedang serius menyampaikan pendapatnya, ini membuat Anggi tertawa kecil.
"Sunrise, atau matahari terbit memberi sebuah harapan. Sebelumnya sangat gelap malam hari menguasai angkasa  kita bisa tertidur nyenyak jika sedang tak ada masalah berat. Tapi kalau hati penat dilanda rindu karena cinta sepihak dan ada jarak, rasanya akan kesulitan meredam semua itu.Â
Satu-satunya hal yang bisa dilakukan itu seperti membungkam jarak. Â Bukan jarak pandang saja yang harus dibungkam atau ku buat diam, tapi jarak hati dan kepalaku. Maksudnya, aku tak mau hatiku terus menguasai isi kepalaku. Untuk saat ini.
Aku harus bisa menerima kenyataan, ada jarak yang harus dibungkam antara hati dan pikiran."
Anggi masih belun paham dengan penjelasan Sita tapi dia diam saja. Ada kalnya kita hanya ingin didengarkan bukan? Â Buat Anggi, membungkam jarak malah bisa jadi judul puisi baru.Â
"Anggaplah rasa rindu dan sakit itu seperti kegelapan malam yang tidak menyenangkan saat ini bagiku namun aku tahu kalau pagi hari ada sunrise yang selalu hadir menggantikan malam.
Begitu juga perasaanku, pada waktunya akan berganti dan sekarang aku harus bisa benar-benar move on dari segala ketidaknyamanan hati ini, begitu Anggi."
Sedikit paham, Anggi pun mengangguk pelan. "Yuk sekarang kita main air laut saja Nggi," lanjut Sita. Anggi agak keget ternyata udah selesai ya berfilosofinya.